Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Mutiara Rizka Maulina
Selasa, 27 Oktober 2020 | 17:57 WIB
Pemetaan pasca erupsi Merapi dengan citra radar. - (YouTube/ Dasawarsa Merapi)

SuaraJogja.id - Kepala Sub. Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Wilayah Barat-PVMBG Akhmad Solikhin membahas mengenai dampak Erupsi Merapi pada tahun 2010, berdasarkan Citra Satelit Optik dan Radar dalam Webinar Pembacaan Data Merapi. Dengan alat tersebut, pemetaan erupsi gunungapi dinilai menjadi lebih efisien.

Akhmad membagikan hasil penginderaan jauh pada gunungapi yang aktif. Jika dibandingkan pada tahun 2010, citra radar bisa digunakan untuk melihat deformasi sebelum terjadinya erupsi atau sebagai peringatan dini.

"Ini kita akan melihat potensi erupsi akan seberapa besar jika kita mengetahui deformasinya," ujar Akhamd.

Saat erupsi terjadi, remoticing juga bisa dilakukan untuk mendukung data-data yang ada di lapangan. Terutama jika kondisinya sangat berbahaya untuk mendekati gunungapi tersebut. Citra Satelit ini bisa digunakan di tengah pandemi saat tidak bisa melakukan kegiatan bersama.

Baca Juga: Guncangan Gempa Pangandaran Sampai Jateng dan DIY, Ini Penjelasan BMKG

Penggunaan citra satelit atau radar sendiri, juga bisa digunakan untuk memantau aliran atau kubah lava, abu vulkanik, dampak erupsi dan sebaran material. Pasca erupsi, alat ini bisa digunakan juga untuk mempelajari gunungapi.

Secara garis besar, erupsi merapi pada tahun 2010 ini melibatkan beberapa episode dari aliran awan panas. Dari hasil pantauan radar, awan panas sebagian besar mengalir ke arah Kali Gendol hingga Kali Opak di sisi selatan. Jarak maksimum yang dijangkau mencapai 16,5 KM.

Luas area yang terdampak awan panas dan abu vulakniknya sendiri mencapai 26 KM persegi. Abu vulkanik dominan menyebar ke arah barat. Jika dijumlahkan seluruhnya jangkaun jatuhan abu vulkanik sampai dengan 40 juta meter kubik.

Dengan citra radar juga bisa melihat perubahan morfologi dan struktur yang terjadi di puncak Gunung Merapi. Hal ini bermanfaat kedepannya untuk melakukan analisis bahaya. Penggunaan alat ini juga bisa berfungsi untuk mengetahui perbedaan pada peristiwa erupsi dari tahun satu dan yang lain.

"Pada tahun 2010, terlihat ada kawah puncak yang baru, diperbesar dan dalam kondisi yang tidak stabil," terang Akhmad dalam webinar dasawarsa erupsi Gunung Merapi Selasa (27/10/2020).

Baca Juga: Gelar Operasi Zebra Progo, Polda DIY Prioritaskan Jalur Wisata

Dengan citra radar juga bisa melihat dampak erupsi merapi. Salah satunya adalah perubahan sungai sebagai jalur lahar. Dibandingkan dengan pemetaan secara manual hasilnya analisis penilaian mencapai 75%.

Dampak lain yang bisa dilihat adalah pada laharnya. Pada januari 2011 terpantau ada luapan lahar. Selain itu juga bisa dilakukan kajian. Seperti kepasitas sungai untuk menampung luapan lahar. hasil pantauan juga bisa dijadikan landasan kajian di daerah-daerah lain.

Selanjutnya, Akhmad menjelaskan jika ia juga menggunakan data radar untuk melakukan pemetaan endapan piroklastik. Ada dua metode yang digunakan, yakni pendeteksi perubahan dengan rasio amplitudo dan pendekatan semi otomatis yaitu menekan klasifikasi yang tersupervisi.

Pengolahan data dilakukan berdasarkan data mentah level 1 kemudian diolah menjadi single look complex, kemudian di koregistrasi menjadi citra amplitudo. Selain itu pengolahan interferometik juga dilakukan untuk menghasilkan citra koherensi.

Kemudian citra amplitudo setelah erupsi dan sebelum erupsi dapat dibandingkan untuk menghasilkan pemetaan wilayah yang terimbas material letusan gunungapi. Untuk hasil yang lebih jelas Akhmad menggunakan Citra False color Composite, dengan warna merah, hijau dan biru.

"Jika digabungkan kita bisa melihat daerah-daerah yang kita sebut smoother. Artinya jika dibandingkan sebelum dan sesudah daerah tersebut cenderung lebih datar," terang Akhmad.

Dari citra radar juga bisa dilakukan pemetaan endapan piroklastik. Diantaranya jika muncul warna merah atau D1 menunjukkan awan panas yang bentuknya ada batuan besar dan juga bercampur dengan yang lebih halusnya.

Sementara warna hijau tosca atau D3 adalah bentuk awan yang lebih halus. Kemudian D2 adalah bentuk awan panas yang berubah karena aliran air. Sementara D4 atau warna kuning adalah endapan tepra atau abu vulkanik.

Load More