SuaraJogja.id - Masih membekas di benak masyarakat Yogyakarta, tepat 26 Oktober 2010, Gunung Merapi meletus secara eksplosif. Peristiwa alam yang terjadi saat petang itu menyebabkan sejumlah warga tewas. Termasuk Juru Kunci saat itu, Mas Panewu Surak Sohargo, atau lebih dikenal dengan Mbah Maridjan.
Sang juru kunci meninggal dengan posisi sujud di kediamannya, Pedukuhan Kinahrejo, Kalurahan Umbulharjo, Kapanewon Cangkringan, Sleman.
Sepuluh tahun berlalu, kondisi masyarakat terdampak bencana letusan Gunung Merapi kembali seperti biasa. Namun memang ada pergeseran profesi yang sebelumnya adalah petani, kini menjadi lebih bervariatif.
Selalu ada hikmah di balik bencana. Itulah yang terjadi saat ini di tengah masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyak tempat yang menjadi destinasi wisata termasuk masyarakat yang menjadi tour guide untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Tak hanya itu, aliran Sungai Gendol yang menjadi jalur lahar dingin pascaerupsi, menjadi pundi-pundi uang karena menghasilkan pasir. Manfaatnya untuk pembangunan sangat baik, tak sedikit masyarakat yang menggantungkan hidupnya dengan menambang.
Sepeninggalan Mbah Maridjan, anak ketiganya, ditunjuk sebagai pengganti sebagai juru kunci saat ini. Mas Kliwon Suraksohargo Asihono, atau biasa disapa Mbah Asih masih terlihat bugar saat SuaraJogja.id berkunjung ke petilasan Mbah Maridjan untuk menemuinya, Sabtu (24/10/2020).
Mbah asih masih merekam detik-detik ketika Merapi erupsi 10 tahun lalu. Dalam ingatannya, almarhum Mbah Maridjan hanya berpesan jika hati anaknya tak yakin, agar segera mengevakuasi diri.
Mbah Maridjan lebih memilih bertahan karena hal itu sebagai tanggungjawabnya sebagai juru kunci Gunung Merapi.
"Dia berpesan pada saya waktu peristiwa itu, nek ati kowe ora yakin, meduno (jika hati kamu tidak yakin, turun saja). Ia memilih bertahan. Karena jika dia ikut turun, malu sama ayam," kata Mbah Asih.
Baca Juga: Bantuan BPUM dari Presiden Cair, Antrean di Disdukcapil Sleman Mengular
Perjalanan masyarakat 10 tahun terakhir tentunya penuh lika-liku. Apalagi mereka harus menghilangkan trauma ketika gempa dan awan panas menghantam rumah mereka hingga luluh lantak.
Tak dipungkiri, Mbah Asih mengaku jika masyarakat Kinahrejo masih memiliki rasa trauma itu. Ketika terjadi hal yang tak biasa di puncak Gunung Merapi, banyak pertanyaan yang dilontarkan warga.
"Tapi mereka tidak bisa menjelaskan secara sains. Hanya saja ada yang berbeda dan tentunya membuat mereka khawatir," jelas dia.
Masyarakat lebih peka ketika merasakan hal yang berbeda ketika fenomena alam terjadi di sekitar tempat tinggalnya. Kendati demikian mereka masih tetap waspada.
Hidup berdampingan dengan lokasi rawan bencana memang tak bisa dihindari masyarakat di lereng Gunung Merapi. Aset yang berharga ada di lingkungan tempatnya lahir di sana.
Memutuskan untuk pindah akan menjadi sulit bagi masyarakat yang sudah sejak lahir tinggal di dataran atas. Kebiasaannya untuk terus hidup menjadi alasan mereka tetap bertahan tinggal bersama dengan bahaya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Kata-kata Miliano Jonathans Tolak Timnas Indonesia
- Miliano Jonathans: Hati Saya Hancur
- Dari Premier League Bersama Crystal Palace Kini Main Tarkam: Nasib Pilu Jairo Riedewald
- Insiden Bendera Terbalik saat Upacara HUT RI ke-80, Paskibraka Menangis Histeris
- Dicari para Karyawan! Inilah Daftar Mobil Matic Bekas di Bawah 60 Juta yang Anti Rewel Buat Harian
Pilihan
-
Viral! Ekspresi Patrick Kluivert Saat Kibarkan Bendera Merah Putih di HUT RI-80, STY Bisa Kaya Gitu?
-
Tampak Dicampakkan Prabowo! "IKN Lanjut Apa Engga?" Tanya Basuki Hadimuljono
-
Tahun Depan Prabowo Mesti Bayar Bunga Utang Jatuh Tempo Rp600 Triliun
-
5 Rekomendasi HP Realme Murah Terbaik Agustus 2025, Harga Mulai Rp 1 Jutaan
-
Kontroversi Royalti Tanah Airku, Ketum PSSI Angkat Bicara: Tidak Perlu Debat
Terkini
-
Keracunan Makanan Siswa Sleman: Semua Pasien Pulang, Tapi Investigasi Terus Berlanjut!
-
Roy Suryo Buka-bukaan Soal Buku 'Jokowi's White Paper': Dari IPK Jokowi hingga Kajian Forensik
-
Soft Launching Buku Roy Suryo dkk di UGM 'Diganggu', AC dan Lampu Dipadamkan
-
View Menoreh dari Foodcourt Pasar Godean? Ini Rencana Pemkab Sleman
-
Swiss-Belhotel Airport Yogyakarta Gelar Pemotretan Road to Prawirotaman Fashion on the Street