Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Jum'at, 26 Februari 2021 | 19:43 WIB
Kuasa Hukum Serikat Pekerja Mandiri Grand Quality, Marganingsih (tengah) dan Salah satu pekerja Hotel Grand Quality, Nur Aisyah (kanan), dalam konferensi pers di Kamayan Coffee, Caturtunggal, Jumat (26/2/2021). [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]

SuaraJogja.id - Sebanyak 54 pekerja Hotel Grand Quality hampir kehabisan kesabaran menanti kepastian masa depan mereka. Pasalnya sejak April mereka sudah lagi tidak dipekerjakan tanpa memperoleh hak normatifnya yakni pesangon.

Kuasa Hukum Serikat Pekerja Mandiri Grand Quality, Marganingsih, menuturkan perundingan yang sudah berjalan sejak 13 Januari 2021 ternyata berakhir dengan jalan buntu. Pasalnya anjuran pesangon dari Dinas Ketenagakerjaan Sleman pada Oktober 2020 lalu sebesar Rp3,3 miliar dengan rincian kompensasi pemutusan hubungan kerja (PHK) Rp2,6 miliar dan upah Rp747 juta tidak dibayarkan.

"Kami telah dapat anjuran pengupahan dan pesangon, oleh Dinas Ketenagakerjaan Sleman, kami setujui. Tapi masih saja dari pengusaha minta nego terus. Kami bukan tidak sabar, tapi ini sudah keterlaluan," ujar Marga, dalam konferensi pers di Kamayan Coffee, Caturtunggal, Jumat (26/2/2021).

Menurut Marga, langkah yang dilakukan oleh pihak pengusaha tersebut terbilang mengecewakan. Pasalnya 54 pekerja itu bukan para pekerja yang baru saja bergabung atau bekerja di sana.

Baca Juga: Kedai Gudeg Jogja di Bekasi Kebakaran, Pemilik Alami Luka Bakar 60 Persen

Sebanyak 54 pekerja yang sekarang nasibnya masih digantung itu padahal telah mengabdi sejak 1992. Melihat dari periode pengabdian yang lama di perusahaan tersebut maka sudah seharusnya para pekerja itu berhak mendapat pesangon.

"Beberapa dari mereka [pekerja] tidak ada pekerjaan atau bisnis sampingan ya oomatis menjerit. Kenapa pihak pengusaha mengabaikan. Sedangkan mereka sudah mengabdi dari 1992. Kenapa tidak ada penghargaan dari pihak pengusaha sama sekali. Kalau mau bermusyawarah jangan buat terombang-ambing kami menunggu pesangon dari pengusaha," tegasnya.

Marga menyampaikan pihaknya akan menempuh jalur hukum dengan permohonan pailit pada awal Maret mendatang. Hal itu akan dilakukan jika tidak ada respon positif dari perusahaan sampai waktu yang sudah ditentukan.

"Kami menyesalkan sikap pemegang saham khususnya Presiden Direktur yang tidak patuh atas nota anjuran dari Dinas Ketenagakerjaan sebagai solusi untuk penyelesaian perselisihan hubungan industrial," terangnya.

Sementara itu salah satu pekerja Hotel Grand Quality, Nur Aisyah, memaparkan bahwa sejak April 2020, ia bersama pekerja lainnya tidak mempunyai status yang jelas. Entah diliburkan dengan alasan Covid-19 tanpa status yang jelas.

Baca Juga: 10 Hotel di Jogja yang Nyaman dan Aesthetic dengan Harga di Bawah Rp350.000

"Kami bekerja dari 1992 sampai terakhir bulan April 2020. Kami tidak diberitahu [secara pasti] cuma kita libur karena Covid-19 semua karyawan dari GM sampai pelayan itu dirumahkan atau diliburkan tanpa ada apa-apa," kata Nur.

Lalu ia bersama rekan-rekannya, berinisiatif untuk mengecek kejelasan status mereka ke BPJS ketenagakerjaan. Sebab menurut informasi yang diterima, para pekerja yang terdampak Covid-19 mendapat bantuan dari presiden.

"Kami ngecek nama kami ternyata tidak ada dan ternyata ditutup oleh perusahaan," ungkapnya.

Mereka, para karyawan sudah melakukan mediasi dengan pihak pengusaha. Namun hasilnya masih belum sesuai seperti yang diharapkan.

Hingga pada akhirnya mediasi itu dibantu oleh Dinas Ketenagakerjaan, antara pengusaha dan pekerja. Dengan hasil seperti yang telah disampaikan tadi, melahirkan nota anjuran pembayaran pesangon.

Kini ia dan rekan-rekan pekerja lainnya, berharap perusahaan dapat memberikan hak normatif pekerja berupa pesangon yang sesuai seperti yang sudah ada di dalam anjuran dari Dinas Ketenagakerjaan tadi.

"Ya kami harap pengusaha terbuka hatinya segera beri hak-hak normatif kami karyawan. Sebab kami telah ditelantarkan satu tahun," tandasnya. 

Load More