Scroll untuk membaca artikel
Eleonora PEW | Rahmat jiwandono
Rabu, 26 Januari 2022 | 15:27 WIB
Pak Pong memegang barongsai ukuran kecil yang sudah siap dijual - (SuaraJogja.id/Rahmat Jiwandono)

SuaraJogja.id - Di sebuah gang, tepatnya di Kampung Pajeksan, Kalurahan Sosromenduran, Kemantren Gedongtengen, Kota Jogja tampak kepala barongsai berjajar rapi yang digantung di langit-langit di rumah yang bercat putih dengan aksen merah. Di depan pintu berukuran 2x2 meter duduk seorang pria paruh baya yang mengenakan blangkon, kaus tanpa lengan, serta celana garis-garis.

Pria itu bernama Slamet Hadi Prayitno (74), atau yang akrab disapa Pak Pong. Nama Pak Pong ia dapat saat masih berjualan sebagai penjual rujak. Lantas anak-anak kecil di sekitar rumahnya menyebutnya Pak Pong, yang akhirnya dikenal sampai sekarang.

Kepada SuaraJogja.id, Pong bercerita bahwa ia sudah menekuni pekerjaan ini selama kurang lebih 21 tahun. Dua puluh satu tahun lalu, dia tidak langsung menjadi perajin barongsai. Namun, dia menjadi pemain barongsai.

"Saat itu saya pertama kali tampil di Hotel Melia Purosani karena ada undangan dari orang Amerika Serikat," kata dia saat ditemui di kediamannya, Selasa (25/1/2022).

Baca Juga: 6 Fakta Imlek: Shio, Makanan Khas, Barongsai hingga Ditetapkan Menjadi Hari Libur Nasional

Pada awal 2000-an dia baru berani tampil di depan umum lantaran saat masa kepemimpinan Presiden Soeharto, kesenian ini dilarang. Bahkan saat ada pawai barongsai, pemainnya segera kabur karena ketakutan.

"Setelah Soeharto lengser baru mulai menampilkan barongsai, tidak berani gitu lho saat itu. Wong orang pawai saja sambil lari karena pada takut. Ini kan cuma kesenian kok dulu sempat dilarang," paparnya.

Pak Pong memegang kerangka barongsai ukuran kecil - (SuaraJogja.id/Rahmat Jiwandono)

Dijelaskannya, kecintaannya terhadap barongsai sudah dirasakan sejak Pak Pong duduk di bangku SD. Kala itu, ia kerap menonton acara barongsai dan liong seusai pulang sekolah. Selain itu pula, lingkungan tempatnya tinggal merupakan pecinan.

"Sehingga sejak saya kecil memang sudah banyak dipengaruhi dengan kebudayaan Tiongkok," katanya.

Kemudian ketika usianya menginjak 20-an, dia berkenalan dengan pria bernama Dul Wahab. Dari Dul Wahab-lah, dia belajar mengenai cara membuat hingga merakit barongsai.

Baca Juga: Imlek 2022, Vihara Amurva Bhumi Jakarta Selatan Tiadakan Pertunjukan Barongsai

"Jadi pas saya masih remaja saya belajar membuat barongsai itu dari Pak Dul Wahab. Saya belajar selama empat bulan mulai dari membentuk rangka sampai mengecatnya," ujar dia.

Load More