Scroll untuk membaca artikel
Eleonora PEW | Muhammad Ilham Baktora
Jum'at, 29 April 2022 | 07:20 WIB
Mualaf sekaligus narapidana asal Jogja, Stevanus Budiyono saat membagikan kisah spiritualnya kepada SuaraJogja.id di Lapas Wirogunan, Kota Jogja, Kamis (28/4/2022). - (SuaraJogja.id/Muhammad Ilham Baktora)

SuaraJogja.id - Siang itu, seperti hari-hari biasanya, aktivitas seorang pria asal Srandakan, Kabupaten Bantul mengeluarkan kendaraan untuk mencari makan siang. Sendiri menyusuri jalanan desa di tempat tinggalnya, pria yang saat itu masih berusia 24 tahun melintas di dekat masjid.

Pada waktu bersamaan azan dari masjid setempat berkumandang. Suara lembut yang disampaikan muadzin sedikit mengubah emosi pria ini.

Sambil melanjutkan perjalanan menuju tempat makan, hatinya mulai terketuk untuk kesekian kalinya. Pria bernama Stavanus Budiyono merasakan ketenangan usai kumandang azan itu usai.

Kumandang azan yang ia dengarkan pada akhir 2016 itu seakan menjadi titik balik hidup Stevanus dan memutuskan untuk menjadi mualaf.

Baca Juga: 9 Pesona Soraya Larasati Berhijab, Makin Cantik Setelah 10 Tahun Jadi Mualaf

Anak kedua yang lahir dari keluarga nasrani ini sempat tinggal di Bali. Pada awal 2016, Stevanus dibaptis.

Tinggal bersama saudara dan jauh dari orang tua tak membuatnya nyaman. Tidak genap setahun, Stevanus memilih kembali ke Jogja dengan masih berkeyakinan sebagai nasrani.

"Itu cerita sekitar 6 tahun silam. Sebenarnya saya dari kecil itu sudah terketuk hatinya untuk memeluk Islam. Jadi sebelum ke Bali saya sudah di Jogja karena saya ini berbeda dan diarahkan agar kuat agama Kristennya, saya dikirim ke Bali, ke rumah saudara yang juga pendeta di sana," kata Stevanus ditemui SuaraJogja.id, di Lapas Kelas II A Yogyakarta atau Lapas Wirogunan, Kamis (28/4/2022).

Memeluk Islam di tahun 2016 berawal dari suara azan yang dia dengarkan ketika melintas di sebuah masjid. Lama tinggal di Bali, Stevanus awam dengan kumandang azan.

Sekembalinya di Jogja, azan itu yang memantapkan hatinya untuk memeluk Islam. Ia pun berbincang dengan ibundanya, memang butuh waktu untuk meyakinkan orang tuanya. Bahkan ayah Stevanus tak setuju jika anaknya berpindah agama. Perseteruan kerap terjadi antara dia dan ayah.

Baca Juga: Kanwil Kemenkumham DIY: Kunjungan Keluarga Warga Binaan di Lapas Se-DIY Saat Idulfitri Digelar Virtual

"Jadi dia menekan saya jangan pindah agama. Tapi hati saya tidak nyaman, ada yang mengetuk terus untuk memeluk Islam. Saya sering bertengkar, karena kami sama-sama berpendirian kuat," katanya.

Tepat akhir 2016 Stevanus telah bersyahadat namun hanya ibundanya yang tahu. Sedangkan ayahnya tak mengetahui jika anak keduanya sudah memeluk Islam.

Pertengkaran hebat terjadi, kala itu hari Jumat dimana dirinya akan berangkat salah Jumat. Lengkap dengan sarung dan peci, kebetulan dia berpapasan dengan ayahnya di rumah.

"Dia tanya, kamu mau ke mana? Saya bilang salat Jumat. Dijawab ayah saja, 'Oh,' dan tidak ada jawaban lagi. Di masjid perasaan saya sudah tidak enak. Sampai rumah setelah menunaikan salat Jumat, rumah sudah berantakan, ayah saya mengamuk selama saya di masjid," katanya.

Petugas Lapas menunjukkan lokasi yang biasa digunakan Warga Binaan termasuk Stevanus, mualaf asal Jogja ketika bertemu keluarga secara virtual di Lapas Wirogunan, Kota Jogja, Kamis (28/4/2022). - (SuaraJogja.id/Muhammad Ilham Baktora)

Imbasnya, anak-ayah itu tidak berbicara sepatah kata pun. Meski dalam satu rumah seakan tidak ada ikatan antara ayah dan anak.

Tak hanya ayah Stevanus, saudara dari ayahnya ikut mengecam dan menyayangkan dengan keputusannya. Namun hal itu tak menggemingkan hatinya, Stevanus berusaha belajar sedikit demi sedikit dengan Islam.

Load More