SuaraJogja.id - Regulasi mengenai penggunaan tembakau alternatif dinilai dapat membantu menurunkan angka pravalensi perokok di Indonesia yang diperkirakan telah mencapai 60-an juta jiwa.
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (UGM), Satria Aji Imawan menjelaskan produk alternatif semisal tembakau yang dipanaskan maupun elektrik dapat dijadikan opsi untuk menekan prevalensi perokok karena menggunakan pendekatan pengurangan risiko.
Untuk terhindar dari bahaya rokok, tentu disarankan untuk berhenti langsung dari kebiasaan merokok (zero risk). Sedangkan, apabila strategi tersebut sulit dilakukan, maka konsep pengurangan risiko melalui produk alternatif dapat menjadi solusi potensial, setidaknya untuk mengurangi risiko residu asap (TAR).
Lembaga eksekutif Departemen Kesehatan Inggris (Public Health England/PHE) dalam "Evidence Review of E-Cigarettes and Heated Tobacco Products 2018" menyebutkan bahwa produk tembakau alternatif memiliki risiko lebih rendah hingga 95 persen daripada konsumsi rokok konvensional karena pembakaran tembakau menghasilkan residu asap (TAR).
Baca Juga: Data Pelacakan Alumni 2021, 76,35 Persen Lulusan UGM Telah Bekerja dan Lanjut Studi
Meskipun produk alternatif juga mengandung nikotin, namun memiliki potensi risiko yang lebih rendah karena tidak mengandung TAR. Berdasarkan data National Cancer Institute Amerika Serikat, TAR mengandung berbagai senyawa karsinogenik pemicu kanker. Dari sekitar 7.000 bahan kimia yang ada pada asap rokok, 2.000 di antaranya terdapat pada TAR.
“Kalau rokok, itu risiko terpapar TAR-nya tinggi, sementara produk ini tidak mengandung TAR dan hanya mengantarkan nikotin melalui proses pemanasan sehingga bisa mengurangi risikonya,” kata Satria, seperti dikutip dari Antara, Selasa (21/12/2021).
UK Committee on Toxicology (COT), bagian dari Food Standards Agency, juga menunjukkan kesimpulan bahwa produk alternatif telah mengurangi bahan kimia berbahaya sebesar 50 persen hingga 90 persen dibandingkan asap rokok konvensional.
Demi mendorong peralihan konsumsi yang minim risiko itu, Satria berharap adanya regulasi untuk produk tersebut. Sebab, regulasi yang mengatur produk alternatif ini baru berupa pengenaan tarif cukai sebesar 57 persen.
“Regulasi harus segera diformulasikan. Namun regulasinya harus berdasarkan pada data lapangan terkait bagaimana perilaku orang merokok, bagaimana hasil kajian terhadap pengurangan risikonya, dan sebagainya sehingga ketika aturan sudah dibuat, maka pasar dan masyarakat akan merespon,” katanya.
Baca Juga: Rapat Terbuka Dies Natalis ke-72, UGM: Kuatkan Resiliensi Menuju Kenormalan Pasca Pandemi
Konsultan Emeritus Rumah Sakit St Vincent Australia, Dr Alex Wodak menjelaskan dalam forum "Malaysia Harm Reduction" bahwa Australia yang tidak mengadopsi tembakau alternatif tidak mengalami penurunan perokok yang signifikan. Sebaliknya, Inggris yang mendukung penggunaan produk alternatif justru mampu menurunkan angka pravalensi perokok.
“Pengaruh terhadap penggunaan produk tembakau alternatif terhadap tingkat merokok mulai dirasakan setelah tahun 2013. Sejak 2013, tingkat merokok di Australia hanya turun 0,3 persen per tahun, berbanding dengan Inggris 0,9 persen per tahun,” ucapnya.
Angka itu kemudian naik setelah Inggris mengizinkan produk alternatif sebagai solusi mengurangi prevalensi perokok.
Berdasarkan data Badan Statistik Inggris, angka perokok mengalami penurunan dari 14,4 persen pada 2018 menjadi 14,1 persen pada 2019. Angka perokok Inggris kini 6,9 juta jiwa, dengan rincian 3,8 juta perokok pria dan 3,1 juta perokok wanita.
Berita Terkait
-
Pemerintah Akui Bakal Ajak Semua Pihak Rumuskan Kebijakan Rokok Baru
-
Kemasan Rokok Polos Dinilai Tak Efektif Kendalikan Konsumsi, Malah Ancam Pekerja Kreatif
-
PPN Naik Jadi 12 Persen Dinilai Paradoks, YLKI: Harusnya Naikan Cukai Rokok dan Minuman Manis
-
Anies Baswedan Pamer Cerita saat Kuliah di UGM Bareng Pramono Anung, Warganet: Jokowi Mana Punya
-
Pengusaha Industri Tembakau Protes Tak Dilibatkan Pemerintah Soal Kebijakan Rokok Baru
Terpopuler
- Kejanggalan LHKPN Andika Perkasa: Harta Tembus Rp198 M, Harga Rumah di Amerika Disebut Tak Masuk Akal
- Marc Klok: Jika Timnas Indonesia Kalah yang Disalahkan Pasti...
- Niat Pamer Skill, Pratama Arhan Diejek: Kalau Ada Pelatih Baru, Lu Nggak Dipakai Han
- Datang ke Acara Ultah Anak Atta Halilintar, Gelagat Baim Wong Disorot: Sama Cewek Pelukan, Sama Cowok Salaman
- Menilik Merek dan Harga Baju Kiano saat Pesta Ulang Tahun Azura, Outfit-nya Jadi Perbincangan Netizen
Pilihan
-
Harga Emas Antam Terbang Tinggi Jelang akhir Pekan, Tembus Rp1.520.000/Gram
-
Dinilai Hina Janda, Ridwan Kamil Kena Semprot Susi Pudjiastuti: Mau Omong Apa?
-
5 HP Samsung Rp 1 Jutaan dengan Kamera 50 MP, Murah Meriah Terbaik November 2024!
-
Profil Sutikno, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta yang Usul Pajak Kantin Sekolah
-
Tax Amnesty Dianggap Kebijakan Blunder, Berpotensi Picu Moral Hazard?
Terkini
-
Terpidana Mati Mary Jane Bakal Dipindah ke Filipina, Begini Tanggapan Komnas HAM
-
Ratusan TPS Masuk Kategori Rawan, Bawaslu Kulon Progo Intensifkan Pengawasan
-
Banyak Aduan Tidak Ditindaklanjuti, Front Masyarakat Madani Laporkan Bawaslu Sleman ke Ombudsman DIY
-
Viral Video Truk Buang Sampah Ilegal di Hutan Gunungkidul, WALHI Desak Pemda DIY Bertindak
-
Timses Pede Heroe-Pena Menang Pilkada Yogyakarta, Target 40 Persen Suara Terkunci