Scroll untuk membaca artikel
Eleonora PEW | Muhammad Ilham Baktora
Rabu, 20 April 2022 | 09:15 WIB
Beberapa pedagang menunjukkan poster penundaan relokasi PKL Malioboro di kantor DPRD Kota Yogyakarta, Senin (17/1/2022). - (SuaraJogja.id/Muhammad Ilham Baktora)

Ketika mulai ada "garukan" oleh petugas keamanan, tikar serta barang-barang pedagang diamankan ke dalam toko-toko yang ada di belakang tempat jualan PKL.

"Jadi dibantuin oleh pemilik toko, supaya tidak digaruk, akhirnya [barang jualan] dimasukkan ke dalamnya. Kalau dulu jualan di sana masih pakai tikar," ujar Upi, yang mulai 2005 mengambil alih lapak milik ayah-ibunya.

Kondisi itu berjalan hampir dua tahun lamanya. Pedagang yang jumlahnya masih sedikit kerap kucing-kucingan dengan petugas keamanan. Seiring berjalannya waktu, petugas tak bisa membendung aktivitas pedagang di sana, dan akhirnya bermunculan pedagang lain, berkembang pesat.

Pedagang Batik di Teras Malioboro 2, Supriyati, ditemui wartawan di tempat jualannya, Jumat (11/3/2022). - (SuaraJogja.id/Muhammad Ilham Baktora)

Bukan solusi jika petugas hanya menggaruk para PKL. Pemerintah pun mengubah dengan cara menata dan merapikan jalur pedestrian Malioboro hingga akhirnya disepakati bagi PKL untuk menggunakan gerobak. Sekitar tahun 1980, setiap pedagang bergabung ke salah satu paguyuban, sehingga berjualan di Malioboro diperbolehkan.

Baca Juga: Viral Keluhan Wisatawan Ditarik Tarif Jasa Becak sampai Rp80 Ribu di Malioboro, Begini Penjelasan Dishub Kota Yogyakarta

Seperti cerita Upi, pedagang lainnya yang berjualan dengan angkringan di sisi utara Kantor DPRD DIY, Yati Dimanto, mengatakan, perjuangan untuk bisa nyaman berjualan di kawasan pedestrian Malioboro butuh waktu lama.

Awalnya, Yati bersama suami berjualan di bahu-bahu Jalan Malioboro. Ia tak menampik bahwa hal itu sangat berbahaya karena dapat melukai pedagang.

"Lalu ada penataan agar kami berpindah, tapi saat itu petugas tidak memberikan solusi. Lha terus nasib kami bagaimana? Akhirnya ada penolakan dari pedagang dan didengar oleh wali kota Yogyakarta waktu itu, Herry Zudianto," kata Yati, ditemui di lapak miliknya yang berada di Teras Malioboro 1, Jumat (4/3/2022).

Sang wali kota saat itu memanggil para pedagang yang menolak dipindah. Yati mengisahkan, Herry Zudianto memberikan kontrol penuh agar pedagang masih bisa berjualan, tetapi dengan catatan--jangan memilih lokasi di Jalan Malioboro lagi.

Rembug antarpedagang bersama Pemkot Yogyakarta kala itu menemukan kesepakatan. Pedagang kuliner, termasuk Yati, ditempatkan di utara Kantor DPRD DIY sisi timur.

Baca Juga: Dua Pekan Berjualan di Teras Malioboro 1 Selama Ramadhan, Yanti Baru Kantongi Rp180 Ribu

Meski sudah disepakati, masih saja ditemui kendala. Perangkat kelurahan tak setuju. Pasalnya, ketika ingin berjualan harus ada izin. Yati bersama rombongan pedagang melakukan audiensi dengan pihak kelurahan, termasuk RT dan RW, dan juga Wali Kota Yogyakarta.

Load More