Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Jum'at, 27 Mei 2022 | 17:19 WIB
Suasana rumah duka almarhum Ahmad Syafii Maarif, di Jalan Halmahera, Perum Nogotirto Elok II, Jumat (27/5/2022). (kontributor/uli febriarni)

SuaraJogja.id - Almarhum Ahmad Syafii Maarif atau yang dikenal dengan nama Buya Syafii masih punya impian yang belum terwujud. Impian itu yakni menghidupkan kembali Muhammadiyah di kampung halamannya, Kecamatan Sumpur Kudus, Sijunjung, Sumatera Barat.

Hal itu diungkapkan oleh seorang Staff Hubungan Masyarakat PP Muhammadiyah Yogyakarta Dzar Al Banna, kala ditemui wartawan di kediaman Buya Syafii, Jumat (27/5/2022) siang.

Menurut Dzar, mendiang melihat Muhammadiyah kerap dianaktirikan di sejumlah daerah di Indonesia. Bukan hanya di Sumatera Barat, melainkan juga di Aceh dan sejumlah wilayah lain di Indonesia. Sudah banyak pula tulisan-tulisan Buya yang membahas persoalan itu. 

Padahal di masa mendiang masih kecil, Muhammadiyah sempat berjaya. Berbeda dengan masa sekarang, Muhammadiyah di kampung halamannya tak semaju di daerah lain.

Baca Juga: Berjalan Khidmat, Ratusan Pelayat hingga Menteri Hadiri Pemakaman Buya Syafii Maarif di Kulon Progo

"Buya ingin Muhammadiyah bangkit, berdiri lagi di sana. Lalu juga ada gedung Muhammadiyahnya di sana," terangnya.

Dzar melanjutkan, Buya Syafii sudah menunjuk beberapa orang dan mengutus mereka ke Sumatera Barat, sebagai salah satu upaya mewujudkan impiannya itu.

Meski sudah senior, semangat Buya Syafii membangun Muhammadiyah tetap terus ditunjukkan Buya di Jogja. Mendiang masih aktif ambil bagian dalam pembangunan gedung Muallimin di Sedayu, Kabupaten Bantul.

Dzar juga mengenal Buya Syafii sebagai orang yang tak pernah menampakkan wajah lelahnya, walau harus bertemu banyak orang.

Kerap diajak diskusi kebhinnekaan, Dzar menilai sosok Buya Syafii kerap memberikan pencerahan luar biasa atas kebhinnekaaan, toleransi dan berkebangsaan.

Baca Juga: Jokowi: Buya Syafii Kader Muhammadiyah Terbaik, Kerap Menyuarakan Toleransi Beragama

"Tulisan almarhum semuanya bertujuan agar negara berjalan dengan baik," ucapnya.

Murah Senyum Pada Kaum Muda

Buya Syafii lekat di mata Dzar sebagai senior yang murah senyum dan tidak segan menyapa anak muda terlebih dahulu.

"Tidak pelit memberi salam," sebut dia.

Bukan hanya itu, mendiang merupakan orang mandiri, yang bahkan selalu menolak bila ada orang yang ingin membantu membawakan tasnya.

"Tas tidak mau dibawakan oleh orang lain, dia mau sendiri," kata dia.

"Perfeksionis, mandiri, toleran," kata Dzar menyebutkan tiga kata yang menggambarkan sosok Buya Syafii.

Kini ia hanya bisa berdoa, semoga almarhum Buya Syafii bisa mendapat tempat terbaik di sisi Allah. 

Syafii di Mata Tetangga

Berpulangnya cendekiawan dan rohaniawan Ahmad Syafii Maarif, Jumat (27/5/2022) memunculkan duka mendalam bagi banyak pihak, tak terkecuali tetangga di sekitar kediaman almarhum.

Diketahui, selama ini almarhum Buya Syafii tinggal di rumah bersama istrinya di sebuah rumah di Perum Nogotirto Elok II, Jln.Halmahera, No. 76, Nogotirto, Gamping, Kabupaten Sleman.

Misalnya saja Bambang Ramlan. Sambil menahan titik air mata, Bambang menyebut almarhum Buya Syafii adalah orang yang memiliki hati yang luas, lapang. Buya dikenal pula sebagai sosok yang tidak pernah membeda-bedakan orang atas agama mereka.

"[Sosok Buya] sulit digambarkan. Sulit dicari gantinya. Ia menerima siapapun yang datang ke rumahnya," ucapnya, ditemui pada Jumat siang.

Bambang mengungkap, pada hari raya Idulfitri, banyak orang-orang yang tidak mampu datang ke rumah almarhum dan diterima dengan baik.

Ditanyai perihal ada tidaknya doa bersama oleh warga sekitar bagi mendiang Buya Syafii, Bambang mengatakan diperkirakan warga setempat akan menyelenggarakan salat gaib bersama.

Sementara itu Ketua RT 7 RW 6 Totok mengatakan, Buya Syafii dikenal sebagai ulama dan guru. Mendiang aktif menjadi imam salat di masjid bahkan kerap berpartisipasi sebagai pelaksana kurban.

"Almarhum juga aktif sekali memberikan pembelajaran. Di perumahan ini, beliau sangat ringan sekali membantu. Kalau ada yang kesusahan membantu," ucapnya.

Mengingat banyak hal yang diberikan mendiang kepada kampung tempat tinggalnya itu, Totok tak memungkiri ia begitu kehilangan atas berpulangnya pendiri Maarif Institute tersebut.

"Betul sangat kehilangan guru dan kehilangan panutan. Banyak sekali yang diberikan beliau terhadap lingkungan," tandas Totok.

Kontributor : Uli Febriarni

Load More