Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Minggu, 13 Desember 2020 | 08:35 WIB
Ilustrasi isolasi atau karantina COVID-19 - (Pixabay/fernandozhiminaicela)

"Rencana kami 21 Desember 2020 sampai 3 Januari 2021 mau 'minggu tenang COVID', tapi nampaknya mungkin tidak bisa diterima masyarakat karena ada libur panjang. Jadi mungkin kami mulai minggu tenang pada setelah libur," ungkapnya, Sabtu.

Pada prinsipnya, kata Joko, penerapan Minggu Tenang COVID-19 adalah kondisi keseharian masyarakat seperti di awal pandemi.

"Kalau bisa, yang kerja [di luar] itu biar teman-teman di RS dan Dinkes, termasuk juga dari kajian kami itu wartawan, TNI, Polri. Yang lain di rumah saja, pegawai kantor pun dalam rancangan kami itu dibatasi, kalau tidak benar-benar terpaksa ya tidak perlu dikerjakan di kantor," tutur Ketua Ikatan Dokter Indonesia Sleman ini.

Joko menambahkan, usai piknik masa liburan, Pemkab Sleman akan meminta warga yang sehat untuk karantina sedangkan yang sakit diisolasi.

Baca Juga: Beredar Pesan Berantai Jogja Ditutup hingga Selter Penuh, UGM Klarifikasi

"Isolasi di rumah sakit boleh, FKDC (selter) juga boleh atau isolasi mandiri juga boleh, dan yang dikarantina pokoknya tidak boleh ada aktivitas ke luar, betul-betul selama 14 hari karantina, minimal 10 hari. Jadi kembali seperti masa COVID-19 awal-awal [ketat aturan isolasi bagi pelaku perjalanan]," ungkapnya.

Juru Bicara Gugus Tugas Penanganan dan Pencegahan COVID-19 Sleman Shavitri Nurmala mengungkapkan, walau cuti akhir tahun sudah dipangkas, tapi tidak menutup kemungkinan akan ada yang datang untuk liburan ke Sleman.

Dinkes Sleman Persilakan RS yang Mulai Tawarkan PO Vaksin

Joko juga turut berkomentar perihal adanya sebuah rumah sakit swasta yang sudah menawarkan kepada masyarakat, agar bisa mulai lakukan pemesanan vaksin COVID-19.

"Monggo saja," kata Joko.

Baca Juga: Tren COVID-19 Makin Mengkhawatirkan, DIY Tunda Sekolah Tatap Muka

Kendati demikian, yang pasti menyoal vaksin COVID-19, program pemerintah saja hingga kini masih belum ada kepastian dan kejelasan. Bahkan, program vaksin untuk tenaga kesehatan saja jumlahnya masih belum mencukupi.

"Bahkan DIY saja kabarnya hanya akan menerima 1.500 vaksin. Jadi kalau pihak swasta menawarkan, mungkin sudah punya link atau jalur sendiri. Kalau yang sudah datang ke Indonesia jumlahnya masih belum mencukupi," bebernya.

Ia mengurai, nantinya program vaksin ini 30% akan di-handle pemerintah, sedangkan 70% sisanya dihandle mandiri atau dikelola swasta.

"Nah yang 30% itu program seperti kita dengar selama ini. Urutannya nakes, tenaga pelayanan publik termasuk tentara, polisi, petugas terminal, petugas pelabuhan, petugas bandara, PBI dan baru kemudian mandiri," ucapnya.

Dari kajian ilmiah dan uji coba bertahap yang sementara ini sudah dilakukan, vaksin COVID-19 yang sudah diproduksi memiliki efektivitas beragam.

"Jadi kalau efektivitas di bawah 90%, ya nanti tidak usah dibeli. Beli yang di atas 90%, dan perlu juga kajian keamanannya ketika digunakan," tandasnya.

Load More