SuaraJogja.id - Dinas Kebudayaan (Disbud) Kabupaten Bantul akan menindaklanjuti penemuan wajan raksasa di Padukuhan Kretek Lor, Kalurahan Jambidan, Kapanewon Banguntapan, Bantul. Ukuran wajan tersebut berdiameter 2,5 meter.
Kepala Disbud Bantul Nugroho Eko Setyanto menyampaikan, penemuan wajan tersebut sudah diteruskan ke tim ahli cagar budaya Bantul.
"Tadi sudah dibahas dan akan dicek tentang benda itu," kata Eko saat dihubungi SuaraJogja.id, Rabu (1/9/2021).
Tim ahli cagar budaya Bantul nanti akan meneliti dari berbagai aspek tentang wajan raksasa itu. Tujuannya guna memastikan apakah benda itu termasuk cagar budaya atau bukan.
Baca Juga: Penemuan Wajan Raksasa di Bantul, Ternyata Ini Fungsinya
"Kami akan menelitinya secara saksama apakah benda itu benar-benar cagar budaya atau bukan," terangnya.
Dijelaskannya, sebuah benda dapat dikategorikan sebagai cagar budaya antara lain umurnya minimal 50 tahun, punya kaitan dengan aspek pendidikan, sejarah, sosial ekonomi, budaya masyarakat, dan mencerminkan fungsinya sesuai dengan masanya.
"Itu beberapa kriteria untuk menentukan sebuah benda bisa disebut sebagai cagar budaya," katanya.
Ia mengaku bahwa Disbud mendapat laporan tentang penemuan wajan raksasa itu dari media sosial. Oleh karenanya, ia meminta masyarakat untuk aktif melapor kalau menemukan benda semacam itu.
"Memang kami dapat laporannya dari sosial media. Butuh partisipasi dari warga karena selama ini jika menemukan benda kuno belum dilaporkan oleh warga," ucapnya.
Baca Juga: Sedang Asyik Nongkrong, Motor Warga Banguntapan Digasak Maling
Dia pun telah menginstruksikan ke Camat Banguntapan agar mengamankan wajan raksasa tersebut.
"Saya minta ke camat untuk menjaganya dulu karena kami harus mengecek tentang target-target yang harus ditetapkan sebagai cagar budaya lainnya," imbuhnya.
Seperti diketahui, dari cerita sejarah banyak warga sekitar yang sudah tahu tentang keberadaan wajan raksasa tersebut. Wajan raksasa berfungsi untuk mencegah tanah amblas akibat memompa air dari dalam tanah.
"Ini dulu peninggalan Belanda, jadi kalau mau pompa air dari tanah harus mengubur wajan raksasa di dalam tanah sedalam tiga meter. Di sekitar wajan juga dikelilingi tembok dari batu bata setinggi satu meter," papar warga sekitar, Sukardi.
Ia menyebut bahwa wilayah Jambidan punya stok air melimpah. Sehingga di era penjajahan Belanda airnya dimanfaatkan untuk mengairi tanaman tebu.
"Di lokasi penemuan ini dulu merupakan pompa zaman Belanda untuk mengaliri air sampai ke wilayah Joho dan Surodiningan untuk mengairi tanam tebu," katanya.
Berita Terkait
-
Mengintip Perawatan Monumen Pembebasan Irian Barat di Lapangan Banteng
-
Pemprov DKI Naikkan Biaya Sewa Gedung di TIM, Pakai Teater Besar di Akhir Pekan Bayar Rp 50 Juta
-
Renovasi Museum Wayang Bakal Habiskan Rp 30 Miliar, DPRD DKI: Biar Dikunjungi Milenial
-
Dinas Kebudayaan DIY Kecam Pernikahan Mewah Anjing dengan Adat Jawa: Ini Penyimpangan
-
Festival Sastra Yogyakarta 2022 Usung Tema Mulih, Siap Digelar 6-13 November
Terpopuler
- Diminta Cetak Uang Kertas Bergambar Jokowi, Reaksi Bank Indonesia di Luar Prediksi: Kalau Gitu...
- Ragnar Oratmangoen Akui Lebih Nyaman di Belanda Ketimbang Indonesia: Saya Tidak Menonjol saat...
- Warga Jakarta Jangan Salah Nyoblos Besok, YLBHI Bongkar 'Dosa-dosa' Cagub Nomor Urut 2 Dharma Pongrekun
- Pelatih Jay Idzes: Saya Tidak Senang, Ini Memalukan!
- Pratiwi Noviyanthi Ditinggal Pengacara Usai Tak Mau Selesaikan Kisruh Donasi Pengobatan Agus Salim
Pilihan
Terkini
-
Keroyok dan Bacok Orang saat Tawuran, Polisi Amankan 11 Orang Dewasa dan Anak-anak
-
Yuk Dapatkan Diskon Biaya Provisi 50% Sambut HUT ke-129 BRI, Ini Daftar Program Special BRIguna
-
Warga Keluhkan Bau Busuk dari Sejumlah TPST di Sleman, Ini Langkah yang Dilakukan DLH
-
Temui Endah Subekti-Joko, Bupati Petahana Gunungkidul Sunaryanta Akui Kekalahannya
-
Damkar Kota Jogja Evakuasi Buaya Sepanjang 3 Meter, Diduga Peliharaan Warga yang Lepas