Scroll untuk membaca artikel
Eleonora PEW | Hiskia Andika Weadcaksana
Senin, 24 Januari 2022 | 20:35 WIB
Ilustrasi omicron, negara pusat penyebaran omicron (pixabay)

SuaraJogja.id - Kelompok Kerja (Pokja) Genetik Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) UGM meminta masyarakat untuk tidak lengah terhadap varian Covid-19 Omicron. Walaupun tidak memiliki gejala yang berat namun bukan berarti masyarakat bisa menyepelekan paparannya begitu saja.

"Jadi kalau menurut saya dari WHO kan sudah menyatakan bahwa omicron less severe but is not mild, dia memang kurang tetapi tidak ringan," kata Ketua Pokja Genetik FKKMK UGM Gunadi kepada awak media, Senin (24/1/2022).

Menurutnya, hal itu yang kemudian perlu diperhatikan oleh masyarakat secara umum. Bahwa jika memang gejala yang muncul bukan berat tapi tetap perlu diwaspadai terlebih untuk orang-orang yang masuk kelompok rentan.

"Itu penting sekali disampaikan kepada masyarakat bahwa memang gejala umumnya tidak berat tetapi dia (Omicron) bukan jinak. Kalau dia kena yang rentan maka kemudian bisa menjadi berat," ungkapnya.

Baca Juga: Satu Warga DIY Terindikasi Omicron, PTM Jalan Terus

Dalam kesempatan ini, Gunadi turut menyinggung okupansi hostipalisasi rumah sakit dan ICU di negara-negara maju yang juga meningkat akibat adanya sebaran Omicron. Kondisi tersebut menjadi bukti bahwa varian Omicron tidak bisa disepelekan begitu saja.

"Hal ini juga harus diwaspadai oleh pemerintah Indonesia dan kita semua. Bagaimana jangan sampai karena kita menganggap less severe tetapi kemudian karena transmisinya dikatakan 70 kali lebih cepat dari delta bisa saja mengenai orang-orang yang rentan di sekitar kita. Nah itu kemudian menjadi berat," ucapnya.

Warga lansia dan masyarakat yang memiliki penyakit komorbid masuk ke dalam kategori kelompok rentan. Begitu pula dengan orang yang belum atau tidak bisa menerima vaksinasi Covid-19 dengan alasan kesehatan.

Belum lagi, kata Gunadi mengingat salah satu sifat Omicron yang disebut immune escape. Di samping memang transmisi yang lebih cepat. Sehingga vaksin booster Covid-19 diperlukan untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk paparan Omicron.

"Itu yang tentunya yang wajib diwaspadi juga adalah penurunan kadar antibodi setelah sekian bulan. Makanya terus kemudian booster menjadi mandatori. Kalau kemudian kita tidak mewaspadi itu nanti kasihan tadi yang belum mempunyai kesempatan mendapatkan vaksinasi tadi," tuturnya.

Baca Juga: Warga Pasar Minggu Pasien Omicron Wafat usai Disuntik Vaksin Penuh, Wagub DKI Ungkap Penyebabnya

"Jadi itu penelitian sudah jelas bahwa ada immune escape atau immune evasion bahwa dia bisa mengelabuhi sistem imun kita. Sehingga salah satu caranya adalah booster tadi," sambungnya.

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan kalau kasus Covid-19 varian Omicron secara global bakal naik dengan cepat dan jumlahnya tinggi bahkan melebihi Delta. Akan tetapi ia menyebut kalau kasus Omicron itu bisa turun lebih cepat dan yang dirawat juga terbilang rendah.

Itu menjadi laporan Budi kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Senin (24/1/2022).

"Tetapi (hal) baiknya adalah turunnya juga cepat dan hospitalisasinya rendah," kata Budi dalam konferensi pers yang disiarkan melalui YouTube Sekretariat Presiden, Senin.

Hal tersebut dibuktikan dengan kondisi penyebaran Omicron di Indonesia saat ini. Untuk kasusnya sendiri tercatat ada 1.600 orang yang terkonfirmasi Omicron.

Dari ribuan kasus itu, hanya ada 20 orang yang menjalani perawatan serta membutuhkan bantuan oksigen. Hingga detik ini, jumlah kasus meninggal dunia akibat Omicron mencapai dua orang.

"Ini masih jauh sangat rendah dibandingkan dengan kasusnya Delta," ujarnya.

Karena itu, Budi menyampaikan pesan kepada masyarakat untuk tidak perlu panik tetapi tetap waspada dan hati-hati karena laju penularannya yang tinggi.

Budi juga menambahkan kepada masyarakat untuk tetap disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan.

"Tapi tidak perlu panik karena memang hospilitalisasi dan kematiannya rendah," ujarnya.

Load More