Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Selasa, 01 Maret 2022 | 12:43 WIB
Ilustrasi kejahatan siber [Foto: Antara]

Melalui Pasal 5 pada UU ini, maka informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya menjadi alat bukti hukum yang sah. Namun kondisi tersebut harus memenuhi ketentuan sebagaimana pada Pasal 6 yaitu dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Untuk dapat terpenuhinya ketentuan sebagaimana pada Pasal 6 tersebut, maka peran ahli forensik digital sangatlah penting. Ahli forensik digital yang memiliki kompetensi dan kapasitas, agar informasi elektronik, dokumen elektronik, hasil cetaknya memenuhi ketentuan agar dapat dinyatakan sah.

Hanya saja diakui, banyaknya modus baru atau semakin kompleksnya perbuatan seseorang dalam hal menggunakan sistem elektronik, --yang berdampak pada larangan dan pelanggaran--, kadang memberikan pilihan sulit kepada penyidik ataupun ahli forensik.

"Dalam kaitannya memetakan perbuatan dan bukti yang telah dilakukan menggunakan sistem elektronik yang berada dalam kendalinya," ujarnya.

Baca Juga: Sebagai Ketua G20 Indonesia Bisa Damaikan Rusia Dan Ukraina, Guru Besar UII: Jangan Diam Dan Nonton Saja

Berdasarkan kajian dari peneliti sebelumnya, sambung Yudi, dalam praktik penerapan UU ITE khususnya untuk pasal pidana masih terdapat banyak kekurangan dalam pelaksanaannya. Baik dari aspek teknik proses pengambilan bukti elektronik, maupun kejelasan payung hukum terhadap proses penanganan dan analisis bukti elektronik.

Kendala tersebut tidak lepas dari masalah sinkronisasi peraturan hukum yang mendukung proses penanganan dan analisis bukti elektronik.

"Semua pihak yang terlibat dalam penegakan hukum atas UU ITE, juga harus didukung oleh pemahaman hukum yang sejalan dengan pemahaman aspek teknis yang relevan. Bila tidak, maka tujuan perlindungan dan rasa keadilan yang diharapkan dari keberadaan UU ITE tersebut akan menjadi jauh dari harapan," imbuh Yudi.

Penyidik, Jaksa, Hakim, dan Penasehat Hukum harus selalu didorong untuk meningkatkan pemahamannya dalam menerjemahkan kasus-kasus pelanggaran dalam UU ITE, lanjut Yudi. 

Peningkatan pemahaman bertujuan agar aspek hukum yang menjadi dasar dari proses peradilan, juga didukung oleh pemahaman yang baik dari aspek teknis. 

Baca Juga: Sejumlah Parpol Usul Jabatan Presiden Diperpanjang, PSHK UII: Praktik Abuse of Power Berpotensi Terjadi

Program literasi yang berkelanjutan tentang aspek hukum dan teknis yang melibatkan berbagai instansi terkait, menjadi kunci penting untuk profesionalisme penanganan kasus-kasus ITE ke depan.

Load More