Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Sabtu, 17 April 2021 | 13:56 WIB
Ilustrasi Pancasila (shutterstock)

SuaraJogja.id - Pusat Studi Pancasila UGM mengkritik pemerintah atas dihapusnya Pendidikan Pancasila melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), yang diundangkan pada 31 Maret 2021.

Salah satu alasannya, melalui PP 57/2021, yang baru diteken tersebut, pemerintah menghapuskan Pendidikan Pancasila, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia sebagai pelajaran atau mata kuliah wajib.

"Penghapusan Pendidikan Pancasila sejak diberlakukan UU Sisdiknas 2003 mengakibatkan generasi muda Indonesia pasca-reformasi kehilangan rujukan penting tentang hakikat hidup bernegara yang baik dan tepat. Fenomena bahwa generasi milenial, 85% dari mereka rentan terpapar radikalisme-terorisme sebagaimana temuan BNPT Desember 2020 kadang dianggap memberi indikasi mengenai dampak ikutan dari kebijakan ini," ungkap Kepala Pusat Studi Pancasila UGM Agus Wahyudi melalui keterangan tertulis yang diterima SuaraJogja.id pada Jumat (16/4/2021).

Padahal, menurut keterangannya, penting bagi anak didik untuk mendapatka pendidikan yang berkaitan dengan pengembangan karakter, etika, dan integritas. Di antaranya melalui Pendidikan Pancasila.

Baca Juga: Pancasila dan Bahasa Indonesia Hilang, Nadiem Makarim Disebut Tersesat

Pihaknya menilai, Pendidikan Pancasila penting karena mengandung konten yang kaya dan secara historis bermakna dalam memberi sumbangan pembentukan imaginasi negara bangsa modern.

"Pancasila adalah nilai moral dan basis pendidikan kewarnegaraan. "Nilai moral" mengungkapkan atau mengekspresikan apa yang dianggap penting oleh warga negara dalam hidup mereka dan dalam kehidupan bersama orang-orang yang berbeda," terang Agus.

Lantas, dihapusnya, atau tidak disebutkannya Pendidikan Pancasila dalam standar kurikulum sebagai pelajaran dan mata kuliah wajib menimbulkan banyak tanda tanya.

Pusat Studi Pancasila UGM pun beranggapan, pemerintah tak menghargai pengertian penting sejarah Pancasila bagi pembentukan identitas, dan cara hidup bersama yang terbaik sebagai warga negara.

"Kebijakan dalam PP 57/2021 terkait Pancasila karena itu merefleksikan pengambilan keputusan tanpa informasi lengkap dan tanpa pertimbangan yang mendalam (neither well-informed nor thoughtful) dan mencerminkan sikap yang tidak bertanggung jawab terhadap Pancasila," tegas Agus.

Baca Juga: BPIP Kaget Pancasila Tak Masuk Pelajaran Wajib

Untuk itu, pihaknya memberi tanggapan keras terhadap keputusan pemerintah tersebut, yang terbagi atas lima poin, sebagai berikut:

  1. Pendidikan sangat berkepentingan dalam pengembangan karakter, etika, dan integritas pada anak didik. Sementara Pancasila menempati posisi unik, mengandung nilai yang kaya akan sejarah dan bermakna dalam memberi sumbangan bagi pemikiran masa depan, karena Pancasila adalah nilai moral dan basis pendidikan kewarnegaraan. "Nilai moral" mengungkapkan apa yang dianggap penting oleh warga negara dalam hidup mereka dan kehidupan bersama orang orang yang berbeda.
  2. Terbitnya PP 57/2021 tentang Standar Nasional Pendidikan telah menghilangkan Pancasila sebagai materi dan muatan wajib kurikulum mulai dari jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Hal ini tertuang dalam pasal 40 ayat 2 dan 3 yang menyebutkan, kurikulum pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi hanya wajib memuat pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, dan bahasa.
  3. Konsideran mengingat PP 57/2021 tidak memuat dan merujuk sama sekali UU No.12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, tetapi hanya merujuk UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sudah kita ketahui bersama bahwa dalam UU No. 20 tahun 2003 di Pasal 37, baik di ayat 1 untuk Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah, maupun ayat 2 untuk kurikulum Pendidikan Tinggi, tidak memuat secara khusus dan penyebutan secara eksplisit tentang Pendidikan Pancasila.
  4. Konsideran mengingat PP 57/2021 ini tidak merujuk prinsip lex specialis UU No.12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi dalam Pasal 35 ayat 3 butir c, yang secara jelas menyebutkan kurikulum Pendidikan Tinggi wajib memuat mata kuliah Pancasila. Atau kalau mau merujuk UU No. 20 tahun 2003, di BAB I Ketentuan Umum dalam Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi: “Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik 3 Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman”.
  5. Menghapus pendidikan Pancasila sebagai kurikulum wajib, apalagi hanya Pancasila saja yang dihapus merupakan tindakan yang berbahaya karena potensial mengubur Pancasila dalam upaya Pembudayaan Pancasila melalui jalur Pendidikan Nasional. Secara politik, jika agama dan kewarganegaraan adalah penting dan diwajibkan, maka penghapusan Pancasila adalah menghapus landasan sebagai nilai moral. Maka hal ini akan membayakan bagi masa depan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tak hanya mengkritik, Pusat Studi Pancasila UGM juga memberikan tiga rekomendasi dan tindak lanjut yang perlu dilakukan pemerintah pasca-penekenan PP SNP:

  1. Pusat Studi Pancasila UGM meminta Pemerintah untuk membatalkan Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan dan atau merevisi Pasal 40 muatan kurikulum di berbagai jenjang pendidikan.
  2. Pusat Studi Pancasila UGM merekomendasikan untuk melakukan uji materi (judicial review) terhadap pasal-pasal yang tidak relevan dalam mendukung kemajuan pendidikan karakter bangsa yang tertuang UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
  3. Pusat Studi Pancasila UGM mengajak segenap elemen bangsa, para relawan advokat/lawyer, para ahli untuk bahu membahu bersama dengan guru, dosen, pendidik, dan pegiat Pancasila di tanah air untuk bergabung mewujudkan uji materi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Load More