Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Selasa, 31 Agustus 2021 | 18:35 WIB
Forum Warga Yogyakarta menggelar aksi bagi-bagi sego bancakan dalam peringatan 9 Tahun UUK DIY di Titik Nol Km, Selasa (31/08/2021). - (Kontributor SuaraJogja.id/Putu)

SuaraJogja.id - Puluhan massa yang mengatasnamakan Forum Warga Yogyakarta merayakan 9 tahun disahkannya Undang-undang Keistimewaan (UUK) DIY di Titik Nol Km Yogyakarta, Selasa (31/08/2021).

Alih-alih sebagai ucapan syukur atas penetapan UU sejak 31 Agustus 2012, perayaan kali ini sebagai sindiran atas UU tersebut yang dinilai tak bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat Yogyakarta, terutama di masa pandemi Covid-19 ini.

Mengenakan baju lurik dan blangkon, massa membawa nasi bancakan. Mereka membagikan nasi bancakan tersebut kepada pengendara dan warga yang berada di seputaran Titik Nol Km.

"Sebagai adat orang jawa, kita membagikan nasi bancakan ke warga dalam peringatan sembilan tahun uu keistimewaan diy ini," ujar Juru Bicara Forum Warga Yogyakarta, Denta Julian disela aksi.

Baca Juga: Jadi Salah Satu Ikon, Tugu Lalu Lintas Kota Madiun Dilengkapi Traffic Light

Pembagian nasi bancakan kepada warga di masa pandemi Covid-19 ini, menurut Denta sebagai salah satu sindiran dan kritikan kepada Pemda DIY.

Sebab meski memiliki dana keistimewaan (danais) yang besar dari pemerintah pusat sebagai konsekuensi penetapan UUK DIY, Pemda tidak mengalokasikan danais tersebut untuk mengatasi persoalan Covid-19 secara tepat.

Alih-alih diberikan kepada warga melalui bantuan sosial (bansos), warga harus bisa mengakses danais melalui hibah bantuan koperasi berupa simpan pinjam. Hal ini membuktikan Pemda seperti lintah darat atau rentenir kepada warganya di tengah pandemi.

Bantuan pinjaman tersebut di masa pandemi ini dirasa tidak ada manfaat. Sebab alih-alih untuk membayar pinjaman, banyak warga Yogyakarta yang tidak bisa makan akibat terdampak pandemi.

Sementara danais selain dimanfaatkan untuk simpan pinjam juga penggunaannya disebut tidak tepat sasaran. Pembelian Hotel Mutiara dan tanah bekas Stieker, pembangunan pagar alun-alun di depan Keraton Yogyakarta hingga Pojok Beteng jadi banyak contoh pembangunan yang bersifat monumental dengan menggunakan danais.

Baca Juga: Dukung Perjuangan Palestina, Ribuan Orang Unjuk Rasa di Titik Nol Kilometer

"Danais hanya jadi bancaan pejabat di diy, padahal banyak rakyat jogja sedang lapar ditengah pandemi, banyak yang kehilangan pekerjaan, tidak bisa jualan, di-PHK," paparnya.

Denta menambahkan, seharusnya sesuai pasal 5 UUK DIY Nomor 13 Tahun 2012, danais dimanfaatkan untuk mewujudkan kesejahteraan dan ketenteraman masyarakat. Namun pada kenyataannya selama 9 tahun bergulir, masyarakat tidak mendapatkan akses yang mudah untuk mendapatkan bantuan.

"Kalau tidak memberikan manfaat bagi masyarakat luas, lebih baik UUK tersebut tidak lagi diberlakukan oleh pemerintah," tandasnya.

Secara terpisah Gubernur DIY, Sri Sultan HB X di Kompleks Kepatihan Yogyakarta mengungkapkan kabupaten/kota dan desa di DIY harus mengubah pola pikir. Dengan demikian masyarakat mendapatkan manfaat dari danais.

Sebab pelaksana dan wewenang pemanfaatan danais ada di tingkat kabupaten/kota, bukannya provinsi.

"Jangan semuanya salah provinsi karena danais kan di kabupaten/kota, lewat tingkat dua kok. Tidak bisa kita langsung karena yang punya rakyat kan di kabupaten/kota. Kita [pemda] kan yang mengkoordinir,bukan pelaksana, jadi awasi itu yang di kabupaten/kota yang punya wewenang," ungkapnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

Load More