SuaraJogja.id - Perkumpulan Pengusaha Malioboro Ahmad Yani (PPMAY) DIY meminta Pemda untuk mengambil alih pengelolaan Malioboro. Selama ini Pemkot Yogyakarta dinilai tidak bisa mengelola kawasan tersebut secara maksimal.
Pengambilalihan pengelolaan kawasan tersebut dirasa penting, mengingat Malioboro menjadi salah satu bagian dari sumbu imajiner keistimewaan DIY yang diajukan Pemda DIY sebagai warisan budaya dunia ke UNESCO. Apalagi, penataan kawasan yang sesuai dengan syarat Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa tersebut harus segera direalisasikan
"Sekarang ini kondisi Malioboro kan masih belum tertata rapi. Ini yang kami sayangkan, padahal pemerintah provinsi mengeluarkan biaya yang besar, tapi kan masih acak-acakan dan malah kecenderungan ke arah kumuh. Banyak tenda-tenda yang menutupi kawasan itu," ungkap Ketua Umum PPMAY Sadono Mulyono usai bertemu dengan Gubernur DIY Sri Sultan HB X di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Selasa (5/1/2021).
Menurut Sadono, selama ini para pengusaha di kawasan tersebut tidak pernah tahu mau dibuat apa Malioboro ke depannya. Baru saat Pemda mengajukannya ke UNESCO, mereka mendukung kebijakan tersebut. Hal itu sesuai dengan predikat DIY sebagai Kota Budaya dan Pariwisata serta Kota Pendidikan.
Meski pengelolaan Malioboro nantinya dilakukan Pemda, penataan ulang tersebut tidak harus mengusir pedagang kaki lima (PKL) yang selama ini berjualan di Malioboro. Mereka bisa saja ditata agar lebih rapi dan tidak mengganggu estetika kawasan tersebut.
"PKL perlu diuwongke [dimanusiakan], tapi ya karena terlalu banyak terus gimana, perlu ditata ulang," tandasnya.
Pemda DIY bersama Pemkot Yogyakarta sendiri sejak beberapa bulan terakhir melakukan penataan kawasan Malioboro dalam rangka mendukung predikat warisan budaya dunia tersebut. Di antaranya dengan menutup akses kendaraan bermotor di kawasan tersebut pada pukul 18.00 hingga 21.00 WIB setiap harinya.
Kebijakan tersebut sempat ditentang sejumlah pihak seperti PKL, becak motor (bentor) dan pemilik toko karena dirasa merugikan mereka secara ekonomi. Padahal selama pandemi COVID-19 ini, mereka sudah mengalami penurunan omzet.
Kontributor : Putu Ayu Palupi
Baca Juga: Tambah 218 Kasus di Awal Tahun, 13 Pasien COVID-19 di DIY Meninggal
Berita Terkait
-
Tambah 218 Kasus di Awal Tahun, 13 Pasien COVID-19 di DIY Meninggal
-
Semua Rumah Sakit di Jogja Dikabarkan Penuh, Begini Penjelasan Pemda DIY
-
Ada Pembatasan Kerumunan, Sampah Malam Tahun Baru di Jogja Tak Ada Lonjakan
-
Heroe Akui Ada Kerumunan di Malioboro dan Titik Nol Saat Malam Tahun Baru
-
4 Jam Menuju Tahun Baru, Kawasan Tugu dan Malioboro Masih Sepi Pengunjung
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
10 Kuliner Hidden Gem Jogja yang Wajib Dicoba, Cocok Buat Jalan Santai Akhir Pekan
-
Jeritan Hati Sopir TransJogja: Gaji Tipis, Denda Selangit, dan Ironi di Balik Kemudi
-
Jelang Libur Nataru, Kapolri Pastikan DIY Siap Hadapi Ancaman Bencana La Nina dan Erupsi Merapi
-
Tragis! Angin Kencang Tumbangkan Pohon di Monjali Sleman, Dua Orang Tewas
-
Kisah Ironis di Jogja: Bantu Ambil Barang Jatuh, Pelaku Malah Kabur Bawa Dompet dan Ponsel