Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Sabtu, 29 Januari 2022 | 07:05 WIB
Intelligent Gate (Dokumentasi: Widya Robotics).

SuaraJogja.id - Teknologi berbasis artificial intelligence (AI) masih dianggap terlalu futuristis bagi sebagian masyarakat Indonesia. Namun cepat atau lambat tidak dipungkiri teknologi tersebut akan menjadi bagian dari kehidupan manusia.

Hal itu juga yang juga dikenalkan perlahan-lahan oleh Widya Robotics. Perusahaan berbasis teknologi AI asal Yogyakarta itu menawarkan sejumlah produk inovasi di sektor teknologi. 

Co-founder dan sekaligus CEO Widya Robotics, Alwy Herfian Satriatama menceritakan perjalanan perusahaan ini dimulai ketika ia dulu masih duduk di bangku perkuliahan. Berawal dari mengumpulkan modal sedikit demi sedikit hingga akhirnya membentuk sebuah perusahaan. 

Co-founder dan sekaligus CEO Widya Robotics, Alwy Herfian Satriatama. (Dokumentasi: Widya Robotics).

"Saya dulu awalnya dari mahasiswa mulai bisnis jualan pulsa tahun 2014 masih kuliah di UGM lalu empat tahun berjalan kita coba-coba banyak bisnis. Pernah jualan kaos, sepatu, tas, danus kuliah, terus jualan casing hp, ngumpulin modal sambil mencari lomba. Biar bisa bisnis sesungguhnya," kata Alwy kepada SuaraJogja.id, Jumat (28/1/2022).

Baca Juga: Logitech G Keyboard Gaming G413 SE, Perpaduan Desain dan Teknologi Canggih

Mahasiswa jurusan Elektronika dan Instrumentasi UGM itu kemudian tertarik untuk membuat angan-angan bisnis di bidang teknologinya semakin besar. Namun ia tidak menampik bahwa perlu modal yang juga tak sedikit.

Sedikit demi sedikit modal itu akhirnya kemudian terkumpul hingga akhirnya bisnis teknologi pertama berjalan di tahun 2016. Hingga akhirnya kemudian ia dan timnya memutuskan untuk mencoba mengeskalasi bisnis itu pada tahun 2018.

"Kita mau coba eskalasi kalau misal mau membuat perusahaan cara paling bisa dituju itu mencari investor. Terus ketemu dapat investor lalu dimulailah petualangan Widya," ungkapnya.

Alwy menuturkan bahwa Widya sendiri sebenarnya merupakan sebuah grup dengan berbagai produk yang ada di dalamnya. Namun memang Widya Robotics adalah perusahaan pertama yang dibuat.

"Widya yang pertama dibuat itu Widya Robotics. Jadi sebenarnya Widya itu widya grup. Ada 9. Start PT resmi itu 2019 awal. Kita mulai berkembang. Dulu starting dengan 19 orang, sekarang kalau Widya Robotics sendiri sudah 60an orang, kalau Widya Grup keseluruhan sudah 300 orang," terangnya.

Baca Juga: Bunda, Yuk Ketahui Perbedaan Teknologi Popok Kekinian dengan Popok Konvensional!

Produk Inovatif

Seiring dengan berkembangnya Widya sebagai perusahaan berbagai produk inovasi pun turut dikembangkan. Khusus untuk Widya Robotics sendiri bergerak di tiga bidang yakni Artificial Intelligence, Automation dan Robotika. 

"Pertama itu adalah AI di computer vision. Jadi kan sebenarnya AI itu luas, nah yang kita fokusin itu di computer vision. Kita bisa anggap AI itu sebagai panca indera manusia yang kita fokuskan itu di mata, vision," ujarnya.

Sistem AI itu nanti diproyeksikan memang untuk membantu atau bahkan menggantikan panca indera manusia khususnya dalam hal ini mata. Laiknya sebuah kamera yang diberikan kecerdasan sehingga semakin pintar.

"Kalau kamera sebelumnya hanya melihat dengan adanya teknologi kami yang dimasukkan ke dalam device tersebut dia bisa mendeteksi hp, mobil, bisa membedakan seperti manusia," terangnya. 

Kedua ada di bidang robotika dengan mengembangkan beberapa produk yang itu menggunakan mekanikal atau alat yang bergerak secara otomatis. Dalam robotika ini diibaratkan dapat menduplikasi cara manusia bergerak.

"Produk kita yang dirobotic itu seperti load scanner yang merupakan sebuah teknologi laser. Jadi kita bisa scanning muatan. Load scanner ini produk yang revolusioner karena di Indonesia kita yang punya satu-satunya, kita mengembangkan itu sudah dari 2019 sampai sekarang," paparnya.

Load Scanner (Dokumentasi: Widya Robotics).

Lebih lanjut tentang load scanner, dijelaskan Alwy, kehadiran load scanner akan lebih memudahkan perusahaan konstruksi untuk melakukan pengukuran muatan truk. Sehingga dapat menggeser fungsi dari jembatan timbang yang selama ini masih digunakan. 

"Saat ini yang dilakukan oleh kebanyakan perusahaan konstruksi itu mereka memakai jembatan timbang untuk mengukurnya. Tapi jembatan timbang itu keluarnya bukan volumatrik tapi tonase. Jadi kayak timbangan keluarnya kilogram tapi karena besar jadinya ton," paparnya.

"Nah kita mau membuat ini jauh lebih efisien dan praktis dengan menggunakan teknologi laser yang dimana sekali scaning hasilnya volume. Kalau pakai load scanner tidak perlu ada perumusan lagi langsung ketemu hasilnya volume. Jadi tidak perlu mengkonversi lagi dari tonase menjadi volumatrik," sambungnya.

Alwy mengklaim bahwa teknologinya tersebut juga sudah sangat akurat dengan akurasi lebih dari 98 persen hingga saat ini. Ditambah pula dengan proses scanning yang cepat yakni kurang dari 1 menit.

Dengan kemampuan itu diperkirakan load scanner tersebut bisa beroperasi atau melakukan scanning lebih dari 1.000 truk dalam sehari. Jika memanh antrean sangat panjang mungkin akan berkurang menjadi separuhnya atau 500 truk perhari. 

"Kemudian load scanner kita portable. Jadi dia bisa dipindah kemana-mana. Misal ada proyek jalan tol itukan pasti kita bergerak per segmen, dari ujung ke ujung. Dengan adanya alat kami, load scanner ini langsung bisa digeser jika sudah selesai dalam satu titik," ungkapnya. 

Disampaikan Alwy, load scanner tersebut sudah dipasang pada sejumlah BUMN. Bahkan juga sudah merambah pasar ekspor ke luar negeri tepatnya di kawasan Asia Tenggara.

Kemudian ada Automation dengan contoh produk yang telah dihasilkan adalah MyNitro atau disebut juga vending machine nitrogen. Alat tersebut berfungsi untuk memudahkan pengisian nitrogen pada ban kendaraan dengan self service atau swalayan saja di mana saja.

MyNitro atau disebut juga vending machine nitrogen. (Dokumentasi: Widya Robotics).

"Kalau ke SPBU mau isi nitrogen tapi kan harus dijaga orang. Nah itu semua nanti self service. Alatnya juga tidak terlalu besar ditambah dengan tabung yang ada di belakangnya. Pembayaran juga tinggal touchscreen, bisa setting sendiri, pasang sendiri lalu bayar cashless," urainya.

Saat ini setidaknya, disebutkan Alwy, MyNitro sudah ditempatkan pada lebih dari 30 lokasi di seluruh Indonesia. Mulai dari bandata, rest area tol, SPBU hinhga mini market. 

Dengan sistem yang sudah cashless bukan tidak mungkin juga akan meminimalisisr kecurangan saat pengisian. Pihaknya bahkan sudah bekerja sama dengan seluruh payment yang ada untuk lebih mempermudah masyarakat. 

"Kita juga punya big data di situ. Jadi kita bisa tahu perputaran transaksinya secara riil di setiap lokasi dan bentuknya sangat futuristik, lebih kecil daripada ATM. Itu bisa ditempatkan dimana saja," tuturnya.

Kemudian produk inovasi lainnya ada gate system yang biasanya digunakan pada sektor konstruksi. Banyak perusahaan yang kemudian memanfaatkan teknologi itu untuk mengawasi dan mendata setiap karyawannya.

"Biasanya buat checkin karyawannya. Kita checkin juga sudah pakai wajah. Jadi kalau masuk ke dalam suatu area itu harus cek wajah dulu, untuk bener-bener memastikan dia pekerja di sini atau engga. Dan semua terdeteksi, terecord dan bisa dikoneksikan ke sistem perusahaan tersebut. Gate juga sudah kejual lebih dari 10 dan akan bertambah terus," terangnya.

Alwy menuturkan bahwa bahwa produk-produk itu dibuat di Indonesia oleh perusahaannya. Walaupun memang ada beberapa komponen yang kemudian harus didatangkan dari luar karena keterbatasan di Indonesia. 

"Kita ambil laser hardware-nya di luar negeri. Tapi kalau membacanya, softwarenya, yang menggerakkan produknya yang bikin sistemnya itu kita. Bahan baku elektronik ngambil di Indonesia susah, yang penting sistem kita yang buat," ungkapnya.

Masih Perlu Edukasi

Alwy tidak memungkiri bahwa saat ini perusahaan berbasis teknologi AI di Indonesia masih belum terlalu banyak. Sehingga membuat masa depan perkembangan teknologi AI sendiri pun masih sangat terbuka lebar. 

Tidak seperti kemudian robotika dan automation sudah cukup banyak kompetitor yang muncul saat ini. Jadi memang implementasi AI di Indonesia masih cukup berada di belakang.
 
"Jadi AI sekarang itu kalau diibaratkan, kita makan nasi pakai lauk, nah AI masih lauknya. Tapi 5-10 tahun ke depan itu AI jadi nasinya," ucapnya.

Disebutkan Alwy, tiga sektor yang kemudian perusahaannya tuju yakni artificial intelligence, automation dan robotika tadi masing-masing punya kompetitor sendiri. Namun ia tetap yakin dengan tim yang dimiliki Widya Robotics saat ini. 

Mengingat timnya sendiri didominasi oleh kaum-kaum muda. Sehingga kecepatan masih yang bisa diutamakan dalam hal ini.

Intelligent Gate (Dokumentasi: Widya Robotics).

"Bedanya kita itu kita kan timnya kebanyakan orang-orang fresh, artinya masih muda. Jadi kita mengutamakan speed atau kecepatan. Itu yang membuat kita bisa bersaing dengan mereka. Harganya juga bisa bersaing juga," ucapnya.

Belum lagi jika berbicata soal kelebihan produk yang dihasilkan. Misalnya saja load scanner atau computer vision yang diklaim lebih fleksibel.

"Maksudnya kadang klien itu karena melihat AI itu masih lauk misalnya ada ayam goreng tapi minta ayam bakar. Sama-sama ayam, sama-sama AI di computer vision tapi aplikasinya beda," ujarnya.

"Jadi ada perusahaan kelapa minta deteksi kelapa, konstruksi diminta deteksi karyawan pekerja, perusahaan otomotif dia deteksi spare part atau jenis kendaraan. Nah kita sangat fleksibel di situ. Kita bisa membuat apa aja yang mereka mau, requestnya asalkan memang domainnya di computer vision. Asal ada modal kamera kamu mau deteksi apa kita bisa bikinin. Nah tidak semua company bisa melakukan itu," imbuhnya.

Hal itu disebakan karena kompleksitas yang tinggi dalam mengatur alat-alat atau produk itu. Sehingga harus selalu mereset algoritma baru untuk setiap klien.

Namun tidak dipungkiri bahwa tantangan yang dihadapi sekarang adalah soal edukasi. Sebab, kaya Alwy, teknologi yang ditawarkan itu adalah teknologi masa depan. 

"Jadi customer itu kita masih menganggap (teknologi itu) lauk, kalau orang makan nasi harus makan nasinya belum tentu lauknya diambil. Nah karena kita nawarin saat ini fasenya lauk, jadi fasenya adalah teknologi yang future. Jadi memang kita butuh effort diedukasi," paparnya.

Alwy berharap pertumbuhan pendapatan perusahaannya dapat konsisten terus naik hingga 200 persen setiap tahunnya hingga lima tahun ke depan. Terlebih dengan harapan untuk menjadikan Widya menjadi perusahaan unicorn. 

"Kita pengen setelah usia nanti kita 8-10 tahun nanti jadi unicorn ya. Kalau sekarang masih 3 tahun ya, ya mungkin 5 tahun lagi berharap sudah bisa jadi unicorn," harapnya.

Harapan itu juga selaras dengan visi misi dari Widya sendiri yang dikatakan Alwy untuk bisa hidup atau bertahan selama 100 tahun. Dengan membantu setidaknya satu juta orang melalui perusahaannya ini.

"Widya artinya ilmu. Jadi kita pengen ilmu kita enggak habis-habis dan terus terupgrade, pengen terus berkembang hingga 100 tahun membantu 1 juta orang," pungkasnya.

Load More