"Namun demikian aktivitas main layang-layang ini tidak kemudian disetop, dilarang. Tapi didampingi, diedukasi. Pemerintah juga harus turun tangan memberikan pendampingan, menggandeng FASI misalnya," ungkapnya.
Langkah itu perlu diambil, mengingat bermain layangan punya beberapa manfaat positif bagi masyarakat, tak terkecuali untuk anak-anak.
Manfaat itu mulai dari edukasi, rekreasi, ikon seni dan budaya, ekonomi kreatif, olahraga, pariwisata.
"Kalau khusus untuk anak-anak misalnya, layang-layang bisa mendorong mereka belajar mengeksplorasi bentuk dan warna. Berlari-lari dan bergerak saat main layang-layang juga bisa menjadi aktivitas olahraga," ungkap Aji, yang dalam waktu dekat berencana akan mengikuti festival layang-layang di sejumlah negara Timur Tengah itu.
Ia berharap, bermain layang-layang bisa terus dipertahankan di Indonesia, bukan sekadar mengikuti tren semata. Pasalnya, layang-layang juga memiliki sejarah panjang di Indonesia.
Salah satunya ditunjukkan dengan adanya sebuah relief bergambar layang-layang, di Muna, Sulawesi Tenggara.
Dari sejarah yang tercatat di berbagai sumber, China merupakan negara yang kali pertama memperkenalkan layang-layang kepada masyarakat dunia, tambah Aji. Namun yang Aji yakini, asal mula layang-layang memiliki akar sejarah di Indonesia.
"Ya saya yakin karena setelah mengetahui adanya relief layang-layang di Muna. Terlebih masyarakat Muna punya warisan budaya layang-layang dari daun," ungkapnya.
Sementara itu dikonfirmasi terpisah, Muhammad Ali Sukrajap masih ingat betul layangan yang pernah ia lihat di rumahnya, nun jauh di Muna. Sebuah layangan terbuat dari daun kolope, yang oleh masyarakat di kampung halamannya disebut kaghati.
Baca Juga: Dukum IKM Daerah Hadapi Pandemi, Disperindag DIY Gelar Jogja Premium Export
Walau sudah lama tinggal di Jogja, masih terekam jernih dalam ingatannya, saat si Ali Sukrajap kecil melihat layang-layang daun milik kerabatnya yang berukuran begitu besar. Layang-layang itu punya tinggi sekitar 1,5 meter.
"Itu benar-benar terbuat dari daun. Ya, daun kolope. Daun kolope itu daun tanaman ubi hutan," ujar lelaki yang akrab dipanggil Jon, oleh sejumlah temannya itu.
Layangan itu dimainkan di kebun, di inapkan sampai malam, layangan itu juga bisa mengeluarkan bunyi-bunyian.
"Kalau tidak salah ingat, di sana [Muna] namanya [alat yang menimbulkan bunyi pada layangan] kamama. Nah itu biasanya buat usir babi di kebun," tuturnya.
Sependek ingatannya, layangan daun sebetulnya punya dua varian. Pertama, bentuknya menyerupai layang-layang pada umumnya dan umumnya hanya menggunakan daun sebagai pengganti plastik atau kertas. Layang-layang ini bisa terbang tinggi dalam durasi lama.
Sedangkan varian lainnya, layang-layang tersebut dibuat dari daun yang kerap menempel di pohon sukun.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- Diskon Listrik 50 Persen PLN Oktober 2025, Begini Syarat dan Cara Dapat E-Voucher Tambah Daya!
- Shin Tae-yong Batal Comeback, 4 Pemain Timnas Indonesia Bernafas Lega
- 7 Rekomendasi Smartwatch untuk Tangan Kecil: Nyaman Dipakai dan Responsif
- 5 Bedak Padat yang Cocok untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Samarkan Flek Hitam
Pilihan
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
-
Di GJAW 2025 Toyota Akan Luncurkan Mobil Hybrid Paling Ditunggu, Veloz?
Terkini
-
Rusunawa Gunungkidul Sepi Peminat? Ini Alasan Pemkab Tunda Pembangunan Baru
-
Kominfo Bantul Pasrah Tunggu Arahan Bupati: Efisiensi Anggaran 2026 Hantui Program Kerja?
-
Miris, Siswa SMP di Kulon Progo Kecanduan Judi Online, Sampai Nekat Pinjam NIK Bibi untuk Pinjol
-
Yogyakarta Berhasil Tekan Stunting Drastis, Rahasianya Ada di Pencegahan Dini
-
Tangisan Subuh di Ngemplak: Warga Temukan Bayi Ditinggalkan di Kardus