Terkait pemilu, yang berbiaya mahal hingga mendorong kandidat untuk melakukan korupsi, Zainal menyebutkan, perlu adanya perbaikan sistem pemilihan, aturan, sampai penegakannya.
Kondisi biaya politik mahal ini juga diamini Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini. Kendati begitu, ia menggarisbawahi ketidakjujuran peserta pilkada saat melaporkan dana kampanye.
Berdasarkan kajian KPK, Titi menerangkan, kandidat kepala daerah membutuhkan biaya rata-rata Rp20 miliar hingga Rp30 miliar untuk maju sebagai bupati/wali kota dan bisa ratusan miliar untuk calon gubernur dalam pilkada.
Namun kenyataannya, dalam laporan dana kampanye calon para kepala daerah yang dipublikasikan KPU di situs resminya, tak ada angka sebesar itu.
"Anomalinya adalah, yang disebutkan itu selalu politik biaya tinggi, tetapi ketika kita ingin mengkonfirmasi melalui mekanisme formal, data yang kita dapat adalah data yang seperti ini," kata Titi.
Ia menambahkan, ada ketidakjujuran dalam laporan dana kampanye karena sumbangan yang diterima tidak semua dilaporkan. Bahkan, lanjutnya, berdasarkan temuan di tahun-tahun sebelumnya, KPK sendiri sudah dengan sangat lugas memaparkan bahwa "calon menyerahkan sejumlah uang kepada partai politik, namun tidak dilaporkan sebagai penerimaan dana partai politik."
Titi pun menyayangkan, hingga kini belum ada solusi konkret yang ditawarkan meskipun sudah diketahui secara gamblang permasalahan soal korupsi oleh politisi.
Namun, untuk permasalahan korupsi calon kepala daerah yang belum dilantik -- sebelumnya diungkapkan Zainal, Titi menawarkan dua opsi: LHKPN harus dilaporkan calon kepala daerah meskipun bukan pejabat negara dan tindak pidana korupsi juga bisa ditegakkan pada calon pejabat negara.
Sementara itu, narasumber lainnya, Dosen Fakultas Ilmu Sosial Politik (Fisipol) UGM Mada Sukmajati, mengungkapkan siklus korupsi politisi yang ia kutip dari seorang politikus PDI Perjuangan.
Baca Juga: KPK Sita Uang Rp 1,4 Miliar, Nurdin Abdullah : Itu Bantuan Untuk Masjid
Di tahun pertama, ia menjelaskan, pemenang pilkada akan mengembalikan modal, lalu mencari untung di tahun kedua dan ketiga, diikuti akumulasi modal untuk pemilu berikutnya pada tahun keempat dan kelima, supaya terpilih lagi.
"Pak Nurdin itu terpilih [sebagai gubernur] di Pilkada 2018 ya kalau enggak salah. Ini mungkin sudah tidak return of capital ini, sudah tidak mau mengembalikan modal, tapi sudah fase profit taking, profit seeking, ngambil untung dulu di tahun kedua dan ketiga," ujar Mada.
Senada dengan Zainal, Mada menilai, para politikus memang pandai mencari celah untuk melakukan korupsi, bahkan, kata dia, sejak awal dilantik.
"Mungkin bahkan ketika mengucapkan sumpah pelantikan itu di dalam otaknya mungkin sudah berniat korupsi, jadi mulutnya mengucapkan sumpah janji jabatan pada Allah dan seterusnya, tapi otaknya sudah mikir, nanti setelah dilantik, apa yang bisa dikorup," ungkap Mada.
Berita Terkait
-
KPK Sita Uang Rp 1,4 Miliar, Nurdin Abdullah : Itu Bantuan Untuk Masjid
-
Ditahan Sejak Akhir Februari, Nurdin Abdullah Baru Diperiksa KPK Hari Ini
-
Terbaru! Geledah di 4 Lokasi Nurdin Abdullah KPK Temukan Ini
-
Kasus Suap Gubernur Sulsel, KPK Temukan Rp1,4 Miliar dan 10 Ribu Dolar AS
-
Lagi ! KPK Temukan Dolar dan Rp 1,4 Miliar Saat Penggeledahan di Makassar
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Motor Bekas di Bawah 10 Juta Buat Anak Sekolah: Pilih yang Irit atau Keren?
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- 5 Mobil Bekas 3 Baris Harga 50 Jutaan, Angkutan Keluarga yang Nyaman dan Efisien
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
- 10 Mobil Bekas Rp75 Jutaan yang Serba Bisa untuk Harian, Kerja, dan Perjalanan Jauh
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Dukung Konektivitas Sumatra Barat, BRI Masuk Sindikasi Pembiayaan Flyover Sitinjau Lauik
-
Hidup dalam Bayang Kejang, Derita Panjang Penderita Epilepsi di Tengah Layanan Terbatas
-
Rayakan Tahun Baru di MORAZEN Yogyakarta, Jelajah Cita Rasa 4 Benua dalam Satu Malam
-
Derita Berubah Asa, Jembatan Kewek Ditutup Justru Jadi Berkah Ratusan Pedagang Menara Kopi
-
BRI Perkuat Pemerataan Ekonomi Lewat AgenBRILink di Perbatasan, Seperti Muhammad Yusuf di Sebatik