Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Rahmat jiwandono
Sabtu, 03 Juli 2021 | 14:57 WIB
Suasana kawasan Malioboro di hari pertama PPKM Darurat, Sabtu (3/7/2021). [Rahmat Jiwandono / SuaraJogja.id]

"Kalau keadaan begini bisa tidak dapat wisatawan. Padahal kudanya juga harus makan terus, untuk makan sehari paling sedikit keluar Rp50 ribu. Makanannya daun kacang tanah sama dedak," ujarnya.

Selama pandemi ini, kata Bagas, dalam satu hari paling tidak dia bisa mendapat satu atau dua kali tarikan. Setiap kali tarikan dikenai tarif berbeda. 

"Untuk sekali jalan untuk keliling Keraton bayar Rp150 ribu. Sedangkan kalau hanya di sekitar Malioboro Rp100 ribu per andong," jelasnya. 

Dia tidak mencari pekerjaan lain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. 

Baca Juga: Jalan Malioboro Tak Ditutup Selama PPKM Darurat, Ini Usaha yang Dibolehkan Buka

"Saya tidak cari kerjaan lain. Kalau cari kerjaan lain mungkin cuma pergi ngarit (mencabuti rumput) ke sawah," ujar dia. 

Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Sumbu Filosofi Malioboro, Ekwanto menyampaikan, pelaksanaan PPKM Darurat mengharuskan semua PKL yang ada di Malioboro kecuali sektor kuliner wajib tutup. Meski sektor kuliner diizinkan buka namun dengan catatan sangat terbatas yaitu tidak boleh makan di tempat (dine in). 

"Orang yang mau beli makan hanya diizinkan take away atau dibawa pulang. Dan maksimal buka sampai pukul 20.00 WIB," kata Ekwanto. 

Ekwanto menilai bahwa lebih baik menerapkan PPKM darurat sekarang karena peningkatan kasus Covid-19 semakin tak terkendali. Pasalnya, kebijakan ini adalah aturan dari pemerintah pusat yang harus dilakukan. 

"Lebih baik bersakit-sakit dahulu tapi ke belakangnya bisa lebih enak. Kalau tidak ada kebijakan seperti ini bisa jadi penutupannya bisa lebih panjang," katanya. 

Baca Juga: Suasana Terkini di Kawasan Malioboro Sehari Jelang Pemberlakukan PPKM Darurat

Ke depannya setiap 3-5 hari sekali akan ada evaluasi terkait PPKM darurat apakah masih sama atau ada penurunan kasus. 

Load More