Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Muhammad Ilham Baktora
Rabu, 20 April 2022 | 19:32 WIB
Ketua Komunitas Perempuan Berkebaya Indonesia Yogyakarta, Margareta Tinuk Suhartini memberi keterangan pada wartawan di sela Fashion Show Kartini Beringharjo, di Pasar Beringharjo, Kota Jogja, Rabu (20/4/2022). [Muhammad Ilham Baktora / SuaraJogja.id]

SuaraJogja.id - Langkahnya sedikit kaku ketika berjalan di atas karpet merah yang didesain layaknya catwalk seperti ajang super top model. Lengkap dengan kebaya dan kerudungnya Suwarni berjalan semampunya meski tak mirip dengan model profesional sekelas Bella Hadid ataupun Kendal Jenner. 

Namun begitu, wanita 42 tahun ini mendapat aplaus dari sejumlah penonton dan masyarakat yang datang menyaksikan Fashion Show Kartini Beringharjo, Rabu (20/4/2022). 

Sejumlah warga masyarakat menyaksikan fashion show buruh gendong dalam rangka menyambut Hari Kartini, di Pasar Beringharjo, Kota Jogja, Rabu (20/4/2022). [Muhammad Ilham Baktora / SuaraJogja.id]

Tak hanya Suwarni, terdapat 40 orang buruh gendong yang bergantian berjalan diatas karpet merah. Mereka unjuk gigi dengan gayanya masing-masing. 

Tak jarang ada yang menampilkan sedikit tarian saat pamer bakat di atas karpet merah itu. 

Baca Juga: Nyesek Lihatnya! Sudah Sepuh, Nenek Ini Tetap Kerja Jadi Buruh Gendong di Pasar, Banjir Pujian Publik

"Senang juga ikut kegiatan seperti ini. Ya menyambut Hati Kartini juga, kami buruh gendong perempuan di Beringharjo ikut meramaikan," terang Suwarni seusai acara di Pasar Beringharjo, Kota Jogja, Rabu (20/4/2022). 

Buruh gendong yang sejak 2012 itu berada di Pasar Beringharjo tidak tahu jika harus berlenggak-lenggok di atas karpet merah. Hanya saja jauh-jauh hari sudah diberitahu akan ada perayaan Hari Kartini yang jatuh pada 21 April. 

Tak pernah berlatih, tapi Suwarni hanya ditunjukkan cara berjalan oleh anggota Komunitas Perempuan Berkebaya Indonesia Yogyakarta. Meski kaku setidaknya seumur hidupnya pernah mengikuti event seperti ini. 

"Ya sekali seumur hidup kegiatan seperti ini bisa jadi cerita nanti ke cucu. Meski tadi grogi karena tidak latihan, yang jelas kami juga senang mengikuti acara ini," jelas Suwarni. 

Persiapan baju kebaya yang dipakai sudah dicari sejak lama. Komunitas Perempuan Berkebaya sendiri sudah memfasilitasi. Namun ukuran kebaya yang sesuai badannya tidak ada yang muat. 

Baca Juga: Rencana Pasar Legi Diresmikan 20 Januari, Tapi Masih Dikeluhkan Buruh Gendong

Suwarni mendapat pinjaman dari tetangga lainnya yang ada di Sedayu, Bantul. Tiba sekitar pukul 07.00 di Pasar Beringharjo, Suwarni berdandan dengan kebaya yang dia siapkan. 

Dalam memperingati Kartini tahun ini, Suwarni hanya berdoa tetap diberi kesehatan. Wanita yang menjadi tulang punggung di keluarganya ini bergantung dari pendapatan buruh gendong dan juga toko kecil miliknya di rumah. 

Bukan tanpa alasan ia menjadi pemimpin di dalam keluarga. Pasalnya, suami Suwarni terbaring sakit. Semua kebutuhan hidup hanya bergantung dari tangannya. 

"Suami sakit kadang minta kerja di rumah saja tidak usah ke pasar. Tapi kalau hanya berjualan di rumah tidak banyak yang laku. Karena saya jual gula, teh sama bensin saja," katanya. 

Dua belas tahun bekerja sebagai buruh gendong, pendapatan Suwarni tak menentu. Terkadang Rp50 ribu dalam sehari kadang lebih

Pada momen tertentu ia bisa membawa pulang sekitar Rp100-200 ribu. Itu pun bekerja dari pagi hingga Pasar Beringharjo tutup. 

Suwarni tak mempersoalkan dengan pekerjaannya. Meski menjadi buruh gendong, ia tetap bersyukur wanita seperti dia tetap berusaha dan tidak dipersulit dalam segala aktivitasnya. 

"Saya berjuang untuk keluarga, suami sakit, anak-anak juga masih sekolah. Memang saya dibantu dengan KMS selama ini, tapi bagaimanapun saya tetap harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan yang lain," terang dia. 

Suwarni, satu dari sekian ribu wanita yang menjadi tulang punggung keluarga. Menurutnya tak ada yang perlu dibedakan terkait gender setiap manusia. Meski tanpa bantuan dari suami, ibu dua anak ini masih bisa menopang kehidupan keluarga kecilnya. 

Terpisah, Ketua Komunitas Perempuan Berkebaya Indonesia Yogyakarta, Margareta Tinuk Suhartini mengatakan bahwa kegiatan ini adalah bentuk apresiasi kepada wanita buruh gendong. 

"Jadi kenapa kita memilih buruh gendong?, karena mereka punya jasa yang besar di sini. Kita akan bingung jika tidak ada perempuan ini. Mereka wanita tapi mampu bekerja dengan beban yang berat," ujar Margareta. 

Di sisi lain, buruh gendong di Pasar Beringharjo sudah cukup sepuh. Dalam fashion show yang dihelat bersama Dharma Wanita Persatuan Dinas Perdagangan Kota Yogyakarta, tak sedikit wanita usia 70-80 ikut memeriahkan acara. 

Ketua Komunitas Perempuan Berkebaya Indonesia Yogyakarta, Margareta Tinuk Suhartini memberi keterangan pada wartawan di sela Fashion Show Kartini Beringharjo, di Pasar Beringharjo, Kota Jogja, Rabu (20/4/2022). [Muhammad Ilham Baktora / SuaraJogja.id]

"Artinya meski usia mereka cukup tua tapi masih kuat melakukan aktivitas berat. Berbeda dengan wanita kebanyakan yang sekarang memiliki bekerja di kantor. Mereka patut kami apresiasi, apalagi tak sedikit yang menggantikan peran suaminya," kata dia. 

Kegiatan seperti ini, lanjut Margaret akan berlanjut di tahun depan. Nantinya dengan modifikasi acara yang lebih menarik dan tetap menyalakan semangat Kartini. 

"Sebagai perempuan kita juga punya kesempatan lebih baik dari laki-laki. Jadi momen Hari Kartini ini kita ingin mengajak perempuan untuk lebih berani dan yakin dapat lebih baik dari laki-laki," ujar dia.

Selain fashion show event itu juga membuka bazaar baju murah. Cukup dengan merogoh kocek Rp2 ribu sudah bisa mendapat baju kebaya dan baju layak pakai.

Load More