Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Muhammad Ilham Baktora
Sabtu, 11 September 2021 | 11:24 WIB
Siti Nurhayati kader keamanan pangan Gendarku Bebas Boraks (GeBer) BBPOM DIY memberi keterangan pada wartawan ditemui di kantor BBPOM, Kota Yogyakarta, Jumat (10/9/2021). [muhammad ilham baktora / suarajogja.id]

SuaraJogja.id - Mengajak orang dalam hal kebaikan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Bahkan kerap kali orang mendapat tudingan hingga harus dijauhi teman bahkan malah keluarga dekat.

Tidak semua orang bisa bertahan untuk tetap berada di jalan yang lurus. Kadang kala mereka harus mengikuti alur lingkungan dan tak bisa banyak berbuat.

Hal itu sempat dirasakan salah seorang wanita asal Sumberharjo, Prambanan, Sleman. Kader keamanan pangan dari Balai Besar Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) DI Yogyakarta ini harus kuat mental dengan nyinyiran dan pembicaraan temannya karena tak sepakat dengan pikiran dia.

Siti Nurhayati (50) adalah salah seorang Kader Kemanan Pangan dari Gendarku Bebas Boraks (GeBer). Yaitu prgram yang dicetuskan BBPOM DIY sebagai inovasi untuk menciptakan masyarakat waspada dan peduli dengan kualitas makanan gendar atau kerupuk dari olahan nasi.

Baca Juga: BPOM Berikan Izin Darurat Vaksin Janssen dan Covidecia, Berapa Efikasinya?

Di wilayahnya memang masih banyak warga yang membuat gendar (kerupuk dari nasi) dengan campuran boraks atau nama lainnya bleng. Selain murah, adonan nasi nantinya jauh lebih mudah ketika diolah.

"Jadi gendar itu kan makanan tradisional ya. Di tempat kami memang banyak hajatan, nah setelah selesai ada sisa nasi. Sisa tersebut biasa dimanfaatkan untuk membuat gendar. Selain murah orang suka dengan camilan itu," ujar Siti ditemui SuaraJogja.id, usai acara penerimaan penghargaan Museum Rekor Dunia-Indonesia (MURI) kepada BPOM sebagai pencetus Duta Keamanan Pangan Terbanyak se-Indonesia di kantor BBPOM DIY, Kota Yogyakarta, Jumat (10/9/2021).

Siti, selain kader Keamanan Pangan, wanita tersebut juga kader kesehatan di PKK Prambanan. Aktivitasnya tak jauh dengan mensosialisasikan kesehatan dalam kandungan makanan yang baik dikonsumsi warga.

Ia tak menampik jika di wilayahnya masih banyak orang yang membuat kerupuk dari nasi itu dengan bleng/boraks. Hal itu tentu berbahaya jika warga terlalu sering mengonsumsi boraks.

"Eyang kita dulu kan menggunakan boraks pada campuran gendar. Hal itu perlahan kami ubah dengan mengganti dengan tepung kanji, sehingga kandungan gendar jauh lebih sehat," ujar dia.

Baca Juga: BPOM Periksa Makanan yang Dikonsumsi 3 Bocah Kakak Beradik Tewas di Solok Selatan

Sebagai kader, Siti juga dibantu dengan duta keamanan pangan lainnya. Sedikitnya ada 22 orang yang membantu dia untuk merubah pandangan warga terhadap pemakaian boraks.

Tak jarang saat sosialisasi dia mendapat gunjingan. Bahkan nyinyiran karena pendapatnya tak disetujui dengan orang lain.

Penggunaan boraks sudah cukup lama dilakukan di desanya. Apalagi dengan boraks adonannya lebih mudah dibentuk. Berbeda dengan penggunaan tepung kanji yang butuh waktu untuk mengolah gendar.

"Kalau keawetannya memang lebih baik pakai tepung kanji, memang saat memipihkan atau membentuk adonan harus pakai tenaga lebih. Nah kalau pakai boraks kadang kan rasanya agak pahit dan getir," ujar dia.

Salah seorang duta keamanan pangan GeBer BBPOM DIY, bernama Elmawati (31) menyebut sebelumnya banyak warga yang memakai boraks untuk membuat gendar.

"Ya boraks itu masih sering digunakan. Memang saat ini masih ada dan dijual di pasar. Sosialisasi ini kami lakukan terus agar mereka memahami," ungkap Elma ditemui di Kantor BBPOM DIY.

Elma juga tak jarang disindir dengan upaya yang mereka lakukan, yakni mengubah kebiasaan buruk menjadi lebih baik. Kendati demikian dirinya tak pernah menganggap serius dan memilih membiarkan saja.

"Tujuannya kami baik ya, harapannya kan bisa diterima oleh mereka. Tapi sosialisasi yang gendar ini sudah sejak lama, tapi memang mulai disiapkan oleh BBPOM DIY dan dibuat inovasi GeBer pada Juni 2021 lalu," terang dia.

Salah seorang kader keamanan pangan lainnya, Tri Astuti (51) mengatakan bahwa sasaran program inovasi GeBer ini adalah warga yang masih menggunakan boraks untuk membuat gendar. Warga desa Madurejo, Kemantren Prambanan itu harus berkali-kali mengingatkan bahayanya kandungan boraks kepada tetangga dia.

"Jadi sosialisasi ke warga ini kami lakukan saat ada rapat atau pertemuan ibu-ibu PKK. Selain itu duta keamanan pangan yang ditunjuk juga mengingatkan saat kita berbincang-bincang sore," ujar dia.

Saat ini, kata Tri sudah banyak pedagang dan penjual gendar di wilayahnya yang beralih ke tepung kanji. Sehingga potensi munculnya penyakit karena banyak mengonsumsi boraks bisa dikurangi.

"Ada ratusan orang yang biasa mengolah gendar di wilayah saya, sekarang sudah banyak paham dan menggunakan tepung kanji," kata dia.

Terpisah, Kepala BBPOM DIY, Dewi Prawitasari menjelaskan bahwa penghargaan rekor MURI yang diterima adalah mencetuskan 1.010 duta keamanan pangan dalam kurun dua pekan.

"Atas informasi dari BPOM berkat pengukuhan 1.010 duta keamanan pangan terbanyak se-Indonesia yang kami lakukan, BPOM mendapat rekor MURI," kata dia.

Ia menjelaskan bahwa terdapat 50 kader keamanan pangan yang dibentuk BBPOM DIY, yang tugasnya mengarahkan para duta keamanan pangan untuk mengajak warga menghindari penggunaan boraks pada olahan makanan.

Selanjutnya, 1.010 orang tersebut terus didorong untuk mengingatkan warga di setiap desa. Dewi berharap dengan adanya duta keamanan tersebut masyarakat mulai mengonsumsi makanan yang sehat dan terhindar dari sakit.

Dewi juga mengatakan pada kesempatan itu BBPOM DIY mendapat predikat Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) dan juga mendapat peringkat Pelayanan Prima dari Kemenpan-RB.

Load More