SuaraJogja.id - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY menerima informasi dari masyarakat terkait dugaan adanya pungutan seragam sekolah di salah satu Madrasah Aliyah Negeri (MAN) di wilayah DIY.
Dalam selebaran yang diterima wali murid, disebutkan pungutan biaya seragam mencapai Rp 1.650.000 untuk siswa laki-laki dan Rp1.800.000 untuk siswi.
Koordinator Tim Pengawasan Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) ORI DIY 2025, Mohammad Bagus Sasmita, menjelaskan laporan tersebut diterima sekitar sepekan lalu.
Meski bukan berupa laporan aduan langsung, informasi yang masuk cukup kuat dan mengindikasikan adanya pola pungutan yang harus dikaji.
ORI DIY akan menerjunkan tim dan menindaklanjuti informasi ini ke Madrasah dan Kemenag DIY.
Sebab dalam Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB), sekolah maupun madrasah hingga Komite sekolah dilarang ikut campur tangan dalam pengadaan seragam atau memfasilitasi pengadaan seragam.
Hal ini sesuai Permen 17 tahun 2010, Permendikbud 45 tahun 2014, dan Peraturan Menteri Agama 16 tahun 2020.
Namun sekolah atau madrasah sering memanfaatkan momen daftar ulang atau pencatatan siswa kembali, dengan membuat selebaran pungutan sumbangan ke orang tua siswa.
"Sekolah maupun komite, ya nggak boleh ikut cawe-cawe jualan seragam," kata dia.
Baca Juga: 'Proyek Coba-Coba?' Sekolah Rakyat Yogyakarta Tuai Kritik, DPRD DIY Ungkap Kekurangan Fatal
Secara terpisah Ketua Komisi D DPRD DIY, RB Dwi Wahyu, menyatakan isu pungutan seragam sekolah yang tak pernah benar-benar selesai dari tahun ke tahun.
Karena itu dia mendesak Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) serta Kemenag DIY segera menyusun aturan tegas dan mekanisme pengadaan yang lebih transparan.
"Setiap tahun ajaran baru, isu seperti ini selalu muncul. Yang berbeda hanya modusnya. Harusnya pemerintah, baik Disdikpora maupun Kemenag, membuat aturan tegas yang menjadi acuan semua sekolah," kata dia.
Menurutnya, peran komite sekolah yang semestinya menjadi pengawas justru kerap berada dalam posisi yang rawan konflik kepentingan. Ia menekankan perlunya kejelasan mekanisme pengadaan seragam agar tidak ada lagi kesan paksaan atau permainan harga dalam proses tersebut.
"Komite itu tugasnya mengawasi proses pembelajaran, bukan malah ikut terlibat dalam urusan pengadaan barang. Ini yang harus diluruskan. Jangan sampai pungutan seperti ini dibiarkan karena dianggap sudah menjadi kebiasaan," ungkapnya.
Dwi menambahkan, hingga kini belum adanya sistem pengadaan seragam yang setara dengan mekanisme di pemerintahan daerah.
Berita Terkait
Terpopuler
- Dulu Dicibir, Keputusan Elkan Baggott Tolak Timnas Indonesia Kini Banjir Pujian
- Lupakan Vario! 5 Rekomendasi Motor Gagah Harganya Jauh Lebih Murah, Tenaganya Bikin Ketagihan
- Pemain Keturunan Rp52,14 Miliar Follow Timnas Indonesia: Saya Sudah Bicara dengan Pelatih Kepala
- Sedan Bekas Tahun Muda Mulai Rp 70 Juta, Ini 5 Pilihan Irit dan Nyaman untuk Harian
- Pemain Keturunan Palembang Salip Mauro Zijlstra Gabung Timnas Indonesia, Belum Punya Paspor RI
Pilihan
-
3 Kuliner Khas Riau yang Cocok Jadi Tren Kekinian, Bisa untuk Ide Bisnis!
-
Ole Romeny Jalani Operasi, Gelandang Arema FC Pilih Tutup Komentar di Instagram
-
Pengusaha Lokal Bisa Gigit Jari, Barang Impor AS Bakal Banjiri Pasar RI
-
BREAKING NEWS! Satoru Mochizuki Dikabarkan Dipecat dari Timnas Putri Indonesia
-
Tarif Trump 19 Persen Bikin Emiten Udang Kaesang Makin Merana
Terkini
-
Musik Asyik di Kafe Bisa Jadi Masalah Hukum? Simak Penjelasan Kemenkum DIY Soal Royalti Musik
-
Wali Murid Menjerit, Pungutan Seragam MAN di DIY Tembus Rp 1,8 Juta, ORI Investigasi
-
Diplomasi Indonesia Diuji: Mampukah RI Lolos dari Tekanan Trump Tanpa Kehilangan Cina?
-
BPJS Kesehatan Dicoret? Dinsos DIY Buka Layanan Pengaduan, Jangan Tunda
-
UGM Kembalikan Harta Karun Warloka! Apa yang Disembunyikan Selama 15 Tahun?