"Perlu koordinasi dan kajian. Tidak mudah meregrouping," tuturnya.
Ketika akan memutuskan regroup sekolah, akan ada banyak pertimbangan. Baik itu melibatkan guru, tenaga kependidikan, warga sekitar hingga siswa itu sendiri.
Apalagi bila harus memutuskan regrouping karena alasan minimnya peminat saat PPDB. Sekolah maupun Disdik tentunya bukan hanya memikirkan siswa di kelas I atau tingkat pertama.
"Sekolah itu kan ada siswa kelas II, III, IV dan selanjutnya. Bagaimana dengan mereka? Kan harus dipikirkan juga," ucapnya.
Baca Juga: Kronologis Kepala Sekolah SMKN 5 Bandung Ditangkap karena Pungli PPDB
"Belum lagi orang tua dan siswa. Yang awalnya berminat memasukkan anaknya ke sekolah A namun terpaksa harus sekolah di B, karena sekolah A diregroup dengan sekolah B," tambahnya.
Opsi mendistribusikan peserta didik dari sekolah banyak peminat ke sekolah sedikit peminat (dalam gugus yang sama), menurut Adi juga belum dapat dipastikan bisa menjadi solusi.
"Bayangkan bila kita menjadi orang tua, mendaftarkan anak ke sekolah A, lalu anak kita menjadi salah satu siswa yang dipindah ke sekolah B hanya demi memenuhi kuota PPDB sekolah B. Bukan karena penyebab lain. Apakah kita akan selalu menerima kondisi itu?," tuturnya.
Ia mengatakan, sistem zonasi yang diberlakukan dalam PPDB sebetulnya memiliki tujuan yang baik. Yakni pemerataan peserta didik.
Selain itu, didukung dengan Kurikulum Merdeka, ada kesetaraan kesempatan untuk tiap sekolah, sama-sama mengembangkan kemampuan, kompetensi dan kapabilitas mereka masing-masing.
Baca Juga: PPDB Sulsel 2022 Bermasalah, Dinas Pendidikan Sulawesi Selatan Minta Maaf ke Masyarakat
"Saat ini goals zonasi belum terlihat, tapi dalam jangka panjang nanti. Akan terlihat. Tidak lagi sekolah tinggi peminat hanya di sekolah yang itu-itu saja, tetapi akan ada sekolah-sekolah lain yang serupa, banyak peminatnya," kata dia.
Berita Terkait
-
Syarat Sudah Diubah Pramono Anung, Lulusan SD Bisa Perebutkan 1.625 Posisi PPSU Kosong
-
Menyusun Kembali Peta Kehidup setelah Lebaran sebagai Refleksi Diri
-
Tampar Anak SD hingga Trauma ke Sekolah, Anggota DPR Aceh Tak Dipenjara, Kok Bisa?
-
PPDB Resmi Berganti Jadi SPMB, Ini Tindak Lanjut Pemda
-
Ganjar Dimintai Tanda Tangan Bocah SD Usai Isi Ceramah di Masjid UGM, Netizen: Tanda Tangan Tarawih Paling Mahal
Terpopuler
- Sekantong Uang dari Indonesia, Pemain Keturunan: Hati Saya Bilang Iya, tapi...
- Agama Titiek Puspa: Dulu, Sekarang, dan Perjalanan Spiritualnya
- Lisa Mariana Ngemis Tes DNA, Denise Chariesta Sebut Tak Ada Otak dan Harga Diri
- 6 Perangkat Xiaomi Siap Cicipi HyperOS 2.2, Bawa Fitur Kamera Baru dan AI Cerdas
- Kang Dedi Mulyadi Liburkan PKL di Bandung Sebulan dengan Bayaran Berlipat
Pilihan
-
Profil CV Sentosa Seal Surabaya, Pabrik Diduga Tahan Ijazah Karyawan Hingga Resign
-
BMKG Bantah Ada Anomali Seismik di Bogor Menyusul Gempa Merusak 10 April Kemarin
-
6 Rekomendasi HP Rp 4 Jutaan Terbaik April 2025, Kamera dan Performa Handal
-
5 Rekomendasi HP Rp 2 Jutaan Snapdragon, Performa Handal Terbaik April 2025
-
Hasil BRI Liga 1: Diwarnai Parade Gol Indah, Borneo FC Tahan Persib Bandung
Terkini
-
Maut di Jalan Wates: Ninja Hantam Tiang, Satu Nyawa Melayang
-
Jogja Diserbu 4,7 Juta Kendaraan Saat Lebaran, 9 Nyawa Melayang Akibat Kecelakaan
-
Malioboro Bau Pesing? Ide Pampers Kuda Mencuat, Antara Solusi atau Sekadar Wacana
-
BI Yogyakarta Catat Penurunan Drastis Peredaran Uang Tunai saat Lebaran, Tren Transaksi Berubah
-
Kantongi Lampu Hijau dari Pusat, Pemkab Sleman Tancap Gas Isi Kursi Kosong OPD