Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Jum'at, 02 September 2022 | 15:17 WIB
Petugas kepolisian meninjau lokasi kebakaran di kawasan Bulaksumur, Jumat (2/9/2022). (kontributor/uli febriarni)

SuaraJogja.id - Kebakaran yang menghanguskan rumah di kawasan Bulaksumur, tepatnya di Padukuhan Kocoran, Kalurahan Caturtunggal, Kapanewon Depok menewaskan tiga orang yang merupakan satu keluarga, Jumat (2/9/2022) dini hari tadi.

Tiga korban tersebut yakni Subono (64), Rani Istiyani (38), Mora Putri Ayu Sasmita (6). Kedua terakhir merupakan ibu (anak Subono) dan anaknya (cucu Subono).

Tetangga yang tinggal berdekatan dengan rumah korban, Raditya Paksi, membeberkan kronologi proses evakuasi korban. Baik yang selamat maupun tewas, kepada sejumlah awak media.

Penuturan Raditya, menunjukkan masih adanya sikap heroik di tengah dilematika hidup sosial bertetangga dan kebutuhan ekonomi pribadi.

Baca Juga: 6 Fakta Kebakaran di Pasar Senen: Diduga Korsleting Listrik, Kerugian Capai Rp600 Juta

Adit mengatakan, ia dihubungi oleh saudaranya sekitar pukul 02.00 WIB. Raditya yang sedang menyiapkan dagangannya di Pasar Prambanan, tanpa berpikir panjang langsung meluncur ke lokasi kejadian saat itu juga.

"Saya tinggal, dan saya biarkan tim yang berdagang," kata dia, Jumat (2/9/2022) pagi.

Ia memilih lari dari aktivitasnya hari itu untuk mencari rezeki di pasar sayur, demi menolong tetangganya yang sedang berada dalam bencana kebakaran.

Padahal, lokasi Adit berjarak sekitar 17 Kilometer dari tempat kejadian.

"Kendaraan operasional saya titipkan di kantor, saya minta diantar oleh tim dan didrop ke sini," ujarnya, saat ditemui di lokasi.

Baca Juga: Ruko Tiga Lantai di Sawah Besar Terbakar Jumat Pagi, Penyebab Belum Diketahui

Lelaki 26 tahun itu menyebutkan, saat peristiwa berlangsung, sejumlah rekan sesama pemuda masih nongkrong di sekitar lokasi. Mereka juga sempat mendengar teriakan minta tolong.

Informasi yang ia terima dari pemuda setempat, kepulan asap yang membumbung tinggi kali pertama dilihat oleh seorang pengendara yang lewat di Jln Kaliurang Km4,5 dan orang tersebut menunjuk-nunjuk ke arah kepulan asap.

"Menunjuk 'Mas, itu ada kebakaran', kami langsung ke situ, sejumlah pedagang kaki lima juga langsung menuju masuk ke sini. Jadi mereka ke sini lihat kondisi sudah lebih parah, karena kalau dari luar hanya kepulan asapnya," tuturnya.

Saat itu, kata Adit, api sudah membesar dan merembet ke dua rumah sekitarnya. Lalu pemuda setempat menelepon pemadam kebakaran.

Akses utama keluar masuk rumah adalah pintu di ruang tamu lantai I. Ada juga akses pintu lain, tapi harus terlebih dahulu mengambil jalan memutar dari belakang, tak jauh dari sebuah sumur kecil.
  
Jebol Tembok

Adit mengungkap, ia dan beberapa orang serta Dedy, anak korban, sempat menjebol tembok untuk mencari jalan keluar.

Lantai I saat itu sudah terbakar. Mereka berusaha membantu mengevakuasi korban yang terjebak di lantai II.

Tembok di area lantai II tak mampu sampai berukuran besar, hanya cukup untuk digunakan sebagai jalan keluar darurat. Pasalnya, mereka hanya menjebol dengan palu berukuran kecil.

Di lantai II, ada tiga ruang kamar. Kamar pak Subono dan bu Suratmi menghadap ke utara. Sementara di seberangnya, kamar Rani (anak) dan adik Amora (cucu). Kamar di sisi sebelah ruangan Subono dan Suratmi, merupakan kamar Dedi Cahyono Putra (anak Subono) dan Dyah Ayu Putri Murtiningsih (menantu).

Saat ditanyai jendela kamar, Adit mengungkap, jendela yang ada di ruangan itu semua menghadap ke dalam, berada di sisi pintu masing-masing ruangan.

"Kami mencari jalan dulu, karena kondisi tangga penuh dengan api, mas Dedi membuat celah. Nekat memberanikan diri, mendorong, mencoba keluar alhamdulillah masih selamat," kata dia.

Melihat kondisi tubuh Subono, dengan bagian kepala mengarah pintu keluar, ia berasumsi mendiang Subono adalah orang yang kali pertama mengetahui kebakaran dan sempat berusaha membangunkan Dedi.

"Jadi posisi pak Bono itu seda (meninggal) di kamar mas Dedi," terangnya.

"Di lantai atas, ada pak Subono, bu Ratmi, pak Dedi, mbak Diah, mbak Rani dan Adik Amora. Tiga berhasil keluar, yang lain terjebak di lantai atas," ujarnya.

Saat kejadian, suami Rani, yaitu Hendrik, sedang berada di luar. Ia tak mengetahui  di mana posisi Hendrik saat itu.

"Saya tidak tahu, pas dia datang kesini pas ada kejadian. [Hendrik] seketika langsung menerobos masuk, tim Damkar pun sempat mencegah untuk tidak menerobos," terangnya.

Saat datang dan mencoba masuk ke dalam rumah yang terbakar, Adit hanya mengenakan apa yang melekat di badan. Yaitu celana panjang, kaos dan mengenakan helm.

"Karena runtuhannya luar biasa," ucapnya.

Saat itu ada sekitar enam personel damkar berada di lantai II dan tim Jaga Warga. Warga juga sudah mematikan sambungan listrik di sekitar begitu kejadian diketahui.

Dengan cahaya minimal saat itu, Adit yang turun tangan bersama pemuda dan warga setempat, kebagian tugas menyorot senter.

"Saya tiga menit saja, kalau damkar itu pakai masker, kalau saya kan tidak. Ketika tiga menit itu saya keluar, menghadap ke damkar, jadi badan saya disemprot air. Panasnya tidak begitu tapi asapnya luar biasa tekanannya, pekat," ucap Adit.

Melihat kondisi itu dan jenazah yang minim luka bakar, ia menduga korban meninggal karena terlalu banyak menghirup asap.

Sempat masuk lagi ke ruangan, ia bertahan hanya sekitar sepuluh menit. Lalu ia kembali memutuskan turun.

Ia berpikir, saat itu tim damkar juga sudah turun ke lokasi.

Jenazah Dievakuasi Setelah Api Padam

Korban almarhum Mora berhasil turun pertama. Mora dibawa turun ke bawah saat api sudah cukup padam, hanya ada sedikit titik api yang masih menyala. Tetapi asap masih pekat.

Mora kemudian diungsikan ke rumah tetangga sebelahnya, sembari menunggu armada ambulans membawa Mora ke rumah sakit.

"Sekitar 10-15 menit, kami baru bisa melihat akses ke pak Subono, dan saat itu sudah meninggal," ucapnya.

Menjelang adzan subuh, seluruh jenazah bisa dievakuasi turun.

Keluarga Besar UGM Hadir Terlibat

Adit menyatakan, keterlibatan keluarga besar Universitas Gadjah Mada (UGM) cukup besar dalam penanganan kebakaran tersebut.

"Mbak Rani (salah satu korban meninggal dunia) itu satpam SKK UGM. Dan pak Subono dulu juga eks karyawan UGM," paparnya.

"RT kami juga orang UGM, jadi yang pertama kali kami hubungi keluarga besar UGM. Baru kemudian diikuti teman Damkar Sleman, Damkar Kota Jogja," ucapnya. 

Kontributor : Uli Febriarni

Load More