SuaraJogja.id - Dengan nada bergetar, Bedjo Sutrisno perlahan kembali menguak kisah pilu yang pernah dirasakan pascatragedi 30 September 1965 meletus.
Bedjo mengingat kala 1966, ia masih duduk di bangku SMP tapi dituduh berencana membunuh Presiden Soekarno.
Bedjo lantas disiksa dan menjadi saksi mata pembunuhan sejumlah tahanan politik lainnya. Sembari bercerita, pria sepuh ini tak berhenti meremas gelas plastik yang sudah habis ia minum.
“Saya dituduh berencana membunuh Presiden Soekarno. Yang menuduh saat itu RT saya sendiri. Tiga hari kemudian saya dipanggil dan disuruh apel ke kecamatan setelah itu tidak boleh pulang. Saya dipenjara di LP Wirogunan sekitar setengah bulan. Saya diperiksa di Gedung Jefferson di lantai 1. Di lantai dua juga, kemudian di lantai 3 untuk yang berat, saya disiksa. Saya dipukuli sampai pingsan. Setelah saya pingsan, disuruh cap 10 jari tangan," ungkap Bedjo seperti dikutip dari KBR.id.
"Kemudian saya dibawa ke LP Wirogunan masih dalam kondisi tidak sadar. Saya dan orang-orang yang ditahan itu diberi makan gatot dari ketela. Ternyata sudah dicampur DDT atau obat tikus. Banyak orang yang mati keracunan. Untung saya bisa muntah, jadi keluar racunnya. Saya kemudian di bawa ke kamp Kutoarjo, selama dua minggu. Setelah itu saya diangkut pakai truk menuju Nusakambangan. Kemudian saya dibawa ke Pulau Buru, 10 tahun saya dibuang di situ,” ungkapnya.
Peristiwa pilu lainnya juga diungkap oleh Sutikno. Kala peristiwa berdarah 30 September 1965 pecah, usia Sutikno masih sekitar 20 tahun dan menempuh pendidikan di Universitas Republika. Ia ditangkap pada 21 April 1966 karena berdemo dan dituduh mendukung Dewan Jenderal–badan yang dianggap ingin merebut kekuasaan dari Presiden Sukarno.
Saat ditangkap, ia mengaku diinterogasi oleh tentara di Gedung Jefferson. Di sanalah, Sutikno dan puluhan orang lainnya disiksa.
"Saya diinterogasi, dituduh ikut demonstrasi, mendukung Dewan Jenderal, memberi dana, dan sebagainya. Padahal tuduhan itu tidak benar. Lha saya saat itu masih mahasiswa tidak punya uang buat makan, buat bayar sekolah saja susah, apalagi dituduh menyumbang," kenang Sutikno.
“Kalau diperiksa malam, banyak sekali kawan-kawan yang menderita. Digebuki, kemudian sepuluh jari diletakkan di meja dan dijepit sampai luka. Tangan dipukuli. Teman saya lainnya itu, kalau sudah dari Jefferson, pasti pulangnya digotong," terangnya.
Baca Juga: Sengkuyung Penanganan Pandemi, Seniman Yogyakarta Lelang Lukisan Bersama
Begitu pula dengan Sri Murhayati. Ia ditangkap karena ayahnya dituding berencana membunuh sejumlah pejabat negara.
Sri yang tengah berkuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (UGM) ini aktif Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) --organisasi yang menolak perloncoan.
Hingga suatu hari, ia ditangkap kemudian diinterogasi di Gedung Jefferson. Setelahnya perempuan sepuh ini dijebloskan di penjara bawah tanah Benteng Vredeburg.
“Saat pertama ditahan, saya diperiksa dua kali di Gedung Jefferson. Dua hari sebelumnya ayah saya dicari militer, rumah saya dikepung tentara, ada satu truk, satu panser, satu mobil tentara, lalu bapak saya ditangkap. Bapak saya sekretaris angkatan 45 veteran. Jadi awalnya yang dicari bapak saya, bukan saya atau ibu saya, tetapi akhirnya dicari-cari saya ditanya ikut apa, saya jawab CGMI," kata Sri Murhayati.
"Saya kemudian dibawa naik truk dan di Jefferson disuruh apel. Banyak sekali tahanan perempuan. Saya nangis keras sekali. Awal Desember kemudian saya dipindah ke Benteng Vredeburg, itu pertama kali dipakai untuk tahanan. Waktu dipindah ke Benteng, kalau pagi makannya jagung rebus. Per orang hanya 20 butir jagung, paling banyak itu 22 butir kalau bejo (untung-red).”
Gedung Jefferson yang disebut Sutikno, Bedjo Sutrisno, dan Sri Murhayati, itu lokasinya tak jauh dari tugu Golong Gilig yang menjadi ikon Yogyakarta.
Tag
Berita Terkait
-
Beredar Kabar Istana Resmikan PKI Berdiri Lagi di Indonesia, Begini Faktanya
-
Faktor Penyebab G30S PKI yang Menewaskan 6 Jenderal dan Satu Perwira
-
DPR Minta TNI Jelaskan Tudingan Gatot Nurmantyo Soal Hilangnya Diorama G30S/PKI
-
Bongkar Diorama G30S PKI di Museum Kostrad, Letjen TNI Purn Azmyn Hatinya Kini Tenang
Terpopuler
- Skincare Reza Gladys Dinyatakan Ilegal, Fitri Salhuteru Tampilkan Surat Keterangan Notifikasi BPOM
- Roy Suryo Desak Kejari Jaksel Tangkap Silfester Matutina: Kalau Sudah Inkrah, Harus Dieksekusi!
- Bukan Jay Idzes, Pemain Keturunan Indonesia Resmi Gabung ke AC Milan Dikontrak 1 Tahun
- 3 Klub yang Dirumorkan Rekrut Thom Haye, Berlabuh Kemana?
- Selamat Datang Jay Idzes! Klub Turin Buka Pintu untuk Kapten Timnas Indonesia
Pilihan
-
Daftar 5 Sepatu Lokal untuk Lari Harian, Nyaman dan Ringan Membentur Aspal
-
Aremania Wajib Catat! Manajemen Arema FC Tetapkan Harga Tiket Laga Kandang
-
Kevin Diks Menggila di Borussia-Park, Cetak Gol Bantu Gladbach Hajar Valencia 2-0
-
Calvin Verdonk Tergusur dari Posisi Wingback saat NEC Hajar Blackburn
-
6 Smartwatch Murah untuk Gaji UMR, Pilihan Terbaik Para Perintis 2025
Terkini
-
Mulai Agustus 2025: Pelajar Gunungkidul Bisa Cek Kesehatan Gratis! Ini Targetnya
-
APBD Siap Mengalir: Sekolah Rakyat Sleman Gunakan Tanah Kas Desa, Ini Detailnya
-
Bupati Utamakan Kesehatan Warga, Sebagian APBD Perubahan Bantul Dialokasikan untuk Biaya BPJS
-
Soal Pemblokiran Rekening Pasif oleh PPATK, BRI Angkat Bicara
-
24 Ribu Jiwa di Gunungkidul Krisis Air Bersih: Data Belum Lengkap, Ancaman Membesar