SuaraJogja.id - Direktur Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Allan Wardhana mengungkapkan, pemecatan 51 pegawai KPK bertentangan dengan putusan Mahkamah Konsitusi (MK) [khususnya Putusan MK Nomor 70/PUU-XVII/2019 pak].
Allan mengatakan, pemecatan 51 Pegawai KPK tidak berdasar dan merugikan hak pegawai KPK. Terutama, jika merujuk pada pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi, yang menegaskan bahwa pengalihan status harus dilakukan dengan tidak merugikan hak-hak pegawai untuk diangkat menjadi ASN.
"Dengan demikian, maka dapat dipastikan bahwa pemberhentian 51 pegawai KPK bertentangan dengan Putusan MK," kata dia, Minggu (30/5/2021).
Terlebih, pertimbangan hukum dalam putusan MK tersebut mempunyai kekuatan mengikat secara hukum karena termasuk dalam bagian ratio decidendi, lanjut Allan.
Berikutnya, Allan juga menyoroti perihal satu syarat pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN, berdasarkan Pasal 5 Peraturan KPK No. 1 Tahun 2021. Yakni setia dan taat pada Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI dan Pemerintah yang sah.
Untuk memenuhi syarat tersebut, maka tiap pegawai KPK yang akan beralih status harus mengikuti Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang diselenggarakan oleh KPK bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara.
Jika dikaitkan dengan Pasal 23 PKPK No. 1 Tahun 2021, pegawai KPK dapat diberhentikan sebagai ASN salah satunya adalah apabila tidak lagi memenuhi syarat sebagai ASN sebagaimana tertuang pada Pasal 5 peraturan a quo.
Dalam konteks ini, terdapat beberapa persoalan. Bagaimana mungkin pegawai KPK yang selama ini telah bekerja bersama KPK dan berdedikasi dalam pemberantasan korupsi, tidak lulus TWK. Yang sekaligus diartikan bahwa mereka tidak memenuhi syarat setia dan taat pada Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI dan pemerintah yang sah.
"Lantas, seperti apa indikator untuk menentukan kesetiaan, ketaatan para pegawai KPK pada Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI dan Pemerintah yang sah? Apa sebenarnya yang dimaksud dengan setia dan taat pada Pemerintah? Kesetiaan dan ketaatan yang seperti apa yang diinginkan oleh Pemerintah?," ujarnya.
Baca Juga: Soal TWK, Pendeta Gilbert: Ketua Umum PGI Mulai Bertindak Seperti Ketua LBH
Poin berikutnya, pemecatan 51 pegawai KPK dilakukan tanpa transparansi yang jelas. Terutama berkaitan dengan substansi soal yang diujikan dalam TWK, berikut hasil tes yang belum diumumkan hingga saat ini.
Tidak transparannya pelaksanaan TWK dan pemecatan 51 pegawai KPK, tentu telah merugikan hak-hak pegawai KPK sekaligus mengabaikan pengabdian, dedikasi dan kontribusi, yang selama ini telah diberikan oleh para pegawai KPK tersebut.
"TWK yang tidak transparan, seharusnya tidak dapat serta-merta menjadi dasar pemecatan para pegawai KPK. Mengingat syarat alih status sebagaimana tertuang dalam Pasal 3 PP 41/2020 mengatur bahwa, terdapat 5 (lima) persyaratan lain yang harus dipenuhi secara kumulatif," imbuh Allan.
Lima syarat itu di antaranya adalah bersedia menjadi PNS; tidak terikat kegiatan organisasi yang dilarang pemerintah dan/atau putusan pengadilan. Selanjutnya, memiliki integritas dan moralitas yang baik; memiliki kualifikasi sesuai dengan persyaratan jabatan dan memiliki kompetensi sesuai dengan persyaratan jabatan.
"Terhadap hal tersebut PSHK FH UII menilai, pimpinan KPK harus segera membatalkan pemberhentian terhadap 51 Pegawai KPK yang tak lulus TWK," tegas Allan.
Terlebih lagi, KPK pasca revisi UU KPK berada pada rumpun pemerintahan eksekutif dan secara otomatis bertanggung jawab pada Presiden selaku kepala Pemerintahan tertinggi, tambah dia.
Berita Terkait
-
Soal TWK, Pendeta Gilbert: Ketua Umum PGI Mulai Bertindak Seperti Ketua LBH
-
Bersurat ke Jokowi, Ratusan Pegawai KPK Lolos TWK Minta Pelantikan Jadi ASN Ditunda
-
Dicap Anti Pancasila, Penyidik KPK Putra Lampung: Tembak Mati Saja
-
Ray Rangkuti: TWK Pegawai KPK Memecah Belah, Bukan Buat Mencintai Bangsa!
-
Gelar Ruwatan di Gedung KPK, Belasan Orang Tabur Sesajen Kembang 7 Rupa
Terpopuler
- Kumpulan Prompt Siap Pakai untuk Membuat Miniatur AI Foto Keluarga hingga Diri Sendiri
- Terjawab Teka-teki Apakah Thijs Dallinga Punya Keturunan Indonesia
- Bakal Bersinar? Mees Hilgers Akan Dilatih Eks Barcelona, Bayern dan AC Milan
- Gerhana Bulan Langka 7 September 2025: Cara Lihat dan Jadwal Blood Moon Se-Indo dari WIB-WIT
- Geger Foto Menhut Raja Juli Main Domino Bareng Eks Tersangka Pembalakan Liar, Begini Klarifikasinya
Pilihan
-
Harga Emas Antam Hari Ini Paling Tinggi Sepanjang Sejarah Dipatok Rp 2,08 Juta per Gram
-
Solusi Menkeu Baru Soal 17+8 Tuntutan Rakyat: Bikin Ekonomi Ngebut Biar Rakyat Sibuk Cari Makan Enak
-
Nomor 13 di Timnas Indonesia: Bisakah Mauro Zijlstra Ulangi Kejayaan Si Piton?
-
Dari 'Sepupu Raisa' Jadi Bintang Podcast: Kenalan Sama Duo Kocak Mario Caesar dan Niky Putra
-
CORE Indonesia: Sri Mulyani Disayang Pasar, Purbaya Punya PR Berat
Terkini
-
Muhammadiyah Sentil Menteri Baru Prabowo: "Jabatan Bukan Kebanggaan, Tapi...
-
Rp4 Miliar untuk Jembatan Pucunggrowong: Kapan Warga Imogiri Bisa Bernapas Lega?
-
2000 Rumah Tak Layak Huni di Bantul Jadi Sorotan: Solusi Rp4 Miliar Disiapkan
-
Malioboro Bebas Macet? Pemkot Yogyakarta Siapkan Shuttle Bus dari Terminal Giwangan untuk Turis
-
Tunjangan DPRD DIY Bikin Melongo, Tunjangan Perumahan Lebih Mahal dari Motor Baru?