Scroll untuk membaca artikel
Eleonora PEW | Hiskia Andika Weadcaksana
Senin, 20 September 2021 | 18:15 WIB
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. [Pemprov Jateng]

SuaraJogja.id - Nama Ganjar Pranowo makin terdengar dijagokan maju dalam Pilpres 2024 mendatang, terbukti dari makin masifnya deklarasi dukungan untuk Gubernur Jawa Tengah tersebut.

Namun di sisi lain, internal PDIP kemudian juga tidak tinggal diam. Bahkan partai berlambang banteng itu bakal memberikan sanksi kepada kadernya yang didukung maju Pilpres sebelum mendapatkan keputusan dari Ketua Umum PDIP.

Pakar politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Wawan Masudi menyebut ada dua perspektif mengenai hal tersebut. Pertama bahwa kondisi tersebut bukan merupakan suatu upaya mengganjal Ganjar dari PDIP.

"Kalau menurut saya bukan soal ganjal mengganjal ya. Ini yang pertama kalau dari perspektif PDIP dalam konteks ini untuk menentukan proses kandidasi. Kalau di PDIP jelas proses kandidasi khususnya untuk calon presiden kan sepenuhnya ada di tangan ketua umum ya, dalam hal ini Bu Mega (Megawati Soekarnoputri)," kata Wawan saat dihubungi awak media, Senin (20/9/2021).

Baca Juga: Anggap Formula E Sudah Langgar Aturan Sejak Awal, PDIP: Ini Kelalaian dari BPK

Wawan menyebut bahwa langkah yang dilakukan PDIP dalam hal ini adalah upaya menegaskan kembali proses politik, khususnya bagi mekanisme partai terkait pencalonan yang akan dilakukan kelak.

Pasalnya, sambung Wawan, selama ini PDIP selalu menegaskan kedisiplinan dan pentingnya mekanisme organisasi partai, sehingga respon itu dianggap sebagai hal yang masuk akal.

"Jadi bagi PDIP ya jelas mereka tidak ingin di-fait accompli oleh dukungan-dukungan politik di luar, tidak mau di-fait accompli oleh proses-proses politik yang ada di luar mekanisme partai dan tentu itu masuk akal ya. Itu kalau dari perspektif PDIP, mereka tidak ingin di fait accompli," tuturnya.

Namun ada perspektif yang kedua yakni sudut pandang dari luar partai. Dalam konteks ini adalah masyarakat yang di dalamnya memang terdapat kekuatan-kekuatan politik yang sangat cair.

"Saat ini kan sebenernya enggak bisa batasi ya, aspirasi politik masyarakat, kelompok macam-macam itu ya untuk segala hal. Dan itu mencerminkan adanya kekuatan-kekuatan asosiasi baik itu permanen maupun itu temporer yang ada di masyarakat," ucapnya.

Baca Juga: Krisdayanti Bongkar Gaji Anggota DPR, Masinton: Dia Tak Ditegur Justru Diapresiasi

Asosiasi-asosiasi yang ada di masyarakat itu dikatakan Wawan juga memiliki aspirasi dan keinginan tersendiri. Serta mereka tentu dapat bebas bersuara dan melakukan atau menunjukkan ekspresi politiknya.

Kebetulan juga, ia menyebut bahwa asosiasi-asosiasi politik yang baik itu bersifat temporer atau permanen berjalan sesuai preferensi mereka, sehingga asosiasi-asosiasi itu bisa bertindak bebas dalam perspektifnya sendiri.

"Jadi ya ini ada dua logika yang memang berada di dua trek yang tidak sama gitu. Satu ya trek partai yang memang mereka memiliki sistem mekanisme dan proses politik sesuai dengan tata aturan partai yang sudah ditentukan. Yang satu ini ada trek berbasis asosiasi politik di masyarakat yang memang mereka memang kemudian punya hak untuk berusara apapun," ungkapnya.

Walaupun kata Wawan, pada akhirnya jika mengikuti logika Undang-Undang yang ada. Kelak yang akan menentukan siapa menjadi kandidat itu adalah partai politik maupun dukungan partai politik lainnya.

Namun memang lahirnya kekuatan asosiasi-asosiasi politik itu tidak bisa diabaikan begitu saja. Sebab mereka itu juga memiliki jaringan tersendiri yang membuatnya menjadi semacam mesin politik non partai.

"Jadi ya itu saja. Suatu saat saya kira akan ketemu itu. Mudah-mudahan akan saling ketemu, antara yang mesin politik partai dan mesin politik non partai itu," tandasnya.

Load More