SuaraJogja.id - Rencana Presiden Prabowo Subianto untuk membangun Sekolah Rakyat dan Sekolah Unggul Garuda menuai sorotan tajam dari kalangan akademisi.
Meskipun digadang-gadang sebagai solusi pemerataan pendidikan, kebijakan ini dikhawatirkan justru akan melahirkan 'kasta' baru dalam sistem pendidikan nasional dan memperlebar jurang pemisah sosial.
Kekhawatiran ini mengemuka setelah pidato kenegaraan perdana Presiden Prabowo Subianto di Gedung DPR-MPR, Jumat (15/8/2025).
Dalam pidatonya, Prabowo memaparkan konsep Sekolah Rakyat sebagai fasilitas berasrama untuk menghapus kesenjangan dan memberi keterampilan hidup, sementara Sekolah Unggul berfokus pada Sains, Teknologi, Rekayasa, dan Matematika (STEM) untuk mencetak generasi berdaya saing global.
Menanggapi hal tersebut, Dosen Fakultas Pendidikan Bahasa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Endro Dwi Hatmanto, mengingatkan adanya risiko besar di balik pelabelan 'unggul' dan 'rakyat'.
Menurutnya, jika tidak dirancang dengan sangat hati-hati, kebijakan ini dapat menciptakan dikotomi sosial yang berbahaya.
"Label rakyat dan unggul bisa menciptakan sekat yang tidak tertulis, di mana siswa dari sekolah rakyat merasa di kelas bawah dan siswa sekolah unggul merasa di kelas atas," papar Endro saat dihubungi di Yogyakarta, Sabtu (16/8/2025).
Menurutnya, jurang pemisah ini bukan sekadar masalah status, tetapi berpotensi merusak fondasi psikologis siswa.
Stigma yang muncul dapat berdampak langsung pada rasa percaya diri, membatasi peluang karier di masa depan, dan pada akhirnya menjadi kontraproduktif dengan cita-cita besar pemerataan pendidikan itu sendiri.
Baca Juga: Konsesi Tambang Belum Terealisasi, LBH Muhammadiyah Tuntut Prabowo Lahirkan Kebijakan Kongkrit
Endro menekankan, pemerintah seharusnya tidak hanya fokus pada pembangunan fisik.
Ia mendesak agar disiapkan jalur mobilitas sosial yang jelas, seperti program beasiswa penuh dan mekanisme transfer siswa yang memungkinkan pelajar berprestasi dari Sekolah Rakyat bisa melanjutkan pendidikan ke Sekolah Unggul.
"Dengan demikian pelajar berpotensi dari sekolah rakyat tetap memiliki kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di sekolah unggul," ungkapnya.
Pendidikan Bukan Sekadar Gedung dan Teknologi
Lebih jauh, Endro mengkritik pandangan bahwa membangun gedung sekolah yang megah sudah cukup.
Ia menegaskan bahwa kualitas pendidikan adalah sebuah ekosistem yang kompleks, melibatkan guru berkualitas, kurikulum yang relevan, hingga fasilitas yang memadai dari kota besar hingga pelosok desa.
Berita Terkait
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
- 5 Rekomendasi Sepatu Running Selevel Adidas Adizero Versi Lokal, Lentur dan Kuat Tahan Beban
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
Pilihan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
-
Hasil Drawing Play Off Piala Dunia 2026: Timnas Italia Ditantang Irlandia Utara!
-
Pengungsi Gunung Semeru "Dihantui" Gangguan Kesehatan, Stok Obat Menipis!
-
Menkeu Purbaya Lagi Gacor, Tapi APBN Tekor
-
realme C85 Series Pecahkan Rekor Dunia Berkat Teknologi IP69 Pro: 280 Orang Tenggelamkan Ponsel
Terkini
-
Pengujian Abu Vulkanik Negatif, Operasional Bandara YIA Berjalan Normal
-
Tabrakan Motor dan Pejalan Kaki di Gejayan Sleman, Nenek 72 Tahun Tewas di Lokasi
-
Dugaan Korupsi Miliaran Rupiah, Kejati DIY Geledah Kantor BUKP Tegalrejo Jogja
-
Tak Terdampak Erupsi Semeru, Bandara Adisutjipto Pastikan Operasional Tetap Normal
-
AI Anti Boros Belanja Buatan Pelajar Jogja Bikin Geger Asia, Ini Kecanggihannya!