Budi Arista Romadhoni
Sabtu, 16 Agustus 2025 | 19:36 WIB
Ketum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir menyampaikan  Pidato Kebangsaan, Sabtu (16/8/2025). [Istimewa]

SuaraJogja.id - Indonesia memperingati 80 tahun kemerdekaan. Namun ditengah perayaan ini, pemerintah justru mengeluarkan berbagai kebijakan yang memicu kontroversi dan membebani masyarakat, mulai dari pajak yang mencekik, kenaikan harga pokok hingga isu sosial lain yang minim perhatian.

Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir dalam Pidato Kebangsaan, Sabtu (16/8/2025) mengingatkan agar para elite untuk melakukan refleksi.

Sebab meski bangsa ini telah menoreh banyak capaian, tantangan besar justru datang dari dalam seperti penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, dan dominasi oligarki. 

"Ketika hari ini kita merayakan Indonesia Merdeka, sebagian anak bangsa tidak menghayatinya sepenuh jiwa-raga, seakan momentum kemerdekaan itu berlalu begitu saja tanpa makna dan sukma," paparnya.

Menurut Haedar, kemerdekaan yang sudah memasuki usia delapan dasawarsa seharusnya menjadi penanda kedewasaan bangsa. Tetapi pada kenyataannya justru menunjukkan paradoks. 

Padahal perjuangan rakyat Indonesia di masa lalu sangat berat. Ratusan tahun Nusantara diperas penjajah Portugis, Belanda, Inggris, hingga Jepang.

Dari semua itu, Belanda menjadi kolonialis yang paling lama bercokol dan meninggalkan penderitaan mendalam.

"Ketika terjadi berbagai penyalahgunaan dalam praktik berbangsa bernegara, justru 80 tahun Indonesia merdeka jelas paradoks luar biasa. Padahal di masa lalu betapa pedihnya perjuangan rakyat dan para pejuang negeri tercinta demi Indonesia merdeka. Sungguh, sangat menderita rakyat Indonesia," ungkapnya.

Haedar mengutip kisah Eduard Douwes Dekker dalam Max Havelaar yang menggambarkan praktik tanam paksa, korupsi pejabat, hingga politik pecah belah kolonial.

Baca Juga: Bendera One Piece Berkibar: Rektor UMY Ingatkan Pemerintah Soal Ini

Menurutnya, wajah-wajah penindasan itu bisa muncul kembali dalam bentuk baru jika bangsa ini lengah. 

Politik devide et impera menjadi senjata paling ampuh kolonial dalam memecah belah bangsa.

Hal itu tak boleh terulang, apalagi melalui praktik politik kekuasaan modern yang justru menjauhkan bangsa dari cita-cita kemerdekaan.

"Di tengah ganasnya perlakuan penjajah, tidak sedikit di sejumlah daerah ada oknum raja-raja dan pejabat-pejabat pribumi oportunis yang memihak kolonial demi meraih keuntungan sesaat," ungkapnya.

Haedar juga menyinggung praktik korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, dan oligarki politik ekonomi yang menjadi ancaman nyata terhadap kedaulatan rakyat saat ini.

Penghamburan uang negara dan dibiarkannya kesenjangan sosial hanya akan memperdalam jurang ketidakadilan

Load More