"Beberapa waktu lalu sempat ada rombongan dari Jepang, Belanda, dan Malaysia. Ada sekitar tujuh home stay yang disiapkan kemarin," kata Sutrisno.
Sutrisno mengatakan jamu telah menjadi keberkahan tersendiri bagi warga Dusun Kiringan. Aktivitas meracik jamu telah membuka lapangan kerja dan turut menopang perekonomian warga. Lebih dari itu, aktivitas para peracik jamu di Kiringan secara nyata turut memberikan andil dalam melestarikan tradisi menenggak jamu di kawasan Yogyakarta dan sekitarnya.
Konektivitas Keraton, Abdi Dalem dan Pasar Beringharjo
Berdasarkan riwayat Kedai Jamu Ginggang hingga sentra jamu gendong di Dusun Kiringan, Prof Murdijati Gardjito tak memungkiri bahwa berkembangnya tradisi minum jamu di Yogyakarta tak bisa dilepaskan dari konektivitas keraton, para abdi dalem serta keberadaan Pasar Beringharjo.
Baca Juga: Staycation Semakin Nyaman di Hyatt Regency Yogyakarta dengan Fasilitas Ini
Ia menjelaskan, keraton sebagai pusat kekuasaan di masa lampau, memiliki akses besar untuk membiasakan diri mengonsumsi jamu. Hal itu karena didasarkan atas kebiasaan para keluarga keraton dalam usaha untuk menjaga kewarasan atau kesehatan, kemudian menjaga kecendekiawanannya serta penampilannya.
“Ketiga unsur inilah yang kemudian membentuk tradisi minum jamu di dalam lingkungan keraton,” terang Guru Besar Ilmu dan Teknologi Pangan UGM saat dihubungi beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut, kebiasaan para keluarga keraton mengonsumsi jamu tersebut membuka pengetahuan para abdi dalemnya. Mereka menjadi tahu mengenai ragam resep jamu dan terampil dalam mengolah bahan-bahan rempahnya. Dari tangan mereka inilah kemudian resep-resep jamu itu tersebar ke luar beteng keraton.
Selain abdi dalem, distribusi jamu juga turut dilakukan oleh beberapa agen, salah satunya adalah tukang rempah-rempah. Profesi tukang rempah-rempah ini disebut pula dengan istilah craki yakni penjual sekaligus peracik obat.
Prof Murdijati Gardjito mengungkapkan profesi craki ini dahulu banyak ditemukan di kawasan Pasar Beringharjo sebelah utara, tepatnya sekarang di kampung Ketandan atau pecinan. Dahulu kawasan yang dikenal sebagai cikal bakal berdirinya perusahaan jamu Sido Muncul itu memang banyak ditemukan para pedagang sekaligus peracik obat termasuk jamu.
Baca Juga: Liputan Khusus: Menjegal Perdagangan Anjing di Yogyakarta
Selain craki, dukun bayi dan penjaja jamu gendong dan pikul atau yang disebut dengan wiku juga turut andil menyebarkan jamu terutama bagi kalangan kelas menengah ke bawah.
Berita Terkait
Tag
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Murah Desain Timeless: Enak Dilihat Sepanjang Waktu, Mulai Rp 30 Jutaan
- Pemain Keturunan Rp 312,87 Miliar Juara EFL Masuk Radar Tambahan Timnas Indonesia untuk Ronde 4
- 7 Rekomendasi Mobil Bekas Mesin Diesel Harga di Bawah Rp100 Juta
- Selamat Tinggal Mees Hilgers, Penggantinya Teman Dean James
- 5 Alasan Honda Supra X 125 Old Masih Diminati, Lengkap dengan Harga Bekas Terbaru Juni 2025
Pilihan
-
Daftar Rekomendasi Mobil Bekas Favorit Keluarga, Kabin Lapang Harga di Bawah Rp80 Juta
-
6 Mobil Bekas Kabin Luas Bukan Toyota, Harga di Bawah Rp80 Juta Pas Buat Keluarga!
-
3 Mobil Toyota Bekas di Bawah Rp80 Juta: Kabin Lapang, Hemat Bensin dan Perawatan
-
Catatan Liputan Suara.com di Jepang: Keajaiban Tas, Uang dan Paspor Hilang Kembali ke Pemilik
-
Proyek Rp1,2 Triliun Kerap Bermasalah, Sri Mulyani Mendadak Minta Segera Diperbaiki
Terkini
-
Disepakati DPRD DIY, Trans Jogja Buka Rute Yogyakarta-Wonosari: Kapan Mulainya?
-
ARTJOG 2025: Dari Instalasi hingga Inklusi, Seni yang Berdaya
-
Kulon Progo Punya 2 Motif Batik Baru: Gunungan Wayang Jadi Ikon Baru Daerah
-
Duta Pariwisata Baru, Rizky Nur Setyo dan Salma Wibowo Terpilih jadi Dimas Diajeng Kota Jogja 2025
-
Geger di Bantul! Granat Zaman Perang Ditemukan Saat Kerja Bakti, Tim Gegana Turun Tangan!