SuaraJogja.id - Penelitian pemanfaatan terapi berbasis stem cell atau sel punca semakin pesat sepuluh tahun terakhir. Bahkan selama pandemi COVID-19, terapi sel punca banyak diiberikan pada pasien pneumonia untuk bisa bertahan hidup dan mempercepat pemulihan perawatan pasien ICU.
Namun hingga saat ini penelitian tersebut seperti jalan di tempat. Meski terapi sel punca sebagai imunomodulator dan anti-inflamasi bisa mengatasi badai sitokin pasien COVID-19, pengobatan ini belum dipelajari secara rinci dalam bentuk studi uji klinis yang melibatkan lebih banyak rumah sakit dan jumlah pasien yang mencukupi sesuai kaidah uji klinis.
"Saat ini penelitian baru sebatas studi kasus,"ujar Direktur PT Tristem Medika Indonesia,Indra Bachtiar disela Forum Riset Industri UGM secara virtual, Kamis (25/11/2021).
Menurut Indra, proses manufaktur juga menjadi masalah utama yang dihadapi secara global. Sebelum pemberian sel punca ke subyek manusia, proses pembuatan yang sesuai dengan Cara Pembuatan Obat yang Benar(CPOB).
Baca Juga: Darurat Kekerasan Seksual, BEM UGM Desak Permendikbudristek No 30 Segera Diimplementasikan
Uji klinis juga terkendala produk sel yang diproduksi harus mempunyai kualitas yang tinggi dan bebas dari kontaminasi. Terapi sel punca pun harus bisa mempertahankan sifat Genotip dan Fenotip nya.
"Analisis genetik terperinci seperti penyimpangan kromosom, seperti karyotyping sebelum perawatan berbasis sel apa pun juga jadi syarat. Selain itu heterogenitas kultur karena pengerjaan sel yang tidak berdiferensiasi atau salah berdiferensiasi dapat menyebabkan risiko tumorigenik atau imunogenik yang substansial bagi penerima," jelasnya.
Persoalan serius lain yang menghambat kemajuan terapi sel punca, lanjut Bachtiar adalah kepercayaan masyarakat. Banyak pihak yang masih lebih percaya pada terapi konvensional karena minimnya pengetahuan masyarakat tentang pengobatan ini.
Apalagi terapi ini membutuhkan biaya yang cukup besar. Akibatnya penelitian teknologi sel punca mengalami kekurangan data pendukung baik dari sisi keamanan maupun dari sisi efikasi.
"Akibatnya terapi ini belum banyak di akui oleh dunia kedokteran," ujarnya.
Baca Juga: Waspada Banjir Longsor Dampak La Nina, Pakar UGM Sarankan Ronda Malam Antisipasi Bencana
Karenanya kerja sama dengan perguruan tinggi (PT) seperti UGM sangat penting dilakukan untuk mempercepat kemajuan terapi sel punca ini, seperti proses manufacturing. Kerja asama tersebut akan membuat banyak produk riset sel punca yang diuji klinis kepada pasien.
- 1
- 2
Berita Terkait
Tag
Terpopuler
- 8 Rekomendasi Mobil Bekas Murah Tipe MPV Mei 2025: 7-Seater Harga Mulai Rp30 Jutaan, Pajak Miring
- Rekomendasi 5 Mobil Bekas Murah Meriah untuk Ibu Muda yang Super Aktif! Mulai 65 Jutaan
- 3 Pihak Blak-blakan Beri Dukungan untuk Yuran Fernandes, Komdis PSSI Revisi Hukuman
- Olla Ramlan Resmi Umumkan Lepas Hijab: Pilihan Terbaik Bukan yang Bikin Kita Nyaman
- 9 Rekomendasi HP Baterai Jumbo Minimal 6000 mAh, Kuat Berhari-bari Tanpa Powerbank
Pilihan
-
Pantas Dipanggil ke Timnas Indonesia, Patrick Kluivert Kirim Whatsapp Ini ke Ramadhan Sananta
-
BREAKING NEWS! Kaesang Pangarep Kirim Isyarat Tinggalkan Persis Solo
-
Danantara Mau Suntik Modal ke Garuda Indonesia yang 'Tergelincir' Rugi Rp1,2 Triliun
-
5 Pilihan HP Murah RAM Besar: Kamera 50 MP ke Atas, Baterai Tahan Lama
-
Korlantas Polri Cek Lokasi Kecelakaan Maut di Tawangmangu, Ini Hasilnya
Terkini
-
Thrifting Aman Tanpa Gatal, Ini Tips Jitu Dokter UGM untuk Hindari Penyakit Kulit dari Baju Bekas
-
Ditutup Kain Hitam hingga Berujung Dibongkar, Reklame Ilegal Disikat Wali Kota Jogja
-
Saldo DANA Nambah Terus? Ini Link Aktif untuk Pemburu DANA Kaget yang Terbukti
-
Dulu Didoktrin JAD, Kini Jualan Ayam Bakar di Sleman: Kisah Inspiratif Mantan Teroris Tobat
-
Dua Laga Penentu Nasib PSS Sleman, Bupati Sleman Optimistis Super Elja Tak Terdegradasi