SuaraJogja.id - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Yogyakarta menyayangkan pihak Polres Sleman yang menaikkan kasus laporan menghalangi usaha penambangan oleh Pramudya Afgani ke warga Jomboran, Minggir, Sleman ke proses penyidikan. Para warga hanya berjuang untuk menjaga kelestarian lingkungan dari aktivitas penambangan pasir dan batu yang sudah berdampak ke lingkungan warga.
Staf Advokasi LBH Yogyakarta, Budi Hermawan mengatakan seharusnya polisi melihat usaha warga untuk mempertahankan lingkungannya.
"Lagi-lagi pejuang lingkungan dibungkam oleh polisi. Kita tahu pasal 162 UU no 3 tahun 2020 tentang Minerba ini sering digunakan kepada para pejuang lingkungan. Kami menyayangkan upaya warga ini malah dikriminalisasi atas dugaan menghalangi usaha penambangan," terang Budi saat konferensi pers di Kantor Walhi Kota Yogyakarta, Senin (11/10/2021).
Ia mengatakan bahwa warga bergerak karena keresahannya dengan dampak penambangan di kemudian hari. Selain itu adanya Pasal 66 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), yang menjelaskan bahwa warga yang menjaga lingkungan dijamin keamanannya tidak diterapkan oleh polisi.
Baca Juga: Kritik Sekolah Online, Ini Potret Anak-anak Belajar di Tepi Sungai Progo
"Pihak yang berwenang (polisi) ini tidak memperhatikan pasal-pasal anti slap di dalam UU Lingkungan Hidup. Dimana di pasal 66 UU PPLH disebutkan setiap orang yang memperjuangkan lingkungan dengan iktikad baik agar lingkungan menjadi baik dan sehat, tidak dapat dituntut pidana atau perdata," katanya.
Laporan oleh Pramudya Afgani yang menuding warga Jomboran menghalang-halangi usaha penambangan juga tidak jelas. Padahal warga saat itu hanya menyampaikan aspirasi pada Desember 2020 lalu.
"Ini juga tidak jelas apa yang dimaksudkan oleh yang bersangkutan. Seperti apa itu bentuk menghalang-halangi aktivitas pertambangan yang dilakukan warga hingga dituduh melanggar Pasal 162 UU no 3 Tahun 2020 tentang Minerba," katanya.
Warga kata Budi juga tidak langsung melakukan aksi penyampaian aspirasi tersebut. Warga Jomboran juga sudah menyiapkan bukti dan telah berkali-kali melapor kepada pihak berwenang namun tak digubris.
"Warga tidak ujug-ujug datang ke lokasi penambangan untuk menyampaikan aspirasi itu. Mereka sudah mengumpulkan bukti-bukti dan melaporkan sesuai prosedural. Tapi tidak ada tindak lanjutnya," kata dia.
Baca Juga: Diduga ada Masalah Keluarga, Warga Kulonprogo Nekat Terjun ke Sungai Progo
Kembali pada Pasal 66 UU PPLH, Budi menilai bahwa selama ini Pasal 66 tidak pernah digunakan sebagai dasar rujukan oleh pihak kepolisian. Di lain sisi UU itu juga tidak pernah dipakai untuk melindungi warga yang berupaya menjaga lingkungan hidup mereka.
"Seharusnya polisi mencari bukti di lapangan. Jika surat pada 7 Oktober 2021 ini diberikan kepada warga otomatis ini sebagai upaya mengendurkan warga dalam memperjuangkan lingkungan hidup. Ini juga sebagai ancaman kepada masyarakat," kata dia.
LBH Yogyakarta, berencana mengawal kasus tersebut dengan serius. Pihaknya bersama Paguyuban Masyarakat Kali Progo (PMKP) akan membentuk forum pengacara bersama dari organisasi bantuan hukum.
"Kami ingin polisi menghargai Pasal 66 UU PPLH itu lebih ditegakkan. Kami akan kawal bersama dengan pengacara yang ada di Jogja," ujar Budi.
Terpisah, seorang warga Jomboran, Iswanto mengatakan pihaknya sudah pernah melayangkan laporan ke Polda DIY terkait dugaan pemalsuan dokumen yang dilakukan pihak penambang. Warga tidak pernah menandatangani untuk kesepakatan wilayah Jomboran dibolehkan sebagai lokasi penambangan.
"Itu 4 Januari 2021, kami membuat laporan adanya pemalsuan dokumen. Tapi tidak pernah ditindaklanjuti lagi. Justru sekarang warga malah dilaporkan ke polisi karena menghalangi aktivitas tambang itu," keluh warga yang juga tergabung dalam PMKP itu.
Sebelumnya diberitakan, sejumlah warga Jomboran, Minggir, Sleman dan beberapa warga Wiyu, Kabupaten Kulonprogo yang tergabung di PMPK mendatangi Kantor Walhi Jogja untuk mengadu terhadap posisinya yang dilaporkan kepada polisi oleh pihak penambang bernama Pramudya Afgani, Senin (11/10/2021).
Penambangan yang dilakukan Pramudya Afgani dan juga PT CMK sudah memberi dampak pada warga dua kabupaten tersebut. Salah satunya kesulitan air. Bahkan mereka harus membeli air untuk kebutuhan sehari-hari.
Berita Terkait
-
Sidang Guru Supriyani Berjalan, Tapi Bupati Konawe Inisiasi Mediasi di Luar Persidangan
-
Kasus Guru Supriyani Berbuntut Panjang, Kasi Pidum Kejari Konsel Dinonaktifkan
-
Sosok Bupati Konawe Selatan Surunuddin Dangga, Pecat Camat Usai Bantu Guru Supriyani
-
Skandal Kriminalisasi Guru SD: Pengakuan Terpaksa dan Tekanan dari Polsek Baito Terungkap di Sidang
-
Menyoal Kriminalisasi Ibu Supriyani: Saatnya Negara Hadir Melindungi Guru
Tag
Terpopuler
- Viral Maling Motor Beri Tips Agar Honda BeAT dan Vario Tak Dimaling
- Elkan Baggott Disuruh Kembali H-1 Timnas Indonesia vs Arab Saudi: STY Diganti, Lu Bakal Dipanggil
- Respons Geni Faruk Terima Hadiah dari Dua Menantu Beda 180 Derajat, Aurel Hermansyah Dikasihani
- Timnas Indonesia Ditinggal Pemain Naturalisasi Jelang Lawan Arab Saudi, Siapa Saja?
- Marc Klok: Jika Timnas Indonesia Kalah yang Disalahkan Pasti...
Pilihan
-
Rupiah Langsung Loyo Terhadap Dolar AS Setelah BI Pertahankan Suku Bunga Acuan
-
'Kedermawanan' Negara ke Pengemplang Pajak, Sementara Wong Cilik Kena 'Palak'
-
Hilirisasi Moncer! MIND ID Cetak Kinerja Positif Kuartal III-2024
-
Emas Antam Terus Meroket, Hari Ini Seharga Rp1.498.000/Gram
-
Wakil Kepala Danantara Masih Rangkap Jabatan Dirut BUMN, Emang Boleh?
Terkini
-
Dada Tertebas Parang, Agen Travel yang Dianiaya di Jambusari masih Dirawat di Rumah Sakit
-
Psikiater: Anak yang Orang Tuanya Terlibat Judi Membutuhkan Dukungan
-
Heboh Kabar Bebas, Mary Jane Veloso Ternyata Masih di Lapas Perempuan Yogyakarta
-
BPBD Bantul Kirimkan Logistik untuk Warga Terdampak Longsor Bangunjiwo
-
Update Pembacokan di Jambusari Sleman, Satu Tersangka Ditangkap dan Empat Orang Masih Buron