Jamu Ginggang: Penghubung Keraton dan Rakyat
Salah satu bukti andil para abdi dalem keraton dalam penyebaran resep jamu ke luar istana bisa dilihat lewat keberadaan kedai Jamu Ginggang. Terletak di Jalan Masjid Pakualam, kedai Jamu Ginggang berada tepat di sebelah timur Pura Pakualaman, Yogyakarta.
Rudi Supriyadi (56) mendedahkan keberadaan kedai Jamu Ginggang yang empat tahun lagi genap berusia satu abad, tak bisa dilepaskan dari keluarga Puro Pakualaman. Pria yang terhitung sebagai generasi kelima pewaris kedai Jamu Ginggang ini menyebut bahwa awal mula resep jamu yang didapat keluarganya berasal dari kakek buyutnya yang merupakan abdi dalem bernama Joyo Tan Genggang.
Mbah Joyo, Rudi memanggilnya, menjadi abdi dalem di Kadipaten Pakualaman pada era kepemimpinan Paku Alam VII yakni antara tahun 1907-1937. Ia saat itu bertugas sebagai tabib keluarga keraton.
Baca Juga: Staycation Semakin Nyaman di Hyatt Regency Yogyakarta dengan Fasilitas Ini
Tugas Mbah Joyo sehari-hari saat berada di Pura Pakualaman meracik jamu untuk dikonsumsi para keluarga keraton. Rudi mengungkapkan tradisi keluarga keraton menenggak jamu tak bisa dilepaskan dari tiga hal utama yang sehari-hari mereka lakukan.
Pertama, olah raga berupa berlatih jemparingan atau seni memanah khas Kerajaan Mataram serta menari. Kedua, olah rasa yaitu aktivitas yang dilakukan untuk mengolah jiwa. Kegiatannya berupa membatik. Kemudian ketiga, untuk menjaga kesehatan.
"Atas dasar ketiga hal itu, maka keluarga keraton membiasakan dan rutin minum jamu, untuk menjaga kondisi fisik dan jiwanya dari sakit," terangnya saat ditemui beberapa waktu lalu.
Setelah Mbah Joyo mangkat, tugas sebagai tabib keraton dilanjutkan oleh adiknya yang bernama Mbah Bilowo. Sama seperti Mbah Joyo, tugas Mbah Bilowo setiap hari juga meracik jamu untuk keperluan keluarga keraton.
Kemudian setelah Mbah Bilowo tilar dunyo, tugas meracik jamu dilanjutkan adiknya Mbah Puspo Madyo. Di masa Pusmo Madyo bertugas inilah, resep jamu yang selama ini hanya dinikmati keluarga keraton, diperbolehkan untuk diakses publik.
Baca Juga: Liputan Khusus: Menjegal Perdagangan Anjing di Yogyakarta
"Mbah Puspo Madyo sekitar tahun 1930 itu diperbolehkan untuk menyebarkan resep jamu keraton kepada umum," terangnya.
Berita Terkait
-
Perjalanan Habbie, UMKM yang Berkembang dengan Dukungan BRI Hingga Pecahkan MURI!
-
Warung Bu Sum: Legenda Kuliner Jogja Bertahan Berkat Resep Rahasia & Dukungan BRI
-
BNI Indonesias Horse Racing Triple Crown & Pertiwi Cup 2025 Garapan SARGA.CO Siap Pentas di Yogya
-
Cari Vila dengan Private Pool di Yogyakarta? Ini 7 Rekomendasi Terbaik
-
Record Store Day Yogyakarta 2025, Lebarannya Rilisan Fisik Kini Balik Ke Pasar Tradisional
Tag
Terpopuler
- Advokat Hotma Sitompul Meninggal Dunia di RSCM
- Jay Idzes Ditunjuk Jadi Kapten ASEAN All Star vs Manchester United!
- Kejutan! Justin Hubner Masuk Daftar Susunan Pemain dan Starter Lawan Manchester United
- Sosok Pria di Ranjang Kamar Lisa Mariana Saat Hamil 2021 Disorot: Ayah Kandung Anak?
- Hotma Sitompul Wafat, Pengakuan Bams eks Samsons soal Skandal Ayah Sambung dan Mantan Istri Disorot
Pilihan
-
LAGA SERU! Link Live Streaming Manchester United vs Lyon dan Prediksi Susunan Pemain
-
BREAKING NEWS! Indonesia Tuan Rumah Piala AFF U-23 2025
-
Aksi Kamisan di Semarang: Tuntut Peristiwa Kekerasan terhadap Jurnalis, Pecat Oknum Aparat!
-
Belum Lama Direvitalisasi, Alun-alun Selatan Keraton Solo Dipakai Buat Pasar Malam
-
IHSG Susah Gerak, Warga RI Tahan Belanja, Analis: Saya Khawatir!
Terkini
-
Rendang Hajatan Jadi Petaka di Klaten, Ahli Pangan UGM Bongkar Masalah Utama di Dapur Selamatan
-
Dari Perjalanan Dinas ke Upah Harian: Yogyakarta Ubah Prioritas Anggaran untuk Berdayakan Warga Miskin
-
PNS Sleman Disekap, Foto Terikat Dikirim ke Anak: Pelaku Minta Tebusan Puluhan Juta
-
Tendangan Maut Ibu Tiri: Balita di Sleman Alami Pembusukan Perut, Polisi Ungkap Motifnya yang Bikin Geram
-
Ribuan Umat Padati Gereja, Gegana DIY Turun Tangan Amankan Paskah di Jogja