SuaraJogja.id - Dua hari lalu, Presiden Jokowi mengumumkan bahwa vaksin Covid-19 gratis. Tetapi konotasi gratis tersebut menurut Ekonom dan Politikus Faisal Basri tak tepat. Ia menyebut vaksin Covid-19 tidak gratis.
"Tidak ada vaksin gratis, kita sudah bayar lewat pajak. Jadi enggak gratis. Bukan ketulusan hati pemerintah gitu, ndak. Ini karena pajak," ujarnya, dalam diskusi bertajuk COVID-19 di Indonesia,lewat kanal zoom meeting, Jumat (18/12/2020).
Di samping itu, pemerintah selama ini kikir. Belanja untuk kesehatan, public health funding itu hanya 3% dari PDB. Hanya lebih tinggi dari Laos yang sebesar 2,5%. Padahal Myanmar yang lebih miskin dan lower middle income ketimbang Indonesia menganggarkan 4,9%.
"Makanya masyarakat Indonesia itu biasanya kalau berurusan dengan kesehatan, banyak yang menggunakan uang dari kantong mereka sendiri. Karena public health-nya lemah," kata dia.
Baca Juga: Banyak Anak Muda Ikut Rizieq, Faisal Basri: Tinggalkan Politik Upah Murah
Sementara itu, menyinggung terkait penanganan COVID-19 di Indonesia, selain dari tingginya jumlah kasus dan penularan yang terjadi, Faisal menyoroti soal pemotongan anggaran kesehatan yang begitu luar biasa. Dari yang sebelumnya Rp200 triliun, menjadi hanya sekitar Rp160 triliun dan dialihkan untuk mendanai infrastruktur.
"Sekarang anggaran infrastruktur itu naik Rp133 triliun, [itu] tambahannya loh. Dari Rp281 triliun tahun ini, tahun depan Rp411 triliun. Anda bisa bayangkan apa yang bakal terjadi dengan penanganan kesehatan seperti ini? Apalagi mengingat di Indonesia, daerah yang memiliki fasilitas kesehatan yang cukup memadai baru Jakarta, DI Yogyakarta dan Bali. Bagaimana kalau di daerah lainnya ada kasus?," tambah dia.
Masalah lainnya yakni angka pengangguran yang meningkat, seperti saat ini berkisar 9,77 juta. Angka itu belum ditambahkan unenployment dan part time job. Sehingga bila ditotal, di Indonesia ini jumlah pengangguran adalah hampir sepertiga dari total angkatan kerja. Dampak lainnya adalah kepada kecukupan gizi, skor PISA rendah karena akses internet yang tidak baik.
"Ini yang tak terbayangkan, ditambah lagi gejolak sosial dan politik," ucapnya.
Faisal mengungkapkan, sesungguhnya ada yang disebut perang melawan COVID-19. Tetapi yang sejauh ini dikeluarkan oleh pemerintah kita bukan Undang-undang darurat untuk melawan COVID-19. Melainkan Undang-undang, Perbup yang melawan dampak dari COVID-19, yakni sektor keuangan.
Baca Juga: Faisal Basri: Politik Upah Murah Sebabkan Anak Muda Terpelajar Ikut Rizieq
"Jadi yang lebih penting itu sektor keuangan daripada nyawa manusia. Jadi yang namanya emergency law itu dibuat adalah untuk mengantisipasi dampak COVID-19 terhadap sektor keuangan. Tidak ada upaya menggunakan seluruh sumber daya yang dimiliki, untuk melawan COVID-19, sampai sekarang," kritik Faisal.
Menurut Faisal, apa yang ia kritisi itu tercermin pada struktur tim penanggulangan COVID-19 yang komite kebijakannya dipimpin Menko Perekonomian dan pelaksanaannya Mentri BUMN.
"Jadi yang lebih penting itu pengadaan COVID, pengadaan kan ada fee-nya," imbuh Faisal.
Senada, Dosen Prodi Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia Zulfikar Rahmat juga menyebut, berdasarkan data dari WHO, Indonesia masih menjadi negara dengan statistik penyebaran virus COVID-19 tertinggi se-Asia Tenggara.
Respons pemerintah dan masyarakat terkait virus ini, sejak virus ini mulai masuk ke Indonesia, cenderung meremehkan dan menganggap sepele. Masyarakat juga cenderung mengabaikan penyebaran wabah.
"Setelah penyebaran virus sudah tidak terkendali, berbagai upaya yang dilakukan pemerintah untuk bangkit dari keterpurukan dengan menerapkan kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar)," tuturnya.
Namun hal itu tidak berjalan seperti yang diharapkan, karena pemerintah cenderung lebih mementingkan ekonomi dibanding kesehatan dan keselamatan masyarakat. Sampai saat ini, pemerintah masih kurang tegas dalam menangani penyebaran virus COVID-19.
Hadir pula dalam diskusi itu, pendiri Sekolabilitas Dikanaya Tarahita yang menyatakan bahwa, pemerintah Indonesia perlu juga memikirkan tentang penyuluhan dan edukasi tentang COVID-19 yang ramah difabel. Menurut Dikanaya, berbicara soal inklusivitas kita tidak harus berpikir yang muluk-muluk. Contohnya saja, kita bisa melihat dari video penyuluhan bagi masyarakat.
"Apakah video yang dibuat oleh pemerintah itu sudah ramah difabel atau belum? Sudah ada subtittle atau belum? Sudah ada translator bahasa isyaratnya atau belum? Itu kan sebenarnya tidak susah untuk dilakukan," kata dia.
Kontributor : Uli Febriarni
Berita Terkait
-
Bukan Mantan Presiden, Faisal Assegaf Sebut Peran Jokowi Saat Ini Adalah Makelar Pilkada
-
Ikut Kunker Prabowo ke Abu Dhabi, Momen Jurnalis Suara.com Salat Berjemaah di Masjid Jokowi yang Super Megah!
-
Bentrok dengan Jadwal di Jawa Tengah, RK Sebut Jokowi Belum Tentu Hadiri Kampanye Akbar di Jakarta
-
Sebulan Purnatugas, Berapa Gaji Pensiun Jokowi yang Kini Sudah Sibuk Cawe-Cawe Pilkada?
-
Sudah Sampaikan Undangan, RK Belum Dapat Kepastian Jokowi Hadir atau Tidak di Kampanye Akbar RIDO Terakhir
Terpopuler
- Dicoret Shin Tae-yong 2 Kali dari Timnas Indonesia, Eliano Reijnders: Sebenarnya Saya...
- Momen Suporter Arab Saudi Heran Lihat Fans Timnas Indonesia Salat di SUGBK
- Elkan Baggott: Hanya Ada Satu Keputusan yang Akan Terjadi
- Elkan Baggott: Pesan Saya Bersabarlah Kalau Timnas Indonesia Mau....
- Kekayaan AM Hendropriyono Mertua Andika Perkasa, Hartanya Diwariskan ke Menantu
Pilihan
-
Tol Akses IKN Difungsionalkan Mei 2025, Belum Dikenakan Tarif
-
PHK Meledak, Klaim BPJS Ketenagakerjaan Tembus Rp 289 Miliar
-
Investigasi Kekerasan di Paser: Polisi dan Tokoh Adat Serukan Kedamaian
-
Nyawa Masyarakat Adat Paser Melayang, Massa Demo Minta Pj Gubernur dan Kapolda Kaltim Dicopot
-
Komersialisasi Bandara IKN Tunggu Revisi Perpres 131/2023, Kata Wamenhub Suntana
Terkini
-
KPU Gunungkidul Siapkan Jurus Jitu Atasi Kendala Internet di 41 TPS
-
960 Ribu Pelajar dan Mahasiswa Terjerat Judi Online, Ini Cara Kampus di Jogja Mengatasinya
-
Terpidana Mati Mary Jane Bakal Dipindah ke Filipina, Begini Tanggapan Komnas HAM
-
Ratusan TPS Masuk Kategori Rawan, Bawaslu Kulon Progo Intensifkan Pengawasan
-
Banyak Aduan Tidak Ditindaklanjuti, Front Masyarakat Madani Laporkan Bawaslu Sleman ke Ombudsman DIY