Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Kamis, 24 Juni 2021 | 13:03 WIB
Ilustrasi ijazah. (Unsplash/Leewis Keegen)

Dari pengakuan tersangka, S merupakan karyawan/staf yang mempunyai peranan penting dalam operasional sekolah 'Y'.

S telah menyuruh saksi A untuk memasukan nilai mata pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti ke dalam ijazah siswa, dengan akal bulusnya.

S menyuruh guru Kimia berinisial J, untuk menguji praktik menghafal surat pendek dalam Al Quran. Selain itu, meminta siswa menghafal bacaan salat tanpa mempraktikan cara shalat.

"Tidak seperti mata pelajaran lain yang sebelumnya diajarkan, dijadwalkan secara khusus dalam kegiatan belajar mengajar dan diujikan secara tertulis. Kemudian si guru ini memberikan nilai 75," kata Dwi, dalam rilis.

Baca Juga: Jadwal Kick-off Liga 1 Berubah, PSS Sleman Angkat Bicara

Sementara itu, nilai Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan didapatkan dengan cara hanya disamakan dengan nilai Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, yaitu 75.

Akibat tindakan tersangka, korban Erika mengalami kerugian, baik materi maupun inmaterial.

"Anak pelapor tidak memahami dasar-dasar kaidah Agama Islam, karena tidak mendapatkan pelajaran tentang Islam secara utuh dari sekolah sebagai mata pelajaran," kata Dwi, saat mengulangi keterangan pelapor.

Kerugian lain, anak tidak mengetahui Wawasan Kebangsaan dan Pancasila, karena sang anak tidak diajarkan Pendidikan Kewarganegaraan.

"Kerugian moral, bahwa anak menjadi tidak puas dengan nilai agama dan PKn yang dipalsukan. Terhadap pelapor, sang anak mengatakan, jika pelajaran itu diajarkan, pasti nilainya akan lebih dari hanya sekedar 75, seperti mata pelajaran lain," tambahnya.

Baca Juga: Hujan Deras Diprediksi Masih Akan Guyur DIY, BPBD Sleman Waspadai Potensi Bencana

Pelapor juga menyebutkan, anaknya kini tidak hafal Pancasila, tidak tahu lagu kebangsaan, lagu-lagu nasional, hari-hari nasional seperti hari pahlawan, hari kesaktian Pancasila.

Load More