SuaraJogja.id - Pengesahan UU Cipta Kerja yang dilakukan di tengah situasi pandemi Covid-19 dianggap sebagai momentum salah.
Pakar Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan dari Fisipol UGM, Hempri Suyatna, mengatakan UU tersebut sebenarnya memberikan dampak positif bagi pembangunan kesejahteraan masyarakat karena membuka ruang kemudahan investasi untuk masuk ke Indonesia sehingga mampu membuka lapangan kerja yang lebih luas.
Tapi dalam UU ini ada beberapa pasal yang memberi manfaat lebih besar kepada pengusaha dibanding para buruh.
“Jadi, ada dua sisi yang perlu kita cermati, dari aspek positif UU ini memang diharapkan mampu memberi kemudahan bagi investasi masuk ke Indonesia yang diharapkan memberikan kemudahan bagi penciptaan lapangan kerja. Namun, jika dicermati lebih mendalam UU ini akan lebih cenderung memberi manfaat lebih pada pengusaha dibanding buruh,” kata Hempri seperti dikutip dari situs resmi UGM, Kamis (7/10/2020).
Hempri sependapat jika UU Cipta Kerja merupakan upaya pemerintah untuk memangkas birokrasi untuk memudahkan iklim investasi di indonesia. Secara konseptual, katanya, adanya kemudahan usaha ini diharapkan mampu menarik investor dan membuka kesempatan kerja. Sebab, dalam beberapa kasus seringkali muncul keluhan investor soal perizinan yang mungkin berbelit belit.
Namun demikian, kemunculan UU ini di tengah masa pandemi global sekarang ini waktunya sangat kurang pas, apalagi di tengah ekonomi dunia yang baru mengalami penurunan.
“Menurut saya kurang pas mengingat kondisi perusahaan dan ekonomi dunia yang menurun,” katanya.
Selain itu, banyaknya penolakan dari para buruh dari berbagai kalangan.
“Seharusnya perlu sedikit ditunda sambil memperbaiki beberapa pasal yang menjadi keluhan masyarakat,” usulnya.
Baca Juga: Luhut Larang Buruh Unjuk Rasa, Ahli Hukum UGM: Tolak, Jangan Dibiarkan Saja
Ia berpendapat, selain membuka kemudahan investasi untuk masuk ke tanah air, pemerintah juga perlu mengeluarkan kebijakan ekonomi yang menopang kehidupan masyarakat.
“Salah satu kebijakan ekonomi yang perlu diambil adalah mendorong peningkatan perputaran ekonomi di daerah misalnya dengan gerakan bela beli produk lokal,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu ia sempat menyinggung apabila UU ini tetap diterapkan, Hempri menyampaikan bahwa setiap kebijakan ekonomi yang diambil oleh negara harus sesuai dengan amanat konstitusi pasal 33 UUD 1945 yaitu investasi yang masuk mampu menyejahterakan bukan yang meminggirkan rakyat.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Motor Matic Paling Nyaman & Kuat Nanjak untuk Liburan Naik Gunung Berboncengan
- 5 Mobil Bekas yang Perawatannya Mahal, Ada SUV dan MPV
- 5 Perbedaan Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia yang Sering Dianggap Sama
- 5 Mobil SUV Bekas Terbaik di Bawah Rp 100 Juta, Keluarga Nyaman Pergi Jauh
- 13 Promo Makanan Spesial Hari Natal 2025, Banyak Diskon dan Paket Hemat
Pilihan
-
Live Sore Ini! Sriwijaya FC vs PSMS Medan di Jakabaring
-
Strategi Ngawur atau Pasar yang Lesu? Mengurai Misteri Rp2.509 Triliun Kredit Nganggur
-
Libur Nataru di Kota Solo: Volume Kendaraan Menurun, Rumah Jokowi Ramai Dikunjungi Wisatawan
-
Genjot Daya Beli Akhir Tahun, Pemerintah Percepat Penyaluran BLT Kesra untuk 29,9 Juta Keluarga
-
Genjot Konsumsi Akhir Tahun, Pemerintah Incar Perputaran Uang Rp110 Triliun
Terkini
-
Konektivitas Aceh Pulih Bertahap, Kementerian PU Janjikan Jembatan Permanen Usai Fase Darurat
-
Jembatan Krueng Tingkeum Dibuka Lagi, Nadi Ekonomi Bireuen Kembali Berdenyut Usai Diterjang Bencana
-
Investor Reksa Dana BRI Tumbuh Pesat, BRImo Hadirkan Fitur Investasi Lengkap
-
Libur Natal 2025: Kunjungan Wisata Bantul Anjlok, Target PAD Meleset Akibat Cuaca Ekstrem?
-
Jelajah Rasa Jogja: 7 Destinasi Kuliner Wajib Coba, Ramah di Kantong hingga Legendaris!