Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Selasa, 14 September 2021 | 14:00 WIB
Massa dari SPSI DIY melakukan aksi unjuk rasa di DPRD DIY, Selasa (14/09/2021). [Kontributor / Putu Ayu Palupi]

SuaraJogja.id - Puluhan anggota Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SPSI) kembali mendatangi DPRD DIY, Selasa (14/09/2021). Seperti aksi sebelumya, mereka menuntut penghentian kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di DIY.

Membawa mobil dan spanduk penolakan PPKM, sebagian massa masuk ke kantor DPRD DIY dan lainnya berada di kawasan Malioboro. Massa pun dihadang tukang becak dan pedagang kaki lima (PKL) Malioboro.

Kedua pihak sempat adu mulut karena aksi demonstrasi tersebut. PKL dan paguyuban tukang becak motor tidak terima aksi tersebut dilakukan di kawasan Malioboro yang merupakan obyek vital pariwisata DIY. Mereka khawatir aksi tersebut bisa berakhir ricuh laiknya kejadian unjuk rasa pada Oktober 2020 lalu.

"Aksi mereka tidak harus dilakukan dengan cara pengerahan massa dan orasi di tempat terbuka, apalagi di malioboro karena pemerintah, dewan sudah membuka diri untuk bisa menampung berbagai aspirasi. Kita berkacamata dari kejadian yang dulu ketika demo pengerahan massa maka rentan terjadi kerusuhan," papar Ketua Koperasi Paguyuban PKL Malioboro Tri Dharma, Rudiarto disela aksi.

Baca Juga: Tak Bisa Menyanyi Akibat PPKM Level 4, Dewi dkk Protes ke DPRD DIY

Malioboro saat ini merupakan salah satu kawasan yang dilarang digunakan untuk berunjukrasa. Gubernur DIY bahkan telah mengeluarkan Pergub Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengedalian Pelaksanaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum pada Ruang Terbuka.

Namun massa pengunjukrasa tetap nekat masuk ke kawasan tersebut. Alih-alih beraudensi melalui perwakilan, mereka justru berorasi dan membuat gaduh di Malioboro.

Padahal tidak hanya mereka yang saat ini terdampak PPKM. PKL dan warga Malioboro pun saat ini juga merasakan sulitnya mendapatkan penghasilan di kawasan tersebut.

"Ini beberapa hari terakhir [ekonomi di malioboro] mulai bergerak. Tapi dengan adanya orasi bikin gaduh dan membuat wisatawan ketakutan lagi ke jogja. Itu yang kita sesalkan. Mereka ini katanya mewakili serikat buruh, tapi buruh yg mana?," tandasnya.

Sementara Sekjen SPSI DIY, Ferdinan mengungkapkan PPKM yang diterapkan di DIY membuat banyak sektor gulung tikar. Karenanya mereka menuntut penghentian PPKM yang semakin merugikan warga DIY melalui aksi tersebut.

Baca Juga: Badan Anggaran DPRD DIY Rekomendasikan Bantuan untuk Warga Saat Perpanjangan PPKM Darurat

Penerapan PPKM di DIY berbeda dari daerah lain. Banyak daerah di Jatim dan Jabar yang sudah membuka sektor pariwisata dengan protokol kesehatan (prokes).

"Kenapa jogja berbeda dari daerah lain, ada apa ?," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

Load More