Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana | Hiskia Andika Weadcaksana
Senin, 16 November 2020 | 07:35 WIB
Kinanti Sekar Rahina berpose di Sanggar Seni Kinanti Sekar, Jalan Brigjend Katamso, Prawirodirjan, Yogyakarta, Minggu (15/10/2020). - (SuaraJogja.id/Hiskia Andika)

"Bapak waktu melihat dan mungkin juga berpikir, "anaknya ini suka tari sepertinya." Terus Bapak itu tanya, "mau ikut nari po?" Langsung saya jawab, "mau-mau, saya mau ikut nari." Mungkin memang Bapak yang melihat peluang itu, dan dari situlah, tahu dunia tari," ucapnya.

Sekar menuturkan, dulu ia memilih sendiri tari yang akan dipelajari. Mulanya ia melakoni kelas balet saat duduk di kelas 3 SD selama tiga tahun, atau tepatnya hingga menginjak kelas 6 SD.

Setelah itu, Sekar sempat berhenti menari. Alasannya, saat masuk ke salah satu SMP swasta, Sekar tidak bisa memilih jenis tari yang akan dipelajari meskipun sebenarnya di SMP tempatnya menuntut ilmu pun terdapat ektrakurikuler tari.

"Masuk SMP, ada ekskul tari tapi aku ndelik, kayak lebih pilih-pilih gitu. Kok rasanya kurang suka sama jenis tari itu ya," kata perempuan berambut panjang itu sambil tertawa.

Baca Juga: Hormati Korban Covid-19, Seniman AS Buat Instalasi Seni

Mengakhiri masa SMP, ketertarikan Sekar kepada dunia tari kembali muncul. Sekar akhirnya memutuskan untuk melanjutkan pendidikan menengah atasnya di SMKI, atau yang sekarang dikenal dengan SMKN 1 Kasihan.

Di saat itulah, Sekar mulai mengenal tari klasik, tari nusantara, hingga tari kreasi. Tidak hanya itu saja, teks klasik seperti Ramayana dan Mahabarata pun dipelajarinya sedikit demi sedikit. Baru setelah itu, Sekar makin memperdalam ilmunya di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta hingga akhirnya lulus pada 2012 silam.

Perjalanan Sekar sejak kecil berkecimpung di dunia tari nyatanya memberi manfaat pada pementasan dan perkembangan dirinya dalam seni tari. Pelajaran dan pengalamannya menjajal berbagai macam jenis tari sekarang dapat dilebur, sehingga menciptakan sesuatu yang dianggap sebagai ciri khas Sekar sendiri.

"Dari balet misalnya, jadi di setiap karya-karyaku ada tubuh baletku. Maksudnya, itu kan bekalku dari kecil. Kalau orang lain mungkin dasarnya klasik atau kreasi. Justru kedua tarian itu membuatku merasa punya karakter atau ciri khas tertentu yang membuat orang lain juga "wah itu Sekar banget," dulu memang dalam karya ketubuhanku ada gerakan balet juga," tuturnya.

Namun saat ini, Sekar mengaku, karya-karyanya lebih kembali kepada tradisi lagi walaupun memang penyerapan beberapa motif tidak jauh-jauh dari unsur balet dan ebih dijadikan sebagai sebuah kolaborasi dalam beberapa karya.

Baca Juga: Mengunjungi Pameran Seni PULIH di Pasar Seni Ancol

Menurutnya, penggabungan ini tidak mendapat pertentangan dari dunia seni tari sendiri. Justu ini dianggap sebagai sebuah kebaharuan, yang pasti akan terus bermunculan di dunia seni tari.

Load More