Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Minggu, 14 Maret 2021 | 08:50 WIB
Ilustrasi hoaks. (Shutterstock)

SuaraJogja.id - Perkembangan teknologi di era digital mendorong akses dan penyebaran informasi menjadi tanpa batas sekaligus tidak terkontrol. Akibatnya, banyak hoaks, misinformasi, dan ujaran kebencian yang muncul saat ini.

Seringkali alasan minimnya literasi media dan literasi digital untuk memeriksa sumber berita serta kesadaran untuk selalu mempertanyakan berita yang diterima dijadikan faktor munculnya hoaks dan disinformasi. Padahal selain itu ada "tukang kompor" yang sengaja memanaskan isu demi kepentingan-kepentingan tertentu.

"Memang ada upaya-upaya tertentu yang muncul ditengah-tengah kita untuk terus kipas-kipas dan memunculkan api-api itu," ujar Santi Indra Astuti Program Manager Tular Nalar dalam diskusi online Hoaks dari Sisi Radio Komunitas, Sabtu (13/03/2021).

Dicontohkan Santi, dalam kurun waktu 2018-2019 muncul produsen besar hoaks yang tertangkap dan dibawa ke jalur hukum seperti MCA dan Saracen. Meski kedua dedengkot hoaks tersebut sudah ditangkap, disinformasi masih saja marak terjadi hingga saat ini.

Baca Juga: Penataan Cagar Budaya DIY Punya Tantangan Besar, Ini Saran Stafsus Presiden

Bila dibiarkan tanpa ditindak tegas, maka hoaks ini akan menjadi fenomena gunung es yang sangat berbahaya. Produsen-produsen hoaks masih akan beranak-pinak untuk memanaskan suasana di masyarakat.

diskusi online Hoaks dari Sisi Radio Komunitas, Sabtu (13/03/2021). [Kontributor / Putu Ayu Palupi]

"Saat ini eskalasi hoaks masih saja terjadi. Orang yang diberi tahu yang benar begini yang salah begini, cara memersiksa begini ternyata tidak lantas membuat fenomena ini terjadi. Persoalan politik ataupun pandemi covid-19 saat ini masih saja memunculkan banyak hoaks," paparnya.

Jalan keluar untuk mengatasi persoalan hoaks ini, lanjut Santi tidaklah mudah. Diantaranya melalui kolaborasi semua pihak untuk memperkecil ruang gerak para produsen hoaks.

"Kalau dilihat dari sisi makro, persoalan hoaks bukan hanya karena masalah kurangnya kapasitas individu. Namun ada diluar sana pihak-pihak yang memanfaatkan defisit literasi diantara kita sehingga terus menerus memunculkan suasana [panas] seperti saat ini," ungkapnya.

Sementara Ketua Jaringan Radio Komunitas, Sinam Sutarno mengungapkan hoaks banyak bertebaran jusru di level mikro, terutama di sosial media (sosmed). Banyak khalayak yang menjadi korban hoaks dari gap informasi teknologi digital. Kemudaha mendistribusikan kabar berita menggunakan gawai dan sarana internet membuat orang dengan mudah membagikan, maupun menularkan konten informasi secara cepat dan singkat.

Baca Juga: Pulihkan Ekonomi, BNPB Dampingi UMKM Terdampak Bencana di DIY

Konten dan cepatnya membagikan informasi inilah yang patut disikapi dengan bijak oleh masyarakat. Dengan demikian masyarakat lebih bisa memilih dan memilah konten informasi apa yang patut diakses dan dibagikan, sehingga tidak memberikan dampak yang meresahkan bagi masyarakat secara luas.

"Perlu adanya program yang bersifat merangkul masyarakat di luar jaringan internet agar mereka mendapatkan informasi yang benar sehingga masyarakat untuk berpikir kritis dan bijak dalam menerima segala macam informasi yang beredar di sekitarnya," paparnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

Load More