Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Muhammad Ilham Baktora
Jum'at, 03 September 2021 | 16:12 WIB
penyintas TBC, Tertib Suratmo saat diwawancarai pada kegiatan screening TBC warga Kampung Karanganyar RW 17, di RHTP Karanganyar, Brontokusuman, Mergangsan, Kota Jogja, Jumat (3/9/2021). [Muhammad Ilham Baktora / SuaraJogja.id]

SuaraJogja.id - Tangan keriputnya dengan cekatan memotong karton setebal 3-5 milimeter di sebuah gazebo Ruang Terbuka Hijau Publik (RTHP) RW 17, Kampung Karanganyar, Kalurahan Brontokusuman, Kemantren Mergangsan, Kota Jogja. Hari itu, Tertib Suratmo terlihat sibuk mempersiapkan karya tokoh wayang buatannya dari bahan karton untuk pameran.

Pria 81 yang tinggal di Mergangsan, Kota Jogja itu tidak hanya memamerkan karya buatannya, ia juga menghadiri kegiatan Screening dan tracing penyakit Tubercolosis (TBC) untuk warga Kampung Karanganyar di RW 17 itu.

Kegiatan yang digelar oleh Zero TB Yogyakarta dan Pemkot Yogyakarta itu juga dihadiri oleh Menteri Koordinator (Menko) Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy. Pada kesempatan itu, menteri menyempatkan untuk membeli karya wayang buatannya.

Menko PMK, Muhadjir Effendy memainkan tokoh wayang Werkudoro yang dia beli dari pembuat wayang, Tertib Suratmo saat meninjau screening TBC di RHTP RW 17, Kampung Karanganyar, Brontokusuman, Mergangsan, Kota Jogja, Jumat (3/9/2021). [Muhammad Ilham Baktora / SuaraJogja.id]

"Alhamdulillah, pak menteri tadi tertarik dengan wayang yang saya buat. Tadi ada lebih dari 3 yang dibeli," kata Suratmo ditemui SuaraJogja.id, Jumat (3/9/2021).

Baca Juga: Ketemu Pemungut Barang Bekas Lagi Melamun, Gus Miftah Beri Uang Saat Hendak ke Jogja

Suratmo merupakan seorang warga pendatang dari Klaten, Jawa Tengah yang kini telah menetap di Kota Jogja. Sebelum memutuskan membuat wayang, Suratmo pernah menjadi ASN di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan di DIY.

Bekerja sebagai ASN sekitar tahun 1970-an, Suratmo masih senang dengan pekerjaan yang ia geluti. Lambat laun ia merasa jenuh dan ingin mencari kesibukan lain.

Sembari bekerja sebagai ASN, pria yang suka seni pewayangan ini kerap mengisi waktu luang untuk membuat wayang dari karton. Awalnya hanya untuk pribadi, namun beberapa orang dan teman yang melihat karyanya tertarik mengoleksi.

"Nah banyak yang mulai meminta dan akhirnya saya jual per biji saja," kata dia. 

Hal itu dia nikmati dan mencoba melakukan dua pekerjaannya. Namun kata dia, sekitar tahun 1980 lebih, ada gangguan dari pernapasannya. Setelah ia periksa, Suratmo divonis mengidap TBC.

Baca Juga: 9 Sudut Rumah Mewah Soimah di Jogja dan Jakarta, Simpan Patung Loro Blonyo

"Jadi setiap tahun selama saya bekerja sebagai ASN itu kan sering membersihkan dan menata buku di perpustakaan. Sehingga saya memilih keluar saat itu," katanya.

Meski sakit, Suratmo berusaha untuk sembuh dan tetap menghasilkan uang untuk keluarganya. Keahlian membuat wayang dia kembangkan dan dijadikan usaha sampai saat ini.

Divonis mengidap TBC, Suratmo selalu berusaha untuk rutin menjalani pengobatan. Pil dan obat TBC ia konsumsi, namun kadang ia lupa meminum obat sehingga beberapa tahun sakitnya tak kunjung reda.

Keinginan untuk sembuh tetap ia lakukan terus. Dukungan sang istri juga menjadi dorongan dirinya ingin segera sembuh.

Sekitar  tahun 2000-an, sakit TBC yang diderita Suratmo akhirnya berangsur hilang. Pada 2021 ini, ia mengaku sudah sembuh dan tidak sering merasakan batuk atau sampai sakit tenggorokan.

"Alhamdulilah sekarang sudah lebih baik lagi. Saya juga tetap menjual wayang saya, tapi karena Covid-19 pendapatannya agak turun," bebernya.

Kegiatan screening dan tracing TBC yang dihadiri oleh Menteri PMK Muhadjir Effendy sendiri digelar sebagai upaya untuk mengantisipasi pertambahan kasus Covid-19 yang rentan menyasar para penderita TBC. Di Mergangsan sendiri ada empat RW yang dilakukan screening. Hal itu menyusul adanya kasus Covid-19 yang sempat tinggi di kampung setempat.

Ketua RW 17, kampung Karanganyar, Mergangsan, Kusnanmajid menerangkan bahwa sebelumnya ada 30 warga yang terpapar Covid-19 di kampung dia. Sehingga saat ini pihaknya mengadakan kegiatan screening bagi warganya untuk mengetahui kondisi paru-paru mereka.

"Sasarannya ada 200 warga yang diperiksa. Sudah dari kemarin (Kamis) kami mulai dan terakhir hari Jumat ini," terang Kusnan ditemui lokasi.

Screening warga Karanganyar menggunakan mobil screening milik TB Zero Jogja yang diletakkan di dekat RHTP RW 17. Di dalamnya juga sudah tersedia digital ray yang berfungsi melihat kondisi paru-paru berupa gambar, termasuk komputer. Dari komputer di dalam mobil, terkoneksi langsung ke layar komputer milik dokter yang sudah di sediakan di sekitar mobil untuk mendiagnosa secara awal adakah potensi mengidap TBC.

Menko PMK, Muhadjir Effendy meninjau hasil screening TBC ke salah satu dokter di RHTP RW 17, Karanganyar, Brontokusuman, Mergangsan, Kota Jogja, Jumat (3/9/2021). [Muhammad Ilham Baktora / SuaraJogja.id]

Direktur TB Zero Jogja, dokter Rini Triarsih menerangkan bahwa armada screening bernama mobile health itu sudah dilengkapi alat rontgen (digital ray). Fungsinya sama, hanya saja sifatnya mobile dan bisa dipindah.

Screening yang dilakukan oleh mobile health itu kata Rini untuk mencari tahu dugaan warga terindikasi TBC atau tidak. Teknologi yang disematkan juga sudah berbasis Artificial Intellegent (AI).

"Jadi ini hanya untuk mencari tahu apakah memang ada arah warga ini mengalami TBC dilihat dari bentuk rontgen (paru-parunya). Jadi ini juga untuk meminimalisasi ketidaksetujuan antara dokter terhadap pembacaan Rontgen, karena interpretasi tiap dokter itu untuk membaca Rontgen sangat subjektif. Maka adanya AI ini membantu para dokter," katanya.

Terpisah, Menko PMK, Muhadjir Effendy mengapresiasi mobile screening yang dilakukan oleh TB Zero Jogja serta Pemkot Yogyakarta. Pihaknya akan mengkaji agar cara ini bisa diaplikasikan di wilayah lain.

"Akan saya kaji kalau memang sangat visible bisa didesiminasi, artinya bisa digunakan untuk wilayah-wilayah yang lain. Tentu akan kita pelajari mudah-mudahan bisa," kata dia.

Ia menjelaskan bahwa kasus TBC di Indonesia menduduki peringkat kedua di dunia setelah India. Pihaknya menyebut ada sekitar 860 ribu penderita TBC yang teridentifikasi, sisanya yang belum teridentifikasi sekitar 45-47 persen.

"Ya cukup besarlah, perlu diingat bahwa angka kematian akibat TBC itu masih lebih tinggi dibanding akibat Covid-19 kalau di Indonesia. Kita juga mencanangkan tahun 2030 Indonesia bersih dari TBC sesuai perintah bapak Presiden," kata Muhadjir.

Load More