SuaraJogja.id - Belasan anak kecil berlarian di sekitar tempat pembangunan Rumah Belajar yang terletak di Dusun Ngentak RT 4, Kalurahan Seloharjo, Kapanewon Pundong, Kabupaten Bantul. Sesekali anak usia 7-9 tahun itu menghindari tumpukan pasir yang berada di sekitar bangunan.
Seorang wanita 20 tahunan menerima kedatangan Suarajogja.id yang sore itu tiba di Rumah Belajar Gratis Persatuan Generasi Didik Cinta Ilmu (PGDCI). Dirinya mempersilahkan masuk untuk menunggu penggagas rumah belajar yang ditujukan kepada masyarakat desa itu.
Tak selang lima menit, seorang pemuda menyambut kedatangan kami. Guntur Ginanjar, pemuda 29 tahun yang merupakan pendiri rumah belajar sekaligus Ketua Umum Organisasi PGDCI menceritakan kisahnya rela membangun rumah pendidikan gratis di tengah pelosok desa tersebut.
Berawal dari kegiatan sosial yang kerap ia lakukan ke pelosok DIY bersama rekan-rekannya. Guntur, cukup prihatin dengan pendidikan anak kecil yang harus berjibaku dengan keadaan yang sulit.
"Awalnya kami sering bantu-bantu di pelosok Yogyakarta. Walau tidak ada bencana kami sering membantu mereka. Kami sering menyalurkan sembako di sana sampai tahu karakter dan keadaan masyarakat di pelosok itu. Keprihatinan saya terhadap pendidikan di desa itu terlihat saat seorang anak kelas 1 SD harus berjuang ke sekolah dengan jalan kaki sepanjang 1 kilometer lebih," terang Guntur ditemui di ruang sekretariat PGDCI, Rabu (6/1/2021).
Guntur menceritakan hal itu terjadi di wilayah Gedangsari, Gunungkidul. Anak yang dia temui juga hanya diberi uang saku Rp2 ribu dalam sehari.
"Hal itu membuat saya dan teman-teman miris. Akhirnya pada 2017 kami membuat organisasi terlebih dahulu. Lalu muncullah nama PGDCI ini," ungkap pria asal Karawang, Jawa Barat itu.
Kala itu, rumah belajar belum dia cetuskan. Masih sebatas tempat pembelajaran kecil di teras rumah kawan dan mengajak anak-anak untuk belajar bersama.
"Sembari mengajak anak-anak belajar, kami menyiapkan segala macam barang untuk mendirikan rumah belajar. Kami juga sosialisasi dengan warga di sana, terlebih dahulu kami minta izin dukuh dan akhirnya diterima. Sekitar 4-6 bulan kami menyiapkan barang yang diperlukan, hingga rumah belajar pertama berhasil kami dirikan," ujar Guntur.
Baca Juga: Pagi Buta Ribut di Lapangan Wijirejo, 9 Orang Diamankan Polres Bantul
Sebelum menyiapkan materi pembelajaran, Guntur dan teman-temannya sepakat untuk membangun karakter dan akhlak anak kecil yang saat itu dinilai tak sesuai. Pasalnya anak-anak yang seharusnya bermain dan mengenal dunia bermain, lebih sering sibuk dengan gawai yang mereka miliki.
"Jadi saya melihat tidak hanya keadaan anak yang kesulitan sekolah, tapi juga perilaku anak. Saat kami membuat kegiatan, anak-anak ini malah lebih fokus bermain handphone. Hampir seharian mereka duduk di tempat yang sama dan tidak pindah," kata dia.
Tak hanya itu, dirinya mencoba meminjam handphone anak dan melihat riwayat pencarian. Hasilnya banyak hal yang tak seharusnya dilihat dan dikonsumsi anak sekecil itu.
"Itu tidak mudah, kami juga berusaha untuk menyadarkan anak-anak bahwa ada hal yang berbahaya ketika bermain handphone. Dari hal itu akhirnya saya mendirikan rumah belajar sekaligus ikut menguatkan akhlak anak-anak itu," jelas dia.
Dirinya juga meminta orang tua anak ikut menjaga dan memperhatikan kegiatan anak. Bermain handphone harus dibatasi, meski keadaan pandemi covid-19 memaksa anak belajar menggunakan gawai.
Fokus untuk membangun pendidikan anak di pelosok desa, Rumah Belajar Gratis ini tak hanya dibangun di Gunungkidul. Kabupaten Kulonprogo dan Sleman sudah terdapat rumah belajar milik PGDCI.
Berita Terkait
-
Perusahaan EdTech Novakid Mulai Beroperasi di Pasar Pendidikan Indonesia
-
Potret Pendidikan Desa Terpencil di Kerinci
-
Mengenal Reggio Emilia Approach, Filosofi Pendidikan Usia Dini Asal Italia
-
2021, Rizki dan Ridho D'Academy Ingin Bangun Yayasan Pendidikan
-
Kemuning Kembar, Memadukan Psikologi dan Pendidikan dengan Budaya
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Motor Bekas di Bawah 10 Juta Buat Anak Sekolah: Pilih yang Irit atau Keren?
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- 5 Mobil Bekas 3 Baris Harga 50 Jutaan, Angkutan Keluarga yang Nyaman dan Efisien
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
- 10 Mobil Bekas Rp75 Jutaan yang Serba Bisa untuk Harian, Kerja, dan Perjalanan Jauh
Pilihan
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
-
Agensi Benarkan Hubungan Tiffany Young dan Byun Yo Han, Pernikahan di Depan Mata?
-
6 Smartwatch Layar AMOLED Murah untuk Mahasiswa dan Pekerja, Harga di Bawah Rp 1 Juta
Terkini
-
Dukung Konektivitas Sumatra Barat, BRI Masuk Sindikasi Pembiayaan Flyover Sitinjau Lauik
-
Hidup dalam Bayang Kejang, Derita Panjang Penderita Epilepsi di Tengah Layanan Terbatas
-
Rayakan Tahun Baru di MORAZEN Yogyakarta, Jelajah Cita Rasa 4 Benua dalam Satu Malam
-
Derita Berubah Asa, Jembatan Kewek Ditutup Justru Jadi Berkah Ratusan Pedagang Menara Kopi
-
BRI Perkuat Pemerataan Ekonomi Lewat AgenBRILink di Perbatasan, Seperti Muhammad Yusuf di Sebatik