Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Rabu, 12 Mei 2021 | 08:46 WIB
Ustaz Abu Kahfi bersama dengan beberapa santri yang masih berada di Pondok Pesantren Rumah Tahfidz Tunarungu Darul A’Shom yang berada di Dusun Kayen, Desa Condongcatur, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Selasa (11/5/2021). [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]

"Saya pakai [ruko itu] hingga enam bulan, dengan sudah ada 15 orang [yang tergabung dalam ponpes itu], dua orang perempuan dan 13 laki-laki," terangnya.

Disebutkan Ustaz Abu, semakin lama ternyata semakin banyak orang yang mengetahui tentang keberadaan ponpes tersebut. Hingga kemarin saat bulan ramadhan tiba banyak orang yang mencari tahu lebih lanjut.

"Alhamdulillah dari rentan waktu 1,5 tahun ini anak kami sudah 59 orang. Sekarang lagi liburan tersisa 9 orang yang masih di pondok. Ditambah masih ada 28 orang yang mendaftar baru. Sehingga jika dijumlahkan sudah sekitar 80an orang," jelasnya.

Semakin bertambahnya santri membuat tempat awal yang berada di Bantul juga semakin sesak. Maka dari itu diputuskan empat bulan yang lalu ponpes tersebut berpindah ke Sleman atau tempat yang sekarang ini ditempati.

Baca Juga: Kisah Warga Lapas Cebongan Mencari Tuhan, 4 Bulan Mualaf Ingin Jadi Hafidz

"Akhirnya ada kontrakan dua rumah di Sleman, dan berbuah dua rumah yang dihibahkan oleh sang pemilik rumah kontrakan untuk digunakan. Ada 3 rumah di sini [Depok] dan 1 di Kalasan itu untuk 13 tahun ke atas yang laki-laki," ucapnya.

Lebih lanjut, Ustaz Abu menuturkan dari puluhan santri yang bergabung dalam ponpes tersebut sebanyak 20 persen berasal dari DIY dan sekitarnya semisal Solo dan Klaten. Sedangkan 80 persen santrinya berada di luar provinsi, mulai dari Medan, Kalimantan, Riau, Batam, Lampung, Karimun, Bali, dan Jabodetabek.

"Alhamdulillah tersebar hampir mewakili semua provinsi. Daftar terbaru ada yang dari Ternate," imbuhnya.

Mengaji pakai bahasa isyarat

Berkumpulnya anak-anak tunarungu yang berasal dari berbagai daerah itu ke Ponpes Tunarungu Darul A’Shom bukan tanpa alasan.

Baca Juga: Disuntik Vaksin, Bupati Rembang Abdul Hafidz: Lebih Sakit Ditampar Istri

Menurut Ustaz Abu, alasan yang jelas diketahui adalah belum adanya pendidikan agama atau pondok bagi anak-anak tunarungu tersebut. Selain itu pihaknya juga baru memperkenalkan konsep mengaji dengan bahasa isyarat seperti yang digunakan di negara-negara Arab.

"Nah di Indonesia belum ada, maka kita kenalkan. Maka mereka [orang tua] jauh-jauh datang ke sini dengan harapan ingin anak-anaknya hafidz Al-Qur'an dengan bahasa isyarat. Meskipun mereka tunarungu ada harapan untuk menjadi hafiz Al-Qur'an," ujarnya.

Bahkan dengan tingkat kesulitan bahasa isyarat yang lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan ucapan biasa, saat itu sudah ada santri yang hafal dua juz.

Selain mengajarkan tahfidz Al-Qur'an, pihaknya juga mengajarkan fikih, ahli bahasa hingga pendidikan formal.

"Mereka yang belajar di sini nanti dibekali juga ijazah paket A, B, C sehingga mereka disetarakan dengan yang umum. Ujiannya kan sama dengan yang umum bukan SLB," terangnya.

Ajarkan otodidak

Load More