Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Rabu, 13 Juli 2022 | 17:10 WIB
Komunitas Kopi Nusantara menyampaikan paparannya tentang Jogja Coffee Week di Yogyakarta, Rabu (13/07/2022). [Kontributor / Putu Ayu Palupi]

SuaraJogja.id - Berbeda dari sektor lain yang terpuruk selama pandemi COVID-19, industri atau bisnis kopi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY justru berkembang cukup signifikan. Komunitas Kopi Nusantara mencatat, sebelum pandemi jumlah kedai dan warung kopi di kota ini sekitar 1.700 hingga 2.000 unit.

Namun selama pandemi naik hampir dua kali lipat hingga mencapai 3.000 lebih kedai dan warung kopi. Belum lagi sekitar 3.000 warung angkringan yang juga menjual kopi sebagai salah satu produk jualannya. Bahkan industri kopi di Yogayakarta bagian utara bisa meraup keuntungan sekitar Rp 6 Miliar per bulan.

Kebutuhan untuk industri tersebut pun cukup besar. Untuk satu kedai dengan delapan outlet misalnya, membutuhkan 3 ton kopi dalam waktu satu bulan.

Namun perkembangan yang positif ini seringkali tidak dibarengi kesejahteraan petani-petani kopi berskala kecil. Petani kopi yang hanya mempunyai lahan di bawah 5 hektar seringkali tidak diakui keberadaannya dalam karena tak memiliki sertifikasi produk kopi setingkat internasional.

Baca Juga: Guru SMP di Jogja Akui Kelas Canggung Saat PTM Dimulai: Sekarang Sudah Cair

Belum lagi ancaman industri kapital yang saat ini lari ke bisnis kopi di DIY. Pelaku usaha kopi berskala kecil bisa saja gulung tikar yang imbasnya pada petani kecil yang tak mempunya pasar untuk produk yang mereka hasilkan.

"Usaha kopi kecil dan petani kopi kecil sulit berkembang karena ada ancaman dari kapital besar yang semakin masif," ujar Ketua Komunitas Kopi Nusantara, Wisnu Birowo dalam rangkaian Jogja Coffee Week di Yogyakarta, Rabu (13/07/2022).

Menurut Wisnu, industri kopi dari hulu hingga hilir harus bergerak cepat bila tidak ingin tersingkir dari industri ini kedepannya. Apalagi perang antara Rusia dan Ukraina sedikit banyak mengganggu alur lalulintas ekspor impor kopi di Indonesia, termasuk di DIY.

Pengembangan kebun kopi petani di tingkat hulu pun harus diperkuat. Sebab seringkali kebutuhan industri kopi tidak  bisa dipenuhi oleh petani kopi lokal.

"Sektor hulu hingga hilir harus digerakkan bersama-sama agar kita tidak terancam kapital-kapital besar yang saat ini banyak menyasar bisnis kopi seiring tingginya konsumsi kopi di tingkat global," tandasnya.

Baca Juga: Vakum 3 Tahun Lamanya, Jogja VolksWagen Festival Hadir Kembali dengan Konsep Baru

Ditambahkan Sekretaris Komunitas Kopi Nusantara, Andri petani kopi berskala kecil memang banyak yang tidak mempunyai tempat untuk unjuk gigi. Persoalan ini terjadi karena mereka tidak bisa memenuhi standar produk kopi di level internasional.

"Karenanya di tingkat lokal, mereka perlu didorong agar kopi-kopi kampung bisa meramaikan industri kopi di Indonesia," ungkapnya.

Sementara Ketua panitia Jogja Coffee Week, Rahadi Saptata Abra mengungkapkan, Jogja Coffee Week akan digelar pada 2-6 September 2022 mendatang di Jogja Expo Center (JEC). Kegiatan kali kedua itu sengaja dilakukan untuk pengembangan usaha kopi mulai skala petani, UMKM hingga perusahaan besar pasca pandemi.

"Setelah dua tahun pandemi, kami ingin mengembalika usaha kopi dan segala turunannya, baik dari sisi hulu, tengah dan puncaaknya untuk kembali bertumbuh pesat," paparnya.

Kegiatan tersebut, lanjut Abra diharapkan membantu percepatan ekonomi di dalam negeri. Selain itu memacu pertumbuhan ekspor kopi Indonesia keluar negeri yang pasarnya semakin besar dan terus bertumbuh.

"Kita perlu menguatkan dan menjaga dinamika ekosistem bisnis dan komoditi kopi," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

Load More