Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Rahmat jiwandono
Selasa, 21 Desember 2021 | 19:22 WIB
Logo OJK

SuaraJogja.id - Kemudahan untuk mendapat pinjaman uang melalui transaksi digital membuat banyak masyarakat tertarik. Namun, tak jarang mereka terjebak dengan pihak pinjaman online (pinjol) ilegal sehingga tagihannya membengkak.

Karena itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berupaya untuk menekan korban pinjaman online (pinjol) ilegal dengan melakukan pencegahan dari hulu ke hilir. Dari hulu, sebagai tindakan preventif, OJK menggencarkan edukasi kepada masyarakat di seluruh Indonesia.

“Kami meminta setiap perusahaan Peer to Peer (P2P) Lending bisa memberikan edukasi kepada masyarakat setidaknya 10 kali dalam setahun. Jadi, apabila ada lebih dari 100 perusahaan P2P lending, maka setidaknya ada seribu kali edukasi ke warga,” ungkap Direktur Pengaturan, Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Tris Yulianta pada Selasa (21/12/2021).

Menurut Tris, edukasi mengenai pinjol penting dilakukan supaya masyarakat tidak mudah terjebak pinjol ilegal. Yang terutama ialah pinjol tersebut harus legal dan diawasi OJK serta memiliki izin untuk beroperasi.

Baca Juga: Makin Meresahkan, Satgas Waspada Investasi OJK Diminta Tindak Tegas Robot Trading

"Pinjol ilegal kalau menagih sering menggunakan cara yang tidak etis. Beda dengan pinjol yang legal, semuanya sudah diatur. Penagih utangnya diatur, tidak boleh menagih semena-mena, sampai bunga harian pun diatur, maksimal 0,4 persen per hari,” jelasnya.

Lebih lanjut dia menyampaikan, maksimal bunga kredit macet yaitu 100 persen dari portofolio. Apabila masyarakat meminjam Rp5 juta dan kredit macet, maka hanya membayarkan nominal yang sama.

"Bila ada kredit macet lalu diminta untuk membayar dua sampai tiga kali lipat dari jumlah plafon pertama yang dipinjam, bisa dipastikan itu pinjol ilegal," tuturnya.

Ia menegaskan bahwa pinjol legal dilarang untuk mengakses daftar kontak. Tiga hal yang boleh diakses yakni kamera, mikrofon, dan GPS saja.

"Bahkan seluruh pembayaran hutang di P2P Lending nantinya harus memiliki virtual account agar semuanya bisa tercatat di bank," ujarnya.

Baca Juga: Marak Kontroversi Pinjol, Pakar: OJK Seharusnya Tak Terlibat dalam Perjanjian Fintek

Dengan demikian, tidak ada lagi alasan sudah membayar namun tidak tercatat. Penyelenggara P2P Lending juga harus memiliki mitigasi, khusus untuk investor.

"Seperti diketahui, P2P Lending ini kan  punya tiga komponen yaitu investor, platform, dan peminjam. Mitigasinya gimana? Dengan asuransi,” ujar dia.

Platform harus menyediakan asuransi agar tidak ada kendala kredit macet yang menyusahkan investor sehingga risiko terhadap investor juga minim.

Ke depannya, OJK memastikan perusahaan P2P Lending harus meminta izin ke OJK terlebih dahulu kemudian ke Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Terdapat perubahan terkait regulasi pengurusan pinjol.

"Kalau sebelumnya kan mau mengurus aplikasi minta izinnya ke Kominfo tetapi sekarang harus dapat izin dari kami dulu. Selanjutnya baru boleh dirilis ke publik. Kalau rilis duluan, kami take down,” paparnya.

Dari sisi hilir, OJK akan terus menutup pinjol ilegal yang beroperasi. Sejauh ini terdapat 104 P2P Lending yang resmi dan legal. 

Load More