"Selang waktu kemudian, Dinas Pertanian, pemerintah dan instansi menggerakkan penegakan kopi kembali, tapi pada kenyataannya tanaman kopi yang ditanam setelah erupsi itu sangat sulit dalam perkembangan," tutur pemilik Ndelik Kopi ini, kala ditemui Suara.com, pekan lalu.
Hal itu dikarenakan humus dalam tanah yang belum berproduksi kembali, usai terpapar material vulkanik. Ia menduga kondisi tanah pascaerupsi masih belum sepenuhnya netral untuk tanaman kopi, luar dan dalam. Tanah sulit menyerap air. Kalaupun ada air yang disiramkan ke atas tanah, entah itu disiram sengaja maupun hujan, maka air sukar meresap ke dalam tanah.
"Hanya mengalir atau hanya tergenang. Kalau ada musim kemarau panjang atau agak lama, tidak ada hujan, butuh waktu lama untuk air meresap dan menembus ke dalam tanah. Terkadang, sudah berbulan-bulan kemudian tanah itu kita gali, di dalamnya masih kering," sebutnya.
Tanah di Gading yang berpasir dan berhumus sebetulnya baik untuk menjadi media tanam kopi. Apalagi petani kopi di daerah itu kerap memberi pupuk organik, --dalam hal ini pupuk kandang-- ke lahan mereka. Namun pascaerupsi, walau sudah ada upaya pembenahan namun kualitas belum sebaik dahulu, sebelum erupsi melanda kediamannya.
"Belum tentu bila saat ini ditanam dia akan hidup, kalau dulu mudah sekali, ditanam langsung tumbuh," terangnya.
Di kesempatan itu Sumarno bahkan mengiyakan sebuah kalimat perumpamaan, bahwa bila petani menanam 10 bibit pohon, maka di masa kekinian belum tentu 10 bibit itu bisa tumbuh dengan baik, bahkan mati. Sedangkan di masa sebelumnya, dengan jumlah bibit yang sama, sebagian besar bibit bisa tumbuh sampai menghasilkan biji kopi pilihan.
"Yang jelas kondisi tanahnya memang buruk sekali, mungkin masih banyak kandungan vulkanik yang tertimbun. Banyak yang belum netral, walau itu sudah diantisipasi dengan pemupukan dengan optimal," tambahnya.
Terdampak Perubahan Iklim
Pada perjalanannya, tantangan bertanam kopi yang dihadapi Sumarno dan petani lain di lereng Merapi bukan hanya kondisi tanah pascaerupsi. Melainkan juga perubahan iklim sekitar.
Baca Juga: Terus Turun Drastis, Produksi Garam Rakyat Terganggu Perubahan Iklim
"Kalau itu berpengaruh secara pasti, itu saya tidak tahu dengan pasti karena saya bukan ilmuwan. Tapi yang jelas pascaerupsi mulai terjadi, ada musim tidak menentu, seperti itu yang dialami. Entah pengaruh pemanasan global atau tidak saya tidak tahu. Lalu dari kondisi itu, misalnya seharusnya panas, kemarau tapi belum kemarau," ungkapnya, ditemui akhir Agustus 2022.
Demikian juga sebaliknya, ketika sudah waktunya kemarau, justru masih sering turun hujan. Bahkan udara harian cenderung panas.
"Kalau sekitar sini, dulu sebelumnya dingin, dalam artian ya tidak sepanas ini. Walaupun ada 'orang bawah' ke sini, di sini dirasanya masih adem (dingin), padahal orang sini merasakan sudah panas," ucapnya.
Mulai bertanam sejak tahun 2000, Sumarno memerhatikan betul kondisi alam yang melingkupi perkebunan kopi miliknya, yang luasnya lebih kurang 2.500 meter. Menurut dia, hasil panen kopi saat ini turun sampai 50 persen dari total produksi yang dulu dicapai, sebelum erupsi dan perubahan iklim menghantam wilayah tersebut.
"Per batang paling tidak menghasilkan 10 Kg [petik merah] saat panen, sekarang paling mentok 8 Kg, 7 Kg," ungkapnya.
"Kalau paling banyak hanya tahun kemarin (2021), per batang menghasilkan 8,5 Kg," sebut Marno, kala ditanya panen terbanyak selama lima tahun terakhir.
Berita Terkait
-
Resep Es Kopi Susu Regal dan Es Susu Regal, Gak Kalah Enak Dengan Buatan Kafe
-
Untuk Penderita Diabetes dengan Hipertensi, Simak Pola Makan dan Menu Diet
-
Kabar Baik Bagi Petani Sapi dan Kopi, PT Nestle Berinvestasi Senilai Rp 3,2 Trilyun
-
Apakah Bharada E Cs akan Senasib dengan Jessica Wongso 'Kopi Sianida' Usai Lolos Lie Detector?
Tag
Terpopuler
- Selamat Datang Penyerang Keturunan Rp 15,6 Miliar untuk Ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026
- 6 Mobil Bekas untuk Keluarga di Bawah Rp50 Juta: Kabin Luas, Cocok untuk Perjalanan Jauh
- Pemain Keturunan Medan Rp 3,4 Miliar Mirip Elkan Baggott Tiba H-4 Timnas Indonesia vs Jepang
- Keanehan Naturalisasi Facundo Garces ke Malaysia, Keturunan Malaysia dari Mana?
- 5 Rekomendasi Mobil SUV Bekas Bermesin Gahar tapi Murah: Harga Rp60 Jutaan Beda Tipis dengan XMAX
Pilihan
-
Timnas Indonesia Cuma Jadi Samsak Uji Coba, Niat Jepang Hanya Ekspermien Taktik dan Pemain
-
Daftar 10 Merek Mobil Buatan Pabrik Indonesia Terlaris di Luar Negeri, Toyota Masih Juara?
-
Partainya Lebih Dipilih Jokowi, DPW PSI Jateng: Kader Berbunga-bunga
-
3 Rekomendasi HP Murah Memori 512 GB dengan Performa Handal, Terbaik Juni 2025
-
MIMPI di Belantara Jambi: Mahasiswa Ubah Harapan Masyarakat Suku Anak Dalam
Terkini
-
Tambang Nikel Raja Ampat jadi Sorotan: DPR Tegur Menteri, Ada Apa?
-
Pilihan Guest House Samarinda yang Cozy dan Terjangkau untuk Liburan Hemat
-
Klitih Kembali Resahkan Sleman: 3 Terduga Pelaku Diamankan di Condongcatur
-
Cilok vs Otak Cerdas Anak: Wali Kota Yogyakarta Ungkap Fakta Mengejutkan
-
Mandiri Sahabat Desa Fokus pada 200 Keluarga Risiko Stunting di Yogyakarta