SuaraJogja.id - Masyarakat selalu beranggapan bahwa boneka adalah mainan untuk anak perempuan yang masih kecil. Namun, stigma tersebut didobrak oleh komunitas Djogja Dolanan Doll atau DDD.
Berdiri sejak tahun 2018, anggota komunitas pencinta boneka di Jogja ini justru kebanyakan adalah orang dewasa. Mereka menempatkan boneka sebagai media berkarya, bukan lagi sekedar sarana bermain belaka.
Hal itu disampaikan oleh salah satu penggagas Djogja Dolanan Doll, Yan Mahmud Fau, saat berbincang dengan SuaraJogja.id di sela pameran yang digelar di Hartono Mall Yogyakarta pada Minggu (27/12/2020) kemarin.
Berbekal penjelasan dari seniornya, pria yang berprofesi sebagai dokter kecantikan itu mengatakan bahwa pada dasarnya cara anak-anak dan orang dewasa memperlakukan boneka itu berbeda.
"Kebetulan saya seorang dokter, terus saya punya senior seorang psikiater, SpKJ, spesialis jiwa gitu, ya. Saya membahas dengan beliau, apa sih yang membedakan orang dewasa bermain dolls dengan anak kecil bermain dolls," kata Yan.
"Bedanya adalah, ketika anak kecil itu untuk sesuatu hal yang imajinatif, untuk bermain peran. Jadi kayak bermain peran, pergi ke pasar, dia berkhayal ini hidup, kemudian memainkan karakter tersendiri. Jadi untuk properti bercerita," lanjutnya menjelaskan.
Sementara di tangan orang dewasa, boneka adalah media untuk berkarya. Kalau pun boneka dijadikan sebagai properti cerita oleh mereka yang suka mendongeng, pasti nilai dan pesan yang disampaikan lebih dalam ketimbang cerita dari anak kecil.
"Orang dewasa itu menggunakan dolls ini untuk media berkarya. Contohnya kayak tadi, fotografi. Jadi kita memang di dunia fotografi banyak aliran ya, salah satunya itu toys photography, (termasuk) dolls photography," tegas Yan lagi.
Anggota Djogja Dolanan Dolls sendiri banyak memanfaatkan koleksi boneka mereka untuk fotografi hingga membuat karya fesyen dan furnitur. Hal itu karena anggota komunitas memang berasal dari berbagai macam latar belakang profesi.
Baca Juga: Komunitas Djogja Dolanan Doll: Bertemu dan Berkumpul berkat Boneka
Soal stigma bahwa boneka hanya untuk perempuan, Yan memiliki pendapatnya sendiri. Pria berusia 31 tahun ini menjabarkan bahwa stigma tersebut muncul berkaitan dengan nilai ekonomi yang dilekatkan ke suatu barang.
Sejak dibuat, identitas boneka dianggap sudah dilekatkan kepada perempuan. Pada akhirnya, muncul pola pikir para orang tua untuk langsung memilih boneka ketika sedang mencari hadiah untuk anak perempuan mereka.
"Ini (stigma boneka hanya untuk perempuan) ada kaitannya dengan masalah nilai ekonomi. Suatu barang ketika dia punya identitas, nilai jualnya akan meningkat, sehingga orang punya alasan untuk membeli," tutur Yan.
"Contoh nih ya, ada mainan, mainan ini bisa untuk anak laki-laki, bisa untuk anak perempuan. Ketika ada orang tua, anaknya mau ulang tahun minggu depan, orang tua mau beliin kado. Kalau anaknya perempuan, yang terpikirkan apa? Beli boneka, kan?" lanjut Yan.
Pendapat semacam itu dianggap tak akan muncul kalau dari awal boneka tidak diidentikan dengan perempuan. Menurut Yan, ini termasuk teknik marketing agar boneka lebih punya nilai jual di mata masyarakat.
Yan kemudian menambahkan bahwa tak ada yang salah apabila anak laki-laki atau bahkan laki-laki dewasa menyukai boneka. Selama itu dimanfaatkan dengan baik dan menjadi media berkarya, tidak ada salahnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 45 Kode Redeem FF Terbaru 8 Agustus: Klaim Pain Tendo, Diamond, dan SG2
- Eks BIN: Ada Rapat Tertutup Bahas Proklamasi Negara Riau Merdeka
- Siapa Pembuat Film Animasi Merah Putih One For All yang Tuai Kontroversi?
- Saat Kibarkan One Piece Dianggap Ancaman, Warung Madura Ini Viral Jadi 'Musuh Dunia'
- 47 Kode Redeem FF Max Terbaru 8 Agustus: Dapatkan Skin Itachi dan Parafal
Pilihan
-
Pilih Nomor 21, Jay Idzes Ikuti Jejak Pemain Gagal Liverpool di Sassuolo
-
Christian Adinata Juara Thailand International Series 2025: Comeback Epik Sang Tunggal Putra
-
PSG Tendang Gianluigi Donnarumma, Manchester United Siap Tangkap
-
Persib Sikat Semen Padang, Bojan Hodak Senang Tapi Belum Puas: Lini Depan Jadi Sorotan
-
Senyum Manis Jay Idzes Tanda Tangan Kontrak dengan Sassuolo
Terkini
-
HAN 2025 Bantul: Bukan Sekadar Perayaan, Ini Aksi Nyata Cegah Kekerasan pada Anak
-
Sukses di Pakualaman, Bisakah MAS JOS Jadi Solusi Sampah Kota Yogyakarta?
-
Konsesi Tambang Belum Terealisasi, LBH Muhammadiyah Tuntut Prabowo Lahirkan Kebijakan Kongkrit
-
Cinta Bola, Cinta OPPO! Meriahkan BRI Super League 2025 di OPPO Fan Zone
-
Skandal Judi Online Jogja: Masyarakat Melapor? JPW Curiga, justru Bandar yang Dilindungi