Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora
Kamis, 09 Juni 2022 | 14:25 WIB
Suasana di Pasar Hewan Gulang, Kecamatan Mejobo, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. [ANTARA/Akhmad Nazaruddin Lathif]

SuaraJogja.id - Penyakit Kuku dan Mulut (PMK) telah menginfeksi di 12 kapanewon se-Kabupaten Sleman. Sebanyak 12 kapanewon tersebut yakni Moyudan, Gamping, Tempel, Mlati, Sleman, Ngaglik, Pakem, Ngemplak, Cangkringan, Berbah, Prambanan dan Kalasan.

Plt Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan (DP3) Sleman, Nawangwulan mengatakan, hanya ada lima kapanewon yang aman dan belum ada laporan kasus PMK ternak.

Nawangwulan menyebutkan, hingga Rabu (8/6/2022) pukul 14.00 WIB tercatat ada 908 kasus hewan ternak yang diperiksa kaitannya dengan penularan PMK.

"Sebanyak 24 ekor telah terkonfirmasi positif PMK lewat pengecekan laboratorium. Dari jumlah kasus tersebut, terdapat delapan ternak dinyatakan sembuh, tiga ternak mati," kata dia, di hadapan wartawan, Kamis (9/6/2022).

Baca Juga: Adang Wabah PMK di Trenggalek, Lalu Lintas Ternak Diperketat Jelang Idul Adha Ini

Selain itu, sebanyak 897 ternak dalam pengawasan dan pengobatan oleh petugas teknis kesehatan hewan.

"Tidak ada yang dipotong paksa," ucapnya.

Tingginya angka kasus PMK di Kabupaten Sleman disebabkan adanya kecepatan respon dan tracing (penelusuran) oleh para petugas teknis kesehatan hewan, terhadap kasus yang dilaporkan oleh pemilik ternak.

Ketersediaan sumber daya manusia dan Pusat Kesehatan Hewan yang ada, juga sangat mendukung kecepatan respon selama ini.

Dari hasil investigasi di semua titik kejadian kasus, diketahui penyebab penyebaran PMK di Kabupaten Sleman, ditengarai berasal dari masuknya ternak dari luar daerah, pedagang ternak dan alat pengangkutnya.

Penyebab lainnya yaitu, pedagang dan alat angkut dari Kabupaten Sleman yang sempat mengunjungi pasar hewan atau lokasi lain di luar Kabupaten Sleman, serta adanya mutasi (virus) ternak dalam wilayah Kabupaten Sleman.

"Hal tersebut juga didukung sifat alami virus PMK yang bisa menyebar melalui udara," tuturnya.

Plt Kepala Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan (DP3) Kabupaten Sleman Suparmono mengungkapkan, mayoritas gejala klinis yang dominan ditimbulkan oleh ternak PMK adalah hipersalivasi atau air liur berlebihan.

Ia menambahkan, sejauh ini belum ada pengiriman sampel lagi dari ternak Sleman ke BBVet Wates. Sebab, kata dia, petugas di BBVet Wates juga sedang kewalahan dengan banyaknya pengiriman sampel yang harus diuji dari berbagai daerah.

Saat ini, untuk menekan penyebaran kasus, maka ternak di wilayah Sleman yang memiliki gejala klinis atau suspek penyakit mulut dan kuku akan dikarantina. Kemudian, penyemprotan disinfektan di area kandang.

Petugas dari Puskeswan juga ikut merawat dengan memantau perkembangan ternak yang bergejala.

"Yang bagus di Sleman, kalau ada tanda sedikit maka peternak langsung lapor, kami datang. Jika suspek langsung kami kunci, karantina biar aman," kata Suparmono.

Ternak yang sedang dikarantina juga diminta untuk tidak diperjualbelikan untuk sementara waktu, sambil menunggu ternak tersebut benar-benar sembuh.

Kontributor : Uli Febriarni

Load More