Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Rabu, 07 Oktober 2020 | 21:10 WIB
Ilustrasi sekolah online [ANTARA/HO/FA]

SuaraJogja.id - Kegiatan sekolah daring di masa pandemi yang diberlakukan di Sleman, masih diwarnai sejumlah tantangan dan kendala. Salah satunya, belum semua guru di Sleman memiliki kapasitas mumpuni dalam membuat materi ajar.

Kepala Dinas Pendidikan Sleman, Ery Widaryana mengungkapkan, kemampuan guru di Sleman dalam membuat materi pendukung materi belajar daring, belum merata.

Ia membenarkan, masih ada sebagian kecil guru di Sleman, yang penguasaan teknologinya agak kurang. Menurut Ery, tantangan itu bisa dipecahkan, dengan cara mengatasinya lewat kegiatan kolegial guru, baik dengan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dan Kelompok Kerja Guru (KKG).

"Dari sana, bersama teman-teman guru lain, yang sudah familiar teknologi informasi (TI) mereka bersama-sama membuat aplikasi pembelajaran," ujarnya, kala dihubungi pada Rabu (7/10/2020).

Baca Juga: Diduga Jadi Korban Klitih, Urat Tangan Pemuda di Sleman Putus

Ia menyebutkan, hanya ada sekitar 5% dari jumlah total guru yang ada di Sleman, yang masih mumpuni di bidang TI.

"Yang jadi kendala? Faktor usia [sudah tua], mereka mendekati purna. Dulu kan pembelajaran berbasis IT belum semaju seperti sekarang ini," ungkapnya.

Selain pembelajaran kelompok guru sesuai jenjang, Disdik Sleman juga telah melaunching Sembada Belajar, beberapa waktu lalu.

Dari hasil itu, materi pembelajaran bisa diperjelas kala belajar daring dengan murid masing-masing.

"Itu [Sembada Belajar] akan kami kembangkan, sekolah juga sudah banyak yang sudah punya aplikasi pendukung," terangnya.

Baca Juga: Saat Santai di Balkon, Perempuan di Sleman Jadi Korban Ekshibisionis

Tercatat, untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama misalnya, di Sleman sudah ada 85,71% sekolah menggelar pembelajaran daring sepenuhnya selama pandemi. Sekitar 13% menerapkan pembelajaran daring dicampur luring, serta 0,5% saja yang menerapkan luring seluruhnya.

"Ya, masih ada wilayah Sleman yang belum terkover sinyal internet, tapi tidak banyak. Kapanewon Tempel, Cangkringan dan Turi, itu juga tidak banyak, tidak semua dari wilayah kecamatan tersebut tidak tersentuh internet, hanya sebagian kecil sekali," ucapnya. 

Ery menyatakan, pihaknya selalu mengevaluasi efektivitas dan hambatan kegiatan pembelajaran secara berkala. Tujuannya, agar hambatan bisa ditindaklanjuti dan diatasi segera.

Pemerintah pusat juga sudah memberi bantuan kuota pulsa internet bagi siswa, lewat program BOS. Sebanyak 85,71% alokasi dana sudah didistribusikan walau ada kendala. Antara lain karena nomor mati, nomornya pasca bayar dan lainnya.

"Kuota langsung diberikan pada nomor yang telah didata sekolah dan diajukan untuk menerimanya," ucapnya.

Pelaksanaan pembelajaran di masa pandemi, mengutamakan kesehatan keselamatan peserta didik, sambung Ery.

Sehingga, pelaksanaan pembelajaran di masa pandemi, di Sleman sampai saat ini belum diperbolehkan dengan tatap muka, kecuali ketika mengumpulkan tugas. Baik karena keterbatasan sinyal, atau adanya penerapan pembelajaran luring di jenjang pendidikan tertentu.

"Itupun tanpa interaksi, hanya mengumpulkan tugas lalu pulang," imbuh Ery lagi.

Disdik Sleman juga melarang keras adanya belajar kelompok, karena itu sama saja dengan pembelajaran tatap muka. Apalagi, bila pertemuan kelompok dilakukan tidak saling menjaga jarak fisik.

Namun berbeda halnya dengan home visit oleh guru. Home visit merupakan kunjungan guru ke kediaman siswa, karena anak tersebut tidak ikut pembelajaran daring maupun luring, karena kendala tertentu.

Disdik Sleman Mulai Pemetaan Sekolah Siap Tatap Muka

Ery menyebut pihaknya saat ini juga telah menyiapkan skenario pembelajaran tatap muka, secara bertahap.

"Kami sudah minta sekolah persiapkan diri, untuk jelang pemetaaan tatap muka itu," kata dia.

Setidaknya, untuk siap menyelenggarakan tatap muka, sekolah akan dievaluasi melalui serangkaian penilaian. Baik itu kesiapan praktik protokol kesehatan, kesiapan ruang terbuka di sekolah, rasio dan lainnya.

Skenario tatap muka akan diawali dengan tatap muka yang masih dalam tenggat minimal, lalu dievaluasi. Bila hasil evaluasi positif, maka akan dinaikkan frekuensi tatap muka di sekolah tersebut.

"Setiap naik tahap, jumlah dan frekuensi tatap muka, akan dilakukan evaluasi. Dan kalaupun tatap muka dibuka dengan skenario, juga tidak akan merata di semua jenjang pendidikan," kata Ery.

Maksudnya, tatap muka di awal akan dibuka dengan mengambil sampel sekolah. Khususnya sekolah yang dinilai sudah siap dan pengambilan sampel sekolah dilakukan dengan hati-hati.

"Kalau saat ini, protokol kesehatan di sekolah sudah siap. Tapi masih perlu evaluasi," tandasnya.

Kontributor : Uli Febriarni

Load More