Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Wahyu Turi Krisanti
Kamis, 11 Agustus 2022 | 18:50 WIB
Serah terima siwur di parkir wisata Pajimantan Wukirsari, Kamis (11/8/2022). [Wahyu Turi Krisanti / SuaraJogja.id]

SuaraJogja.id - Prosesi kirab siwur ke-21 telah selesai dilaksanakan pada Kamis (11/8/2022) pukul 17.00 WIB. Mengangkat tema “Dengan Semangat Budaya Imogiri Memperkokoh Bhineka Tunggal Ika Menuju Warisan Dunia”, ratusan peserta yang tergabung dalam beberapa bregodo berjalan dari halaman pendopo Kecamatan Imogiri menuju parkir wisata Pajimantan Wukirsari.

Disampaikan oleh ketua panitia, Widodo kirab siwur ini terbagi di 4 titik yang dinamakan Catur Manunggaling Rasa. Keempat titik tersebut antara lain prosesi ancas, prosesi asah atau pengambilan siwur di dalem kabupaten juru kunci Surakarta , prosesi asih atau pengambilan siwur di dalem kabupaten puralaya Yogyakarta, dan prosesi asuh.

“Setiap prosesi ini masing-masing mempunyai maksud dan makna,” kata Widodo, Kamis (11/8/2022).

Prosesi ancas mempunyai maksud bahwa kegiatan tersebut memiliki tujuan atau ancas kebersamaan atau gotong royong tidak membedakan latar belakang baik agama, suku, golongan, dan ras, yang ada adalah rasa persaudaraan. Sementara prosesi asah merupakan upacara boyong siwur didalem kabupaten juru kunci Surakarta Hadiningrat.

Baca Juga: Waspadai Hari Tanpa Hujan 60 Hari ke Depan, BPBD Bantul Siapkan Droping Air

“Prosesi asah artinya penyerapan ilmu pengetahuan baik ilmu lahiriah maupun batiniah, dengan maksud bahwa manusia hendaknya diselaraskan dengan kodratnya,” paparnya.

Prosesi boyong siwur ketiga dinamakan prosesi asih sebab maknanya ialah manusia harus mampu menjabarkan olah rasa. Asih dapat diartikan memberi atau dalam arti lain belas kasih mencintai dan menyayangi.

Prosesi terakhir yaitu prosesi asuh ialah upacara serah terima siwur baik milik kabupaten juru kunci Surakarta maupun kabupaten Puralaya Yogyakarta. Prosesi asuh memiliki makna lain yaitu Hamemayu Hayuning Buwana.

“Dinamakan prosesi asuh artinya mampu dalam memelihara, mengayomi, melindungi dan dapat sebagai pencerah sekaligus menjadikan panutan tuntunan dalam tatanan hidup tanpa memandang suku, ras, golongan, dan agama,” tutupnya. 

Baca Juga: Tak Hiraukan Perubahan Iklim, Petani di Bantul Tetap Lestarikan Metode Pranta Mangsa untuk Tentukan Masa Tanam

Load More