Pria berusia 40 tahun tersebut menceritakan, dari 25 anggota Difabel Zone tidak semuanya tinggal di kawasan Pandak, Bantul. Akibat pandemi yang merebak sejak tahun 2020 lalu, beberapa anggota pulang ke rumahnya masing-masing yang ada di berbagai daerah. Mulai dari Salatiga, Boyolali dan Magelang.
"Pandemi ini, khusus lokal saja," kata Suhartono.
Hampir seluruh anggota Difabel Zone memiliki asal yang sama, yakni pernah magang di YAKKUM. Wina sendiri, selaku pendiri pernah menjadi mentor di yayasan tersebut. Setelah selesai magang di YAKKUM, beberapa ada yang ditarik ke Difabel Zone untuk belajar mandiri, hingga akhirnya diterima kerja di tempat itu.
Bukan hanya bekerja membuat batik, difabel yang tinggal di rumah bergaya tempo doeloe itu juga mereka belajar hidup mandiri. Mulai dari merawat kebersihan rumah, pergi berbelanja ke pasar, hingga masak dan memenuhi kebutuhan hidup lainnya. Dengan berbagai kemampuan yang dimiliki, anggota Difabel Zone bekerjasama menjalankan aktivitas sehari-hari.
Bagi Suhartono, hal-hal tersebut berguna untuk bekal bagi penyandang disabilitas jika kelak sudah lelah bekerja dan ingin kembali ke kampung halaman. Setidaknya sudah memiliki kemampuan dasar untuk bertahan hidup, seperti memasak dan sebagainya.
Produk yang dihasilkan juga berbagai macam, mulai dari pakaian, masker, tas dan hiasan dinding. Suhartono menjelaskan jika produk yang dihasilkan tergantung dengan keinginan pasar. Bukan hanya produk satuan, pihaknya juga menerima pesanan dalam partai besar seperti misalnya untuk souvenir dan kenang-kenangan.
"Kalau sekarang ini kebanyakan online sama yang dititipkan di toko-toko," katanya.
Selama ini, target pasar Difabel Zone mencakup ranah online, dan offline seperti di toko dan pameran. Penjualan paling tinggi juga biasanya didapatkan di pameran. Sayangnya, merebaknya pandemi membuat berbagai pameran UMKM yang biasa terselenggara harus ditangguhkan. Akibatnya, Difabel Zone turut kehilangan salah satu pasar terbesarnya.
Untuk penjualan secara online sendiri, Suhartono mengakui jika produk mereka sudah dipasarkan hingga ke mancanegara. Mulai dari Australia, Jerman dan berbagai negara lainnya. Biasanya, konsumen dari luar negeri tertarik dengan unggahan di media sosial mereka.
Baca Juga: Dikabarkan Hilang, Seniman Jogja DItemukan Tewas di Bengawan Solo
Selain pameran, penjualan di media sosial juga termasuk yang paling tinggi. Dibandingkan dengan penjualan melalui marketplace, yang dinilai memiliki lebih banyak saingan, penjualan secara daring lebih banyak melalui media sosial. Seperti Instagram dan Facebook.
"Bukan hanya membeli produk, edukasi juga bisa. Kesini belajar membatik satu hari lah," imbuhnya.
Meski sempat mengalami penurunan akibat pandemi, namun penjualan juga sempat meningkat sebelum lebaran. Beberapa barang yang banyak dipesan menjelang hari raya idul fitri adalah sajadah, masker dan kain dua meter. Suhartono menambahkan, jika pengerjaan batik sendiri disesuaikan dengan kemampuan masing-masing difabel.
Menurut pengalaman pribadinya, sebagai penyandang disabilitas tuna daksa, Suhartono mengatakan jika dirinya kesulitan mendapatkan pekerjaan ditempat lain. Meskipun sebuah perusahaan memiliki lowongan untuk difabel, pada kenyataannya sulit untuknya diterima kerja. Ia sudah beberapa kali mencoba pekerjaan yang lain namun tidak diterima.
Difabel Zone terbuka bagi penyandang disabilitas pada umumnya yang ingin mencoba berkarya dengan batik atau belajar mandiri. Namun, Suhartono menjelaskan jika sebisa mungkin calon pegawai pernah magang di YAKKUM. Hal itu dilakukan agar kondisi, baik kesehatan psikis maupun fisik calon pekerja diketahui dengan baik.
Berita Terkait
-
Dikabarkan Hilang, Seniman Jogja DItemukan Tewas di Bengawan Solo
-
Mensos Risma Beri Motor Roda Tiga ke Remaja Difabel di Pekalongan
-
SAPDA Bagikan 1.750 Sembako Bantu Kelompok Rentan di Kota Yogyakarta
-
Difabel Jual Gas Keliling, Demi Anaknya Bisa Masuk ke Pesantren
-
Difabel di Tegal Jual Gas Keliling dan Mengajar demi Anaknya ke Pesantren
Terpopuler
- Insiden Bendera Terbalik saat Upacara HUT RI ke-80, Paskibraka Menangis Histeris
- Jay Idzes Masih Cadangan, Eliano Reijnders Sudah Gacor
- 15 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 17 Agustus: Ada 10.000 Gems dan Pemain 108-111 Gratis
- Kode Mau Bela Timnas Indonesia, Pemain Keturunan Jawa Rp 347,63 Miliar Diincar AC Milan
- 55 Kode Redeem FF Max Terbaru 17 Agustus: Klaim Skin Itachi, Diamond, dan Item 17-an
Pilihan
-
Pemain Keturunan Liga Inggris Bahas Timnas Indonesia, Ngaku Punya Sahabat di Skuad Garuda
-
Phwa Sian Liong yang Bikin Soviet Mati Gaya: Hilang di Google, Tak Sempat FYP Tiktok
-
5 Rekomendasi HP Memori 512 GB Harga di Bawah Rp 5 Juta, Pilihan Terbaik Agustus 2025
-
Carut Marut Penyelenggaraan Haji RI Mulai Kuota Hingga Transparansi Dana
-
Berani Banget! Alex Pastoor Bikin Heboh Publik Belanda Gegara Ucapannya
Terkini
-
Bantul 'Perang' Lawan Sampah: Strategi Jitu DLH Dongkrak Kapasitas Pengolahan
-
Sleman Diterjang Angin Kencang: Pohon Tumbang, Rumah Rusak Parah di Empat Kapanewon
-
Polresta Sleman Sita 4.231 Botol Miras! Penjual Online Diburu, Ini Ancaman Hukumannya
-
Hujan Angin Kencang Guyur 3 Daerah di DIY, BPBD Laporkan Pohon Tumbang hingg Baliho Roboh
-
Klaim Gizi Siswa Sekolah Rakyat Sleman Terjamin, Guru juga Jaga Ketat Pergaulan Remaja di Asrama